Monthly Archives: September 2013
[Book Review+Giveaway] Roma: Con Amore by Robin Wijaya @Gagasmedia
Judul Buku: Roma: Con Amore
Penulis: Robin Wijaya
Penerbit: Gagasmedia
Terbit: Februari 2013, Cetakan Pertama
Jumlah Halaman: 384
ISBN: 9789797806149
Kategori: Novel Fiksi
Genre: Romance, Travel Literature
Kalimat pertama:
Pembaca tersayang,
Banyak jalan menuju Roma. Banyak cerita berujung cinta. Robin Wijaya, penulis novel Before Us dan Menunggu mempersembahkan cerita cinta dari Kota Tujuh Bukit.
Leonardo Halim, pelukis muda berbakat Indonesia, menyaksikan perempuan itu hadir. Sosok yang datang bersama cahaya dari balik sela-sela kaca gereja Saint Agnes. Hangatnya menorehkan warna, seperti senja yang merekah merah di langit Kota Roma. Namun, bagaimana jika ia juga membawa luka?
Leo hanya ingin menjadi cahaya, mengantar perempuan itu menembus gelap masa lalu. Mungkinkah ia percaya? Sementara sore itu, di luar ruang yang dipenuhi easel, palet, dan kanvas, seseorang hadir untuk rindu yang telah menunggu.
Setiap tempat punya cerita. Roma seperti sebuah lukisan yang bicara tanpa kata-kata.
Enjoy the journey,
EDITOR
——————————————————————————————————————————————————————-
“Dia? Leo menyeringai kecil ketika mengenangnya. Kalau pun takdir mengharuskan mereka bertemu lagi, suatu hari nanti, Leo berharap semoga ada cara lebih baik untuk mempertemukan mereka, bukan karena masalah lukisan yang tertukar.“
Leonardo Halim adalah seorang seniman muda Indonesia yang mempunyai masterpiece seperti jajaran pelukis kelas dunia. Ia kemudian mendapat kesempatan untuk ikut proyek pameran seni di Roma, Italia. Kemampuan melukisnya bahkan diakui di Roma, dan salah satu lukisannya yang berjudul Tedak Siten terjual di pameran tersebut. Akan tetapi masalah datang saat si pembeli mengatakan bahwa lukisan tersebut tidak sampai ke tangannya – padahal kurir sudah sampai di alamat pengiriman. Masalah itulah yang mempertemukan Leo dengan seorang perempuan Indonesia di Roma bernama Felice Patricia.
“Bayangan dan tingkah polah perempuan itu masih melekat jelas dalam kepalanya. Aneh, mestinya sesuatu yang menyebalkan harus segera diusir pergi, bukan malah berdiam dan mengambil tempat dalam memori…. Kejadian hari ini… Mungkin ia akan ingat selamanya.“
Pertemuan pertama Leo dan Felice tidak berjalan menyenangkan; karena meskipun sebenarnya Felice yang bersalah, perempuan itu sama sekali tidak mau mengakuinya. Keduanya pun berpisah dengan kesan pertama yang tidak begitu baik. Setelah menyelesaikan pameran tersebut, Leo berpulang kembali ke Indonesia. Kehidupannya di Indonesia ia habiskan bersama dengan Marla, kekasihnya, yang selalu merawat Leo saat ia terlalu sibuk mengerjakan lukisan. Tak lama kemudian, sahabat Leo bernama Dewa menawarkan lelaki itu untuk ikut sebuah pameran seni di Bali. Setelah mendapat persetujuan dari Marla, akhirnya Leo berangkat untuk menghadiri pameran itu.
