Monthly Archives: February 2014
[Bookish Sunday] Not My Cup of Tea
Halo, ketemu lagi di segmen Bookish Sunday yang sudah cukup lama saya tinggalkan. Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan, sempat melancong ke Bali bersama keluarga, kemudian terkapar dengan sukses selama beberapa hari, akhirnya saya sempat merenungkan tentang topik hari ini yaitu buku atau genre not my cup of tea.
Kebetulan saya mengikuti reading challenge-nya Astrid di sini, ada satu kategori dimana peserta harus membaca buku not my cup of tea.
Agak icky juga waktu mikirin harus membaca buku-buku bukan bacaan saya. Misalnya, buku fantasi (OK, saya bukan penggemar fantasi, tapi beberapa buku fantasi ada yang saya suka), romance ala Harlequin, buku motivasi, bisnis, dan non-fiksi yang terkesan seperti text book. Oh, dan saya juga tidak suka dengan Sci-Fi. Saya suka mistery dan thriller, tapi njelimetnya Sci-Fi bikin kening saya berdenyut. Pokoknya udah ilfil duluan deh dengar kata Sci-Fi.
Beberapa buku genre yang saya suka aja ada yang bikin kening berkerut, bikin saya menguap kebosanan, sampai ingin melempar buku saking kesalnya dengan tokoh utama. Apalagi membaca buku yang bukan cangkir teh saya.
Yang saya ingat waktu tahun lalu book club Reight mengadakan baca bareng The Ocean at the End of the Lane. Hanya dua member yang nggak suka buku ini, salah satunya saya. Entahlah, seluruh isi buku tersebut tidak menarik bagi saya. Beberapa bagian di buku itu mengingatkan saya pada Twilight dan serial American Horror Story. Selama membaca buku tersebut, saya tersiksa, tapi saya paksakan membaca sampai habis.
Saya belum kapok membaca karya Gaiman. Saya membeli beberapa buku beliau, siapa tahu ada yang saya suka. Jika setelah saya baca saya tidak suka, maka saya akan menyerah dan tidak akan membaca buku karya Gaiman lagi.
Begitu juga dengan genre yang bukan cangkir teh saya. Jika kita bergabung dalam suatu kelab buku atau ikut reading challenge, kadang kategorinya tidak sesuai dengan kesukaan kita. Mau nggak mau kita membaca genre yang tidak kita sukai.
Apa sih keuntungan membaca buku not my cup of tea?
Seingat saya, mulai saya duduk di bangku SMP, saya benci dengan angka dan pelajaran yang mengharuskan saya berhitung. Saya menghindari kelas IPA waktu SMA karena saya benci hitungan, padahal waktu itu guru pembimbing saya agak memaksa saya untuk masuk kelas IPA. Hell no, I wanted to learn things I enjoy the most.
Sekarang setelah saya menikah dan punya anak, saya ingin membimbing anak saya. Saya agak menyesal kenapa dulu saya nggak berusaha lebih keras untuk belajar matematika. Setidaknya, saya punya sedikit ilmu untuk mengajari anak saya.
Math is definitely not my cup of tea, but now I realize that I need to learn again to teach my son. Bisa saja saya mendaftarkan anak saya kursus matematika, tapi saya pikir saya akan memiliki lebih banyak waktu bersama dengan mengajar matematika di rumah.
Demikian juga dengan membaca buku not my cup of tea. Mungkin sekarang saya sebal dan menghindari beberapa genre, tapi saya yakin suatu saat pasti ada yang saya butuhkan dari bacaan tersebut, entah untuk kepentingan apa.
Seperti mama saya pernah bilang, semua buku pasti ada gunanya.
Jadi, sedikit demi sedikit saya mulai melonggar dengan membaca buku-buku not my cup of tea (tapi saya masih keukeuh nggak mau baca buku motivasi). Walau saya tahu bakal menyiksa, siapa tahu ada sesuatu yang belum saya temukan di sana.
Bagaimana dengan kamu?
Happy Sunday and keep reading ^^
[Book Review] Slammed by Colleen Hoover
Judul: Slammed (Cinta Terlarang)
Seri: Slammed #1
Penulis: Colleen Hoover
Penerjemah: Shandy Tan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: April 2013
Tebal: 336 halaman
ISBN: 978-979-22-9518-4
Kategori: Novel Fiksi
Genre: Young Adult, Romance, Teen, Family, Drama
Beli di: Mbak Maria
Harga: Rp. 44,000
Kalimat pembuka:
Aku dan Kel memuat dua kardus terakhir ke dalam truk U-Haul.