Sedangkan kehidupan Felice di Italia ia habiskan dengan sahabatnya, Tenny, dan kekasihnya yang bernama Franco – yang adalah seorang pemain sepakbola. Bagi Felice, Franco adalah sosok kekasih yang begitu mencintainya dan seringkali menghujaninya dengan gombalan-gombalan yang manis. Meskipun Franco selalu sibuk, Felice selalu berusaha bertemu dengan lelaki itu – terlebih lagi ia akan segera berpulang ke Indonesia untuk menghadiri pernikahan kakaknya, Anna. Awalnya Felice sempat ragu soal kepulangannya, karena ia tidak ingin bertemu Mama. Sejak Mama-nya berpacaran dengan seorang lelaki beristri, hubungan Felice dengannya semakin memburuk. Namun Felice tetap memantapkan hati, dan berangkat ke Bali.
“Suatu hari. Suatu waktu. Ketika kita dipertemukan kembali, tanyakan pada hati; apakah kita akan mengulang cerita lalu atau mengisinya dengan yang baru?“
“Kita menggantung kata perpisahan. Diam-diam menaruh harapan dan keinginan untuk dipertemukan lagi kelak.“
Leo dan Felice pun dipertemukan kembali di Bali. Felice mengalami pertengkaran hebat dengan Mamanya, membuat ia pergi keluar begitu saja dari penginapan. Tidak mempunyai arah tujuan, Felice menemukan brosur pameran seni yang diadakan di Taman Budaya – dan memutuskan untuk pergi ke sana. Nama Leonardo Halim adalah satu-satunya yang ia kenal, dan Felice memutuskan untuk menemui lelaki itu. Tanpa mereka rencanakan, secara alami pembicaraan pun mengalir, kebersamaan keduanya pun berlangsung lama. Leo menceritakan banyak tentang lukisan dan idolanya, Michelangelo. Satu waktu itu menjadi momen yang berkesan untuk keduanya.
“Tak pernah Felice merasa hatinya demikian hangat, seperti disinari matahari musim semi yang selalu mampu memberi kehidupan baru.
Dan lebih dari itu semua, lelaki itu tahu, bagaimana cara untuk membuat Felice merasa dihargai.“
Meskipun keduanya harus berpisah sekali lagi, Leo dan Felice dipertemukan kembali di Roma – tempat mereka pertama kali bertemu. Perlahan-lahan tanpa disadari, perasaan yang lebih mulai muncul dalam hati masing-masing. Meskipun demikian, ada banyak sekali masalah yang ada di sekitar mereka. Fakta tentang Franco, masalah keluarga Felice yang tak kunjung selesai, dan juga fakta tentang kekasih Leo yang sama sekali tidak pernah diketahui oleh Felice. Kisah cinta mereka yang bermula di Roma, lukisan The Lady yang amat berharga bagi keduanya, akankah berakhir dengan bahagia?
“Cinta? Tenny menyebutnya begitu. Terdengar aneh dan naif, bahkan keduanya tak punya status spesial. Tapi bukankah cinta memang datang perlahan? Menghuni hati tanpa perencanaan lebih dulu? Bahkan, sebelum perasaan terungkap, manusia sudah lebih dulu menyimpannya.”
Dari seluruh karakter yang ada, aku rasa karakter Felice yang paling terasa dalam karena pembaca juga mengetahui latar belakang keluarganya. Akan tetapi karakter yang menjadi favoritku dalam cerita ini adalah Marla. Meskipun aku tidak akan menceritakan konfliknya secara detil (no-spoiler), tetapi aku sangat kagum dengan tindakan dan pilihan yang diambil oleh Marla. Jika aku dalam posisi yang sama sepertinya, mungkin aku akan melakukan hal yang serupa. Kemunculan Marla dalam cerita ini memang tidak banyak, tetapi ia adalah karakter yang meninggalkan kesan paling dalam untukku 🙂
Secara keseluruhan, aku sangat menikmati kisah cinta manis yang dituliskan oleh Robin Wijaya ini. Gaya penulisannya yang mengalir dilengkapi dengan deskripsi detil membuatku merasakan suasana Roma yang terasa romantis. Beberapa penggunaan bahasa Italia dalam ceritanya membuatku sedikit belajar 🙂 Aku selalu menikmati karya tulisan Robin Wijaya dan akan menantikan karya yang selanjutnya :))
Reviewed by.stefaniesugia♥
Yuk, yang mau mendapatkan 3 paket novel serial #STPC @Gagasmedia @Bukune merapat kemari. Caranya gampang banget:
1. Follow akun @Gagasmedia @Bukune dan @robinBIEwijaya
2. Twit link review + giveaway ini dengan kalimat seperti ini:
Mau dapetin paket novel #STPC dari @yuska77 @Gagasmedia @Bukune? Klik aja
3. Isi di kolom komentar tentang pendapatmu mengenai review novel Roma: Con Amore. Jangan lupa untuk mencantumkan:
Nama, akun twitter, dan email.
4. Setiap komentar yang kamu tinggalkan di tiap postingan dan twit selama proyek #STPC berlangsung akan mendapat 1 entry. Misalnya, kamu ngetwit link review + giveaway Roma juga meninggalkan komentar, maka kamu mendapatkan 2 entries.
5. Jangan lupa, besok ada postingan interview bersama Robin Wijaya. So, stay tuned ya.
6. Giveaway STPC dimulai dari tanggal 1 September – 30 September 2013. Kamu bisa mengisi kolom komentar + tweet giveaway ini selama event STPC berlangsung.
7. Pengumuman pemenang tanggal 5 Oktober 2013
Good luck 🙂
#STPC Interview: Meet the Editor Widyawati Oktavia @Bukune
Ketemu lagi dengan segmen Meet the Editor. Senang banget bisa menculik mbak Widya untuk bertanya-tanya tentang rahasia dapur STPC Bukune. Langsung aja kita simak wawancara berikut 🙂
Bisa diceritakan bagaimana proses novel serial STPC, mulai dari ide, brainstorming, hingga pemilihan penulis?
Ide serial STPC ini diajukan oleh Mbak Windy Ariestanty—pemred GagasMedia & koordinator Bukune—ke GagasMedia dan Bukune. Kami diharapkan menggarap seri ini bersama agar memberi warna pada novel-novel yang sudah ada. GagasMedia dan Bukune berbagi negara-negara yang akan diceritakan, lalu kami mengonsep ciri khas penerbit masing-masing. Hal ini termasuk penulis, isi cerita, setting isi, desain cover, dan sebagainya. Setelah hal tersebut ada, Bukune dan GagasMedia duduk bareng untuk sharing dan brainstroming agar konsep yang diberikan kepada pembaca lebih maksimal dan ada ciri “pembeda” juga di antara kedua penerbit.
Untuk pemilihan penulis sendiri, berdasarkan pertimbangan penerbit masing-masing. Kalau di Bukune, kami menawarkan negara dan “gong” waktu (sunset, sunrise, night, sunny, rainy, snowy) kepada penulis yang ditunjuk. Penulis dapat memilih negara yang lebih dikuasai dan dipersilakan saling diskusi juga jika ada yang ingin tukar negara dengan penulis lain. Outline para penulis ini dikirimkan ke semua penulis yang ikut proyek ini untuk menghindari kesamaan cerita. Waktu penulisan dibagi berdasarkan urutan cerita yang akan terbit. Hal ini juga didiskusikan dengan para penulis agar deadline yang dibuat sesuai dengan jadwal mereka.
Apa mbak Widya suka traveling? Jika iya, dari semua tempat yang dibuat setting novel STPC, kota/negara mana yang paling ingin mbak kunjungi?
Ya, saya termasuk orang yang suka traveling. Dulu, sempat menelusuri beberapa gunung dalam beberapa pendakian bersama teman-teman kuliah. Kalau untuk harapan, saya sangat ingin mengunjungi Venesia. Ingin naik gondola dan menyusuri lorong-lorong tempat yang digambarkan indah dan unik itu. Juga pastinya ingin mendapatkan suasana romantisnya. 😀
Ada pengalaman menarik sewaktu mengedit novel-novel STPC?