Layken harus kuat demi ibu dan adiknya. Kematian mendadak sang ayah, memaksa mereka untuk pindah ke kota lain. Bayangan harus menyesuaikan diri lagi dengan lingkungan baru sungguh menakutkan Layken. Namun semua berubah, begitu ia bertemu dengan Will Cooper, tetangga barunya.
Will memang menarik. Dengan ketampanan dan senyum memikat, pemuda itu menularkan kecintaannya pada slams––pertunjukan puisi. Perkenalan pertama menjadi serangkaian hubungan intens yang membuat mereka semakin dekat, hingga keduanya bertemu lagi di sekolah…
Sayangnya, hubungan mereka harus berakhir. Perasaan yang mulai tumbuh antara Will dan Layken harus dihentikan. Pertemuan rutin mereka di kelas tak membantu meniadakan perasaan itu. Dan puisi-puisi menjadi sarana untuk menyampaikan suara hati. Tentang sukacita, kecemasan, harapan, dan cinta terlarang mereka.
Sebelum Iif menentukan buku ini sebagai bacaan Reight bulan Desember, saya sudah punya buku ini dan lanjutannya, Point of Retreat. Saya tertarik membaca buku ini karena direkomendasikan oleh Mbak Maria dan ratingnya juga cukup tinggi di Goodreads.
Awalnya saya sempat tersendat-sendat membaca buku ini, entah kenapa. Belum terlihat hal yang menarik. Namun setelah 40 halaman rasanya lancar, malah jadi ketagihan.
Slammed bercerita tentang Layken (biasa dipanggil ‘Lake’) yang pindah dari Texas ke Michigan bersama ibunya, Julia, dan adik laki-lakinya yang berusia 9 tahun bernama Kel.
Belum sempat menurunkan barang, Kel sudah asyik bermain bersama anak laki-laki seusianya, Caulder, yang tinggal di seberang jalan. Kakak Caulder, Will, adalah pria yang menarik. Tidak perlu menunggu lama, Lake dan Will terlibat insta-love.
Kencan pertama mereka merupakan kejutan. Will membawa Lake ke sebuah kelab yang disulap menjadi arena pembacaan puisi, atau disebut slam. Tak disangka, Lake terkesima dan terhanyut dengan puisi yang dibacakan satu peserta.
Malam itu juga, Lake melihat satu sisi Will yang berbeda, yang tidak biasanya ia tampilkan. Keduanya bertambah dekat.
Ketika Lake masuk sekolah, suasana jadi berbeda. Ia berteman dengan gadis eksentrik bernama Eddie (nama yang dipilihnya sendiri). Lake mendapati Will sebagai guru bahasa Inggrisnya. Dunia seolah terbalik. Hubungan mereka harus dihentikan demi menyelamatkan karier Will yang ada sangkut pautnya dengan masa lalunya.
Sementara itu, Lake juga mencurigai ada sesuatu yang disembunyikan oleh ibunya. Sesuatu yang ketika ia ketahui membuat ia menjadi mirip dan lebih dekat dengan Will.
Points of Discussions:
1. First impression
Suka dengan covernya yang sederhana tapi mewakili judulnya. Tapi saya juga suka dengan versi bahasa Jerman ini:
2. How did you experience the book?
Agak tersendat-sendat di awal, belum tahu kemana arah ceritanya. Tapi setelah 40 halaman, lancar. CNPID (Could Not Put It Down).
3. Characters
Layken: Gadis Selatan yang agak blak-blakan. Tidak bisa menerima kenyataan bahwa Will adalah gurunya. Keras kepala, tapi sangat penyayang. Cinta berat dengan The Avett Brothers dan Johnny Depp.
Will: berjuang setengah mati untuk menjaga jarak dengan Lake demi menyelamatkan adiknya. Yatim piatu yang sesekali menengok kakek-neneknya. Sangat menyayangi Caulder. Menyukai puisi dan memilih untuk mencurahkan perasaannya lewat acara slam.
Eddie: gadis eksentrik yang berpindah-pindah dari satu shelter home ke shelter home lainnya. Kekasih Gavin. Periang, jago menyimpan rahasia, suka menulari energinya pada Lake. Sangat disayang oleh ayah angkatnya.