Yang paling menarik saat mengedit adalah semua cerita di seri STPC membuat saya ingin mengunjungi tempat-tempat itu. Jadi, setiap ganti lokasi cerita, berganti lagi kepenginannya. Pastinya, ingin juga merasakan kisah cinta dan momen-momen romantis seperti yang dialami tokoh-tokohnya. :’)
Saya terkesan dengan cover novel STPC Bukune terkesan klasik. Dari semua novel tersebut, mana yang covernya paling Mbak sukai? Alasannya?
Kalau disuruh memilih, saya bingung, nih, soalnya semua cover punya keunikan tersendiri. Juga mewakili setiap tempat dalam cerita tersebut. Ilustrasi yang ada di cover dipilih yang paling khas dan paling menarik dari lokasi yang ada di cerita. Jadi, saya suka semuanya. Langsung tergambar “cerita” yang ada di balik “tempat” tersebut.
Tapi, aura klasik tempat-tempat di Barcelona membuat saya semakin ingin ke Venesia. Membuat saya berpikir, kalau tidak kesampaian ke Venesia, Barcelona juga boleh. Ada yang mau mengajak saya ke sana? :p
Berapa lama waktu yang diperlukan untuk membuat sebuah novel, mulai dari awal hingga selesai editing?
Untuk seri STPC ini, para penulis diberi waktu sekitar tiga bulan untuk menyelesaikan novelnya. Waktu editing dan revisi sekitar satu-dua bulan, tergantung tingkat revisinya.
Seandainya Mbak Widya diminta untuk menulis novel STPC, lokasi yang menurut Mbak paling keren untuk dijadikan setting di mana?
Saya ingin menulis cerita dengan lokasi Venesia. Ada banyak cerita yang sepertinya bisa saya ceritakan dari sana, terutama kisah cinta. Dengan latar senja, mungkin saja, tokoh saya menghanyutkan cinta dari gondola atau juga malah menemukan sebuah cinta tak terduga.
Satu kata yang mewakili (judul-judul novel sbb):
Manhattan: Sunset
Barcelona: Sketsa
Zurich: Salju
Beijing: Nostalgia
Leiden: Kanal
Canada: Sunrise
Kita berandai-andai ya ^^. Dari dua penulis ini, siapa yang Mbak Widya ingin ajak untuk terlibat dalam proyek STPC? Alasannya?
1. Dee Lestari
2. Fira Basuki
Saya mau ajak Dee Lestari. Saya suka cerita Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh yang sampai sekarang masih melekat di benak. Dee pastinya sudah terbiasa menggarap latar dan tokoh yang khas.
Dengan gaya penceritaan ala Perahu Kertas, sepertinya, seri STPC yang akan ditulis Dee akan mampu mengisahkan cinta dari sebuah tempat yang unik dan mengesankan.
Apa proyek novel serial selanjutnya yang akan Mbak Widya garap?
Saat ini, Bukune sedang ada proyek roman kultural. Novel romance yang mengangkat budaya kental di berbagai daerah Indonesia dengan kemasan dan gaya penceritaan roman modern (bukan klasik). Elemen kuat dalam novel dengan genre kategori dewasa ini adalah kisah percintaan yang dilatari budaya setempat.
Sebenarnya, novela “Carano” di buku Penjual Kenangan (Bukune, 2013) yang saya tulis diharapkan mampu menjadi salah satu pembuka untuk masuk ke seri ini. Namun, akan perbedaan kemasan dan gaya penceritaan dengan seri roman kultural yang sedang digarap (yang berupa novel utuh). Kesamaannya adalah adanya unsur konflik budaya dan nuansa lokalitas.
Dalam cerita “Carano”, budaya Minangkabau mewarnai konflik dan membalut kisah cinta sang tokoh. Namun, tentu saja, ada nilai-nilai luhur yang ada di balik konflik tersebut. Tokoh cerita harus mampu melihat peluang konflik itu untuk menjadi tokoh yang lebih baik.
Seri ini diharapkan mampu mengingatkan kita kembali bahwa tradisi dalam budaya kita begitu kaya—yang terkadang mungkin “terlupakan”. Namun, apakah hal itu akan menjadi penghalang bagi kita yang sudah bersentuhan dengan zaman yang modern ataukah nilai-nilai luhurnya mampu mengembalikan kita ke “rumah” yang sebenarnya? Kita tunggu, ya, Seri Roman Kultural Bukune. Coming soon!
Ada tip singkat untuk penulis baru yang ingin mengirim naskahnya ke Bukune? Apa yang harus diperhatikan?
Perhatikan konflik ceritamu. Konflik itu tidak harus tokohnya menderita penyakit yang sangat-sangat parah, kecelakaan fatal, ataupun mati. Kembangkan dan perkuat unsur-unsur utama dalam cerita, antara lain tema, tokoh, latar (tempat, waktu, suasana), konflik, sudut pandang cerita, gaya bahasa. Jika hal itu saling berkesinambungan, kamu akan menghasilkan cerita yang kuat dan khas meski dengan tema yang mungkin “pasaran”.
Perhatikan juga cara penulisan novel. Ejaan, pemilihan diksi, pembagian paragraf, bagaimana pembagian dialog dan narasi, dan hal-hal penting lainnya.
Perihal unsur cerita, bahasa, dan semacamnya itu, kamu bisa pelajari dari novel-novel “best seller/recommended” yang sudah terbit ataupun dari buku-buku tip menulis, ataupun dari web tentang kepenulisan yang ada saat ini.
Lakukan self-editing agar kamu juga paham di mana “kekurangan” naskahmu dan memperbaikinya lebih dahulu sebelum sampai ke tangan editor.
Paling penting juga, jangan menyerah kalau mengalami penolakan naskah. Jadikan hal itu sebagai motivasi diri kamu buat belajar dan memperbaiki ceritamu lagi.
Jangan bosan untuk terus belajar dan berusaha. Dan, menulis, tentunya. 🙂
Salam,
Widyawati Oktavia
Terima kasih banyak atas waktunya untuk menjawab 10 pertanyaan dari saya ^^
Jangan kemana-mana karena program giveaway STPC belum berakhir. Sampai ketemu besok.
[Book Review+Giveaway] Swiss: Little Snow in Zurich by Alvi Syahrin @Bukune
Judul Buku: Swiss: Little Snow in Zurich
Penulis: Alvi Syahrin
Penerbit: Bukune
Terbit: Juni 2013, Cetakan Pertama
Jumlah Halaman: 308
ISBN: 978-602-220-105-2
Kategori: Novel Fiksi
Genre: Romance, Travel Literature
Harga: Rp. 52,000
Kalimat pertama:Angin menyentilku.
Di Zürich,
Ada kisah tentang salju yang hangat, tentang tawa yang mencair. Membuat Yasmine tersenyum bahagia.
“Ich liebe dich,”—aku mencintaimu—bisik gadis itu, membiarkan repih salju membias di wajahnya. Manis cinta dalam cokelat yang laki-laki itu berikan membeku menjadi kenangan di benaknya, tak akan hilang.
Di puncak gunung Uetliberg—yang memancarkan seluruh panorama Kota Zürich—bola-bola salju terasa hangat di tangannya, kala mereka bersisian. Dan Jembatan Münsterbrücke, jembatan terindah dan tertua di Zürich, seolah bersinar di bawah nyala lampu seperti bintang.
“Jika aku jatuh cinta, tolong tuliskan cerita yang indah,” bisik gadis itu. Ia tahu ia telah jatuh cinta, dan berharap tak tersesat.