4. Plot
Plotnya mengingatkan saya dengan bagian dari serial Pretty Little Liars, terutama hubungan Lake-Will yang mengingatkan saya dengan hubungan Aria-Ezra. Lalu, sedikit latar belakang Eddie dan acara slam yang kebetulan ada di beberapa episode serial The Fosters yang sedang saya tonton. Menggunakan plot maju dengan menceritakan latar belakang lewat deskripsi dan dialog.
5. POV
Slammed diceritakan dari sudut pandang Layken, menggunakan POV orang pertama.
6. Main Idea/Theme
Sesuai dengan tagline-nya, yaitu cinta terlarang. Cerita di buku ini seputar kisah cinta Will dan Lake yang terlarang, karena mereka berstatus guru dan murid. Dibumbui dengan slam dan penyakit, serta drama keluarga.
7. Quotes
Keterbatasan itu ada untuk dilampaui. (hal. 253)
Satu-satunya kesamaan di antara kami semua adalah satu hal yang tidak terhindarkan. Yaitu, kami semua pada akhirnya akan mati. (hal. 251)
8. Ending
Ending-nya mengharu-biru. Sangat puas.
9. Questions
Tidak ada
10. Benefits
Kematian adalah hal mutlak, bagian dari garis hidup manusia. Seharusnya, tiap orang harus siap untuk menghadapinya, baik itu kematian orang terdekat atau kematian diri sendiri. Saya mendapat pandangan tentang cara penerimaan melalui buku ini.
11. Lain-lain
Ada sedikit keganjilan dari buku ini, cuma sedikit aja sih. Beberapa dialog memang panjang, tapi itu masih saya maklumi. Nah, ada satu yang menurut saya agak aneh, seperti ini:
“Kupandangi lekat-lekat bola itu di tanganku, menyusurkan jariku di sekeliling kulit yang membalutnya, menyentuh huruf-huruf merek bola kaki yang tercetak di bagian sampingnya. Bola berbentuk bulat itu bahkan beratnya tidak sampai setengah kilo. Aku lebih memilih bola kulit konyol di tanganku ketimbang darah dagingku sendiri.” (hal. 240)
Adegan tersebut sewaktu Will sedang bicara dengan Eddie dan Lake di kelas. Menurut saya kok seperti berpuisi ya? Padahal konteksnya sedang menceritakan kejadian masa lalu. Hanya detailnya seperti narasi.
Yang lainnya, ada dua adegan yang membuat saya terharu. Pertama, ketika Julia berbicara dari hati ke hati dengan Lake tentang kondisinya. Yang satunya, saat perayaan ulang tahun Eddie, ketika ayah angkatnya meminta Gavin membacakan puisi untuk Eddie, lalu melepas balon-balon. Manis dan mengharukan, sampai menitikkan air mata saat membaca adegan itu. Juga surat terakhir dari Julia untuk Lake.
Saya merekomendasikan Slammed untuk yang suka genre drama dan ingin bacaan yang mengharu-biru.
Nggak sabar untuk membaca Point of Retreat
Happy Weekend^^
[Book Review] Arranged Marriage by Chitra Banerjee Divakaruni
Judul: Arranged Marriage (Perjodohan)
Seri: Brotherhood of The Conch #3
Penulis: Chitra Banerjee Divakaruni
Penerjemah: Gita Yuliani K.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Januari 2014
Tebal: 376 halaman
ISBN: 978-602-03-0135-8
Kategori: Novel Fiksi
Genre: Sastra India, Sosial Budaya, Kumpulan Cerita
Beli di: Mbak Maria
Harga: Rp. 51,000 (Pre-order)
Kalimat pembuka:
Tahun itu Ibu sering menangis, di malam hari.
Koleksi cerita pendek Chitra Banerjee Divakaruni kali ini merekam jejak perjalanan para gadis dan perempuan India di Amerika. Perubahan suasana, memulai dari awal, terasa menakutkan sekaligus menjanjikan, ibarat samudra yang memisahkan mereka dari tanah kelahiran. Mulai dari cerita tentang pengantin baru yang mimpinya kandas di California, hingga ke janda paruh baya yang bertekad untuk sukses di San Francisco, untaian kalimat-kalimat indah Divakaruni menciptakan potret sebelas perempuan yang akan mengalami transformasi tak terlupakan.
Selama ini saya mengoleksi buku-buku karya Chitra Banerjee Divakaruni, tapi saya baru membaca buku terbitan GPU paling baru ini.
Arranged Marriage berisi 11 cerita pendek tentang perempuan India beserta kedukaannya.