Namun, entah bagaimana, semua ini terasa bagai dongeng. Indah, tetapi terasa tidak nyata.
Tschüs—sampai jumpa—
Yasmine, semoga akhir kisahmu indah.
First I need to say that I was really schocked when I realize that the author is a boy. Gosh! I mean, I have read many books written my male authors, but those are fantasy books, not romance! And you know what surprised me more? This book is really good. It is romantic, sweet, and realistic at the same time! Kadang-kadang ketika saya membaca buku roman, saya merasa ceritanya terlalu dibuat-buat. But not this! Saya merasa buku ini benar-benar romantis tapi tidak berlebihan. Mungkin karena laki-laki yang menulisnya, sehingga terasa lebih logis. If you read the book, you won’t see lots of sweet talking or cheesy date. But you’ll see two people , doing something that only they can enjoy! ( I’m talking about their winter plans 😀 ).
Pada awalnya, saya merasakan atmosfir yang sama seperti yang saya rasakan pada Till We Meet Again karangan Yoana Dianika, mungkin karena sama-sama bersetting di Eropa. But actually, both of them are totally different! Even though this book felt a little bit sad and touchy, it doesn’t felt dark. Saya merasa sedih ketika Yasmine ditinggalkan oleh Rakel, saya juga merasa sedih ketika ada tokoh yang meninggal.
The ideas of the book is fantastic. Ide-ide itu juga diceritakan dengan cara yang menyenangkan. Love,friendship,family. Everything is wrapped in one. Also the setting, I love it! Saya merasakan bagaimana dinginnya musim dingin di Zurich, seberapa indahnya banguna-bangunan kota Zurich yang diselimuti salju, juga cerahnya cuaca Zurich yang bersalju. Hanya saja, saya merasa alurnya kurang rapi. Terkadang saya merasa alurnya berjalan lambat di satu waktu lalu cepat dan meloncat-loncat di waktu lain.
One thing that bothered me most : there’s too much naration. Sangat sedikit dialog dalam buku ini, sehingga interaksi antar karakter susah di dapat. Contohnya adalah ketika Yasmine jatuh cinta dengan Rakel. Dari kegiatan yang mereka lakukan, mungkin sebenarnya besar kemungkinannya agar Yasmine menyukai Rakel. But somehow, I felt that she fell in love to fast. Saya belum merasakan buih-buih cinta yang tercipta di antara mereka berdua ketika Yasmine mengatakan bahwa dirinya mencintai Rakel.
For the characters, usually I love stubborn and strong female character. But somehow, saya menyukai kepolosan dan kelembutan yang dimiliki Yasmine. Saya tidak merasa Yasmine adalah gadis cengeng. Saya justru merasa Yasmine adalah gadis unik yang memiliki dunia fotografi yang menyenangkan. For the male lead, Rakel, I guess I don’t have much to say. Begitu pula dengan Elena. But for Dylan, I really wish he would meet a girl that will love him back. Saya juga ingin melihat bagaimana Dylan jatuh cinta pada Yasmine, dan saya merasa agak kecewa karena tidak diceritakan.
Well, I guess that’s all I can say. But remember this, read this book and before you realize it you are on a romantic adventure in Zurich! Saya tidak dapat menjelaskan satu-satu kesan saya mengenai buku ini. Karena , jujur saja, cerita dalam buku ini sangat padat, tapi tentu saja, this book is really great. And, for the author, I’m really pleased with your work and looking forward for the next one.
Reviewed by:
Verina
Yuk, yang mau mendapatkan 3 paket novel serial #STPC @Gagasmedia @Bukune merapat kemari. Caranya gampang banget:
1. Follow akun @Gagasmedia @Bukune dan @AlviSyhrn
2. Twit link review + giveaway ini dengan kalimat seperti ini:
Mau dapetin paket novel #STPC dari @yuska77 @Gagasmedia @Bukune? Klik aja bit.ly/17YRdVb
3. Isi di kolom komentar tentang pendapatmu mengenai review novel Swiss: Little Snow in Zurich. Jangan lupa untuk mencantumkan:
Nama, akun twitter, dan email.