1. Kelelawar
Aku adalah gadis kecil yang sering mendapati ibunya menangis di malam hari. Pagi harinya, luka lebam menghiasi wajah ibunya. Ayah Aku adalah pria besar dan kasar. Selalu ada barang terjatuh jika ia berada di rumah.
Suatu pagi, Aku diajak ibunya untuk bergegas meninggalkan rumah sempit mereka di pinggiran kota menuju Gopalpur, sebuah desa tempat kakek-paman Aku tinggal. Di sana, Aku diajak memancing di danau, juga bermain bersama anak ayam, hal yang jarang ia lakukan di kota. Ketika panen tiba, kakek-paman menghalau kelelawar yang menyerang kebun. Aku dan kakek-paman memasukkan bangkai kelelawar ke dalam karung. Saya menyimpulkannya sebagai simbol untuk memungut duka dan kesedihan.
Kebahagiaan Aku tak berlangsung lama. Sepucuk surat membuat ibunya menangis dan mengharuskannya kembali ke kota.
Ketulusan kakek-paman membuat saya trenyuh. Walau ia menderita sakit, ia tetap tersenyum dan tulus menyayangi Aku dan ibunya. Cerita ini merupakan salah satu potret kehidupan keluarga miskin India yang diwarnai kekerasan domestik.
2. Pakaian
Sumita, seperti gadis India pada umumnya, menunggu pinangan dari laki-laki yang datang untuk memilih calon pengantin. Adegan dibuka ketika Sumita sedang mandi di danau bersama dua sahabatnya, Deepali dan Radha. Namun, malang nasib Radha, tiga laki-laki yang datang untuk mencari istri menolaknya karena kulit Radha dianggap terlalu gelap. Sama seperti di Indonesia, stereotip gadis cantik India adalah yang memiliki rambut panjang hitam mengilap dan kulit halus dan berwarna terang.
Somesh Sen, pria keturunan India yang lama tinggal di California, mencari calon istri ke tempat Sumita. Demi calon pengantinnya (berharap agar dipilih), Sumita mengenakan sari pemberian ayahnya. Sari itu berwarna dasar merah muda, sulamannya berupa bintang-bintang kecil yang bertaburan di atasnya, dan benangnya terbuat dari emas zari asli. Sari paling mewah yang pernah Sumita lihat. Seperti dugaannya, Somesh terpikat dan meminang Sumita. Satu minggu kemudian, Sumita diboyong ke California untuk tinggal bersama Somesh dan kedua orangtuanya.
Somesh adalah pria baik-baik berasal dari keluarga baik-baik. Ia memiliki sebuah toko 24 jam bernama 7-Eleven. Karena ia bermitra dengan orang lain, maka ia tak bisa meninggalkan toko itu terlalu lama.
Suatu kejadiaan naas menimpa pasangan pengantin baru tersebut. Di hari naas tersebut, Sumita harus mengenakan sari berwarna putih dan memendam cita-cita yang belum sempat tercapai.
Kisah ini begitu tragis. Bagi kebanyakan keluarga India, Sumita bisa dianggap sebagai pembawa sial. Namun, mertuanya begitu penuh kasih sehingga membiarkannya tinggal bersama mereka.
3. Jalan Perak, Atap Emas
Jayanti, gadis asal Calcutta, memutuskan untuk melanjutkan kuliah ke Chicago, sebuah kota di belahan dunia yang belum pernah dijamahnya. Sebelumnya, ia menulis surat pada bibinya, Pramita, yang setelah menikah tinggal di Amerika bersama suaminya, paman Bikram.
Ketika memasuki apartemen bibinya, Jayanti terperangah mendapati tempat itu tidak sesuai dengan harapannya. Alih-alih mendapati apartemen mewah dan terawat, Jayanti harus menetap di kompek apartemen suram berbau kari basi. Harapan Jayanti akan kehidupan baru yang layak juga hancur ketika pamannya dengan ketus berkata bahwa semua impian orang India di Amerika akan sirna ketika mereka berhadapan dengan kenyataan yang keras. Jayanti juga terkejut mendapati paman Bikram memegang sekaleng bir, kebiasaan yang dianggap menjijikkan di kampung halamannya.
Dan perkataan paman Bikram benar adanya. Orang kaukasia tidak menyukai (bahkan membenci) orang dengan kulit berwarna. Negara kapitalis begitu kejam, terutama terhadap pendatang.
Saya merasa cerita ini begitu suram, sehingga membuat saya sesak saat membacanya. Entah hanya di buku fiksi saja, atau pria India memang gemar bermain tangan pada istrinya.
4. Kata Cinta
Kisah ini diceritakan dari sudut pandang orang kedua. Adalah seorang perempuan India yang tinggal bersama Rex, pria asing yang baru dikenalnya selama tiga bulan. Si perempuan adalah mahasiswa Berkeley yang hampir mendapat gelar Ph.D Ibunya yang tinggal di Calcutta adalah wanita yang kaku dan memegang teguh adat Hindu. Si perempuan pernah hampir diusir ketika kecil, saat ia nekat menonton film Hindi di bioskop. Ibunya berkata bahwa film seperti itu memerosotkan moral. Ketika ia sampai di rumah, ibunya sudah menyiapkan koper berisi pakaian si perempuan. Tetapi, mereka kembali berpelukan, mencoba melupakan perisiwa tersebut.
Kejadian itu terulang ketika ibu si perempuan meneleponnya di luar jadwal. Ketika itu, Rex yang menerimanya. Si perempuan hendak dijodohkan dengan pria India kasta Brahmin, seorang eksekutif terpandang. Si perempuan menolaknya dengan alasan ia mencintai pria pilihannya. Si ibu tidak mau mengakuinya sebagai anaknya, dan memutuskan hubungan.
Depresi, si perempuan tidak bisa berkonsentrasi dalam perkuliahan. Ia juga seperti tidak pernah mendengar perkataan Rex. Cinta, kata yang maknanya masih ia cari.
Kisah ini merupakan salah satu kisah favorit saya, tentang betapa seorang anak Asia sangat begantung dan kuat hubungannya dengan orangtuanya (terutama ibu). Berbeda dengan orang barat yang selepas usia 18 bisa menentukan jalan hidupnya sendiri, anak Asia yang terikat oleh adat dan agama tidak bisa seenaknya menjalankan kehidupannya.
5. Hidup Yang Sempurna
Salah satu cerita paling memikat dari buku ini. Meera, seorang wanita modern asal Calcutta yang kuliah dan bekerja di sebuah bank ternama di San Francisco, menolak konsep pernikahan, apalagi memiliki anak. Ia menganggap pernikahan bukanlah suatu keharusan, dan anak kecil itu merepotkan. Ia berhubungan dengan pria Amerika bernama Richard yang memiliki pandangan serupa.
Suatu hari, seorang anak kecil kurus berusia tujuh tahun nyasar ke apartemennya. Tak tega, Meera mengajaknya masuk, memberinya makan, mengajarinya banyak hal, hingga rasa sayang tumbuh di hatinya. Tapi, kebahagiaan itu harus berakhir karena perbuatan Meera dianggap ilegal. Menyimpan anak yang tidak jelas identitasnya menyalahi hukum di sana. Anak kecil yang diberi nama Krishna itu harus tinggal bersama ibu asuh lain selama proses adopsi selesai.
Mungkin ini salah satu kisah yang tidak berbau kultural namun tetap memikat dan meninggalkan kesan mendalam. Penulis seolah ingin menyampaikan bahwa setiap wanita memiliki naluri keibuan.
6. Kisah Si Pembantu
Cerita ini merupakan salah satu cerita terpanjang di buku ini, memakan 69 halaman. Salah satu cerita yang paling saya suka juga. Berkisah tentang sari kuning kunyit yang membawa kesedihan. Manisha, gadis yang mendambakan dekapan hangat dari ibunya, tumbuh dewasa. Ia memiliki kekasih, Bijoy, seorang profesor Psikologi di universitas di California.
Manisha sangat dekat dengan bibinya, Deepa Mashi, yang tidak memiliki anak. Suatu obrolan ringan tentang pernikahan menggiring pada topik sari pernikahan. Manisha berkata, ia akan mengenakan sari warna kuning kunyit. Deepa Mashi lalu bercerita tentang kisah sedih dibalik sari kuning kunyit tersebut.
Banyak muatan dalam cerita pendek ini: ketulusan, kepercayaan, pelecehan seksual, dan pilihan.
7. Kehilangan
Seorang suami kehilangan istrinya begitu saja, tanpa jejak. Setiap sore, si istri suka berjalan-jalan sendirian sekembalinya suami bekerja. Dan sore itu adalah sore yang naas. Si istri tidak kembali. Pasangan suami istri itu jarang cekcok. Mereka dikaruniai seorang putra. Si suami berpikir keras mencari alasan perginya si istri, tapi ia tidak menemukan apa-apa.