4. Setiap komentar yang kamu tinggalkan di tiap postingan dan twit selama proyek #STPC berlangsung akan mendapat 1 entry. Misalnya, kamu ngetwit link review + giveaway Swiss juga meninggalkan komentar, maka kamu mendapatkan 2 entries.
5. Jangan lupa, besok ada postingan interview bersama Alvi Syahrin. So, stay tuned ya.
6. Giveaway STPC dimulai dari tanggal 1 September – 30 September 2013. Kamu bisa mengisi kolom komentar + tweet giveaway ini selama event STPC berlangsung.
7. Pengumuman pemenang tanggal 5 Oktober 2013
Good luck 🙂
Roald Dahl Read-a-long and Giveaway
Memperingati hari lahirnya Roald Dahl, mbak Maria mengadakan event keren yang berhubungan dengan Roald Dahl. Karena gue juga memperingati hari Roald Dahl Mischief Mayhem, maka nggak ada salahnya sekalian ikut 🙂
Selama satu bulan penuh, mbak Maria mengadakan event seru, ada kuis seputar Roald Dahl, dan lain sebagainya. Untuk lebih lengkapnya silahkan berkunjung ke mari.
Untuk rekapan, buku-buku karya Roald Dahl yang sudah gue baca (masih sedikit sih):
The Twits here
James and the Giant Peach here
James and the Giant Peach Movie Review here
Moga-moga masih punya waktu untuk membaca satu atau dua buku Roald Dahl lagi.
[Movie Review] James and the Giant Peach
Title: James and the Giant Peach
Directed by: Henry Selick
Produced by: Tim Burton and Denise DiNovi
Screenplay: Steven Bloom, Karey Kirkpatrick, Jonathan Roberts
Based on: James and the Giant Peach by Roald Dahl
Starring: Paul Terry, Simon Callow, Richard Dreyfuss, Susan Sarandon
Music: Randy Newman
Cinematography: Pete Kozahik, Hiro Narita
Studio: Walt Disney Pictures, Allied Filmmakers, Skellington Productions
Distributed by: Buena Vista Pictures
Running Time: 79 Minutes
Budget: $38 Mill
Box Office: $37,734,758
James and the Giant Peach tidak beda jauh dengan bukunya. Hanya visualisasinya yang berbeda. Pada saat James masih tinggal bersama kedua bibinya yang jahat, ia masih berbentuk manusia. Ketika si lidah buaya tak sengaja tertelan, ia berubah bentuk menjadi kartun, seperti teman-teman serangganya.
Gue suka sekali dengan scoring James and the Giant Peach, nggak sedangdut Charlie. Sepertinya Tim Burton memang penggemar berat Roald Dahl, karena sudah beberapa kali ia menggarap karya Roald Dahl.
Beberapa adegan diperhalus, seperti siksaan terhadap James tidak ditampilkan eksplisit, juga kedua bibi James tergilas saat keduanya berada di dalam mobil. Mereka sehat wal’afiat tidak kekurangan apa pun, hanya mobilnya saja yang penyok.
Untuk animasi, gue melihat kemiripan dengan The Nightmare Before Christmas yang juga gue suka. Mungkin memang ciri khas Selick dan Burton adalah senang dengan nuansa gelap dan mencekam. Agak-agak gothic gitu. Demikian juga dengan James and the Giant Peach yang kemuramannya lebih dominan sebetulnya.
Karena sudah membaca bukunya, gue jadi tidak surprised menonton adegan demi adegan, walau gue masih menikmatinya.
Apakah gue merekomendasikan James and the Giant Peach? Yes, tonton aja di TubePlus kalau mau menonton streaming.
Gue selalu suka dengan film tema persahabatan. This