Cerita paling pendek di buku ini dan yang paling membosankan, tidak meninggalkan kesan apa-apa.
8. Pintu
Preeti yang sudah lama tinggal di Amerika hendak menikah dengan Deepak yang baru saja datang ke Amerika untuk studi. Hubungan keduanya mendapat tentangan dari dua belah pihak, karena masalah budaya yang berbenturan. Namun, Preeti bersikukuh ingin menikah dengan Deepak. Mereka hidup rukun bahagia, hingga dijuluki sebagai pasangan serasi.
Ada perbedaan di antara keduanya: Preeti suka mengunci pintu, sedangkan Deepak lebih suka membiarkannya terbuka.
Masalah muncul ketika sahabat Deepak datang dari India. Namanya Raj. Kehadirannya mengusik kedamaian di rumah pasangan tersebut. Raj yang berisik dan ceria, tingkahnya sangat annoying bagi Preeti. Lebih buruk lagi, Raj akan tinggal bersama mereka selama masa studinya.
Hal yang bisa saya petik dari cerita ini adalah dengarkanlah firasat orangtua dan para sahabat, apalagi dalam hal pernikahan.
9. Pemeriksaan Ultrasonografi
Anjali dan Arundhati adalah sepupu yang hamil pada saat bersamaan. Mereka saling mengabari keadaan masing-masing. Anjali tinggal di Amerika, sedangkan Runu (demikian Arundhati dipanggil) ada di India.
Mulanya komunikasi mereka lancar, hingga Anjali mendapati hal ganjil ketika ia menelepon sepupunya tersebut. Akhirnya, Runu menelepon Anjali diam-diam, mengatakan bahwa ia ketakutan karena mertua dan suaminya ingin ia mengaborsi janin yang dikandungnya karena diduga berjenis kelamin perempuan.
Di India, bagi kasta tertentu, mereka menginginkan anak pertama adalah laki-laki, sebagai simbol harkat dan martabat marga. Saya pernah menonton acara yang dipandu oleh Aamir Khan tentang realitas kehidupan di India, dan hal ini pernah menjadi topik dalam acara tersebut. Miris rasanya, ada keluarga yang rela membunuh darah daging sendiri gara-gara jenis kelamin. Di bab ini, ada satu kalimat yang sangat menohok, “di India, dunia dikuasai oleh laki-laki.”
10. Perselingkuhan
Abha dan Meena adalah sahabat karib. Suami Abha, Ashok, juga cukup akrab dengan Meena. Suatu sore biasa, Ashok tiba-tiba memberi kabar pada Abha bahwa Meena berselingkuh. Biasanya Meena mengatakan apa saja pada Abha, tapi tidak tentang hal itu.
Di pesta ulang tahun perkawinan kerabat mereka, Meena datang memakai choli minim dan berdansa dengan Ashok, membuat Abha curiga bahwa ada sesuatu dengan keduanya.
Ditambah dengan kunjungan tak terduga dari suami Meena ke rumah Abha. Srikant dengan canggung mengatakan bahwa ia akan bercerai dengan Meena. Timbul iba dan simpati pada Srikant, dan ada getaran lain yang dirasakan oleh Abha, sesuatu yang tidak ia rasakan ketika bersama Ashok.
Kisah ini mengambil tema pasaran sebetulnya. Namun Divakaruni mampu mengemasnya dengan menarik. Saya menyukai deskripsinya, penggambaran Abha yang rapuh dan Meena yang dinamis.
11. Bertemu Mrinal
Asha bercerai dari suaminya Mahesh. Mereka memiliki anak laki-laki usia remaja bernama Dinesh yang gandrung akan musik metal.
Suatu hari, Asha mendapat kejutan. Sahabat sekaligus rival masa remajanya, Mrinal, meneleponnya dan mengatakan ingin bertemu.
Mrinal yang lebih cantik, cerdas, sukses dalam karir, tapi belum juga menikah. Ia berkata ia puas dengan yang dimilikinya, puas dengan pandangan kagum laki-laki yang dijumpainya, dan ia tak mau merosot menjadi seorang ibu rumah tangga. Asha tersentak mendengar perkataan Mrinal. Ia bercerita tentang betapa Mahesh mencintainya, dan keluarganya yang harmonis. Mrinal iri dengan apa yang dimiliki Asha, demikian juga sebaliknya.
Manusia memang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya, dan pepatah rumput tetangga terlihat lebih hijau juga benar adanya, terutama dalam kisah ini.
Benang merah dari seluruh kisah ini adalah perkawinan yang diatur. Hingga saat ini, praktek perjodohan masih berlaku di kalangan orang India, bahkan keturunan India yang tinggal di Indonesia (soalnya kerabat saya pernah curhat tentang hal ini). Kedengaran kuno, tapi di zaman modern di mana orang-orang sibuk dengan pekerjaannya, perjodohan menjadi salah satu solusi untuk mencari pasangan hidup.
Secara keseluruhan, saya menyukai buku ini yang kental dengan adat dan tradisi India. Mungkin para imigran bernasib lebih baik karena adat tidak terlalu ketat mengungkung. Untuk perempuan yang tinggal di India, sudah harga mati harus mengikuti adat dan keinginan keluarga. Apalagi perempuan yang sudah menikah, ia sudah dianggap menjadi milik suami dan mertuanya.
Beberapa perempuan dalam kisah ini mendambakan kebebasan dengan cara melarikan diri atau bercerai, yang merupakan aib bagi masyarakat India.
Saya juga belajar beberapa kosakata India (ada glossary di halaman belakang). So far, buku ini merupakan buku kumpulan cerita favorit saya.
Sudah menjadi takdir perempuan untuk meninggalkan apa yang sudah dikenalnya dan memasuki yang tidak dikenalnya. (hal. 29)
Negeri keparat ini, seperti dain, tukang sihir—pura-pura memberi, lalu merebut semuanya kembali. (hal. 73)
Perempuan bukan boneka atau budak. (hal. 226)
Dia akan menyadari bahwa hidup yang sempurna hanyalah ilusi. (hal. 359)
Happy Friday ^^
[Book Review] Pasung Jiwa by Okky Madasari
Judul: Pasung Jiwa
Penulis: Okky Madasari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Mei 2013
Tebal: 328 halaman
ISBN: 978-979-22-9669-3
Kategori: Novel Fiksi
Genre: Sastra Indonesia, Sosial Budaya
Beli di: Mbak Maria
Harga: Rp. 41,250
Kalimat pembuka:
Seluruh hidupku adalah perangkap.
Apakah kehendak bebas benar-benar ada?
Apakah manusia bebas benar-benar ada?Okky Madasari mengemukakan pertanyaan-pertanyaan besar dari manusia dan kemanusiaan dalam novel ini.
Melalui dua tokoh utama, Sasana dan Jaka Wani, dihadirkan pergulatan manusia dalam mencari kebebasan dan melepaskan diri dari segala kungkungan. Mulai dari kungkungan tubuh dan pikiran, kungkungan tradisi dan keluarga, kungkungan norma dan agama, hingga dominasi ekonomi dan belenggu kekuasaan.
Senang rasanya bisa selesai membaca novel yang menjadi salah satu finalis Khatulistiwa Literary Awards 2013. Novel ini juga diusulkan Indah link ada di sini
Terus terang saya agak kebingungan mau menulis apa, saking bagusnya buku ini. Banyak isu yang diangkat dalam Pasung Jiwa, diantaranya LGBT, hubungan anak dengan orangtua, bullying, perlakuan anggota militer zaman Orba, premanisme berkedok agama, juga persahabatan.
Sasana, anak dari ayah yang berprofesi sebagai pengacara, dan ibu yang bekerja sebagai dokter bedah, memiliki kehidupan yang membuat orang iri. Ia bersekolah di sekolah ternama, mendapat pendidikan non-formal di bidang musik (Sasana mahir bermain piano sejak usia dini), dan fasilitas mewah lainnya. Namun, semua itu tidak membuat hidupnya bahagia. Ia merasa terkurung dan kebebasannya terkubur.
Suatu hari, ia mendengar keramaian di dekat rumahnya. Rupanya ada pertunjukan dangdut yang ramai dikunjungi oleh orang kampung. Sasana terpana. Ia tersedot dalam ekstase musik dan goyang dangdut. Sejak saat itu, Sasana merasa dangdut adalah bagian dari kepribadiannya.
Ketika orangtua Sasana memergokinya sedang asyik berjoget dangdut di tengah penonton, ia disuruh pulang dan diinterogasi. Musik dangdut resmi di-banned di rumah itu. Sasana harus menahan diri untuk tunduk dengan peraturan orangtua dan belajar sebaik-baiknya agar menyenangkan ayah ibunya.
Hiburan Sasana adalah adiknya, Melati, yang cantik dan lucu. Diam-diam Sasana merasa iri dengan adiknya yang berpenampilan cantik dengan baju-baju berwarna-warni menarik.
Di sekolah barunya yang homogen, Sasana menjadi dipukuli oleh gank anak-anak pejabat. Ia dianiaya secara fisik dan dimintai uang sebagai biaya member gank. Ternyata, anak-anak kelas satu lainnya juga mendapat perlakuan serupa.
Ketika Sasana mendapat luka parah karena dikeroyok gank tersebut, ibunya murka dan meminta ayah Sasana untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Tak berdaya karena masalah kekuasaan, Sasana pindah ke sekolah heterogen di mana ia bisa bergaul dengan lebih aman dan nyaman.
Menginjak bangku kuliah, Sasana pindah ke Malang. Di sana ia tidak menyelesaikan pendidikannya. Ia memilih DO dan bergabung bersama Cak Jek, orang yang ia kenal di warung Cak Man, dan kemudian mereka membentuk duo dangdut dan ngamen ke mana-mana. Sasana memilih dipanggil Sasa karena ia mengubah penampilannya menjadi feminin. Ia juga bertemu dua anak kecil yang menjadi bagian dari grupnya.
Berbagai peristiwa terjadi membawa duka dan trauma. Untuk mencari arti kebebasan, Sasa dan Cak Jek harus menempuh perjalanan berliku dan menyakitkan.
Pasung Jiwa adalah novel pertama karya Okky Madasari yang saya baca dan saya langsung terpikat. Plotnya mengalir lancar, menggunakan POV pertama dari sudut pandang Sasana/Sasa dan Jaka Wani (Cak Jek). Tidak ada kata-kata indah dalam novel ini, tapi menohok dan membuat saya merenung tentang banyak hal, terutama kebebasan yang menjadi tema utama novel ini. Seperti kata pepatah, Freedom is an illusion, kebebasan sejati mungkin tidak akan pernah terjadi karena kita hidup di dunia ini, dalam tatanan sosial yang terbentuk dari berbagai peraturan, mulai dari aturan orangtua, agama, sekolah, juga pemerintah. Yang melanggar peraturan atau menolak untuk tunduk dianggap mengancam stabilitas tatanan tersebut, bahkan dianggap tidak waras.
Saya sempat menitikkan airmata di beberapa bagian, terutama waktu Sasana di-bully dan tidak mendapat keadilan, sewaktu ibunya memilih untuk tinggal bersamanya, juga sewaktu ia disiksa dan dilecehkan di markas koramil.
Tokoh Jaka Wani juga digambarkan sebagai provokator, ahli persuasi. Dari seorang pengamen, buruh pabrik, nelayan hingga ketua Laskar Malang, Jaka juga mencari arti hidupnya sendiri, merasa terpenjara karena keadaan.
Masih ditemukan beberapa typo, namun tidak mengurangi esensi cerita.
Pasung Jiwa mengambil setting waktu pra dan paska kejatuhan Suharto, menggambarkan kekuasaan militer dan pejabat yang berlaku sewenang-wenang.
Saya tak sabar ingin membaca karya Okky Madasari yang lain.
Reight Book Club General Discussions:
1. First impression
Cover Pasung Jiwa sangat mewakili temanya, yaitu kebebasan individu yang terkungkung.
2. How did you experience the book?
Tidak perlu waktu lama untuk menyelami karakternya. Saya langsung terhanyut di beberapa halaman pertama.
3. Characters
Sasana berubah menjadi Sasa dan Cak Jek juga mengubah namanya yang tadinya Jaka Wani menjadi Jaka Baru karena mereka bertumbuh.
4. Plot
Plotnya mengalir lancar dengan alur maju.
5. POV
Dari sudut pandang pertama, dinarasikan oleh Sasana/Sasa dan Jaka Wani.
6. Main Idea/Theme
Tentang kebebasan individu.
7. Quotes
Pagi adalah awal kehidupan. (hal. 103)
8. Ending
Cukup memuaskan untuk saya.
9. Questions
Stay tuned di blog ini besok ya, ada wawancara dengan penulisnya 🙂
10. Benefits
Pasung Jiwa membuat saya merenungkan banyak hal, tentang kebebasan individu yang sebenarnya juga penghakiman berdasarkan kebenaran kolektif.
Until next time ^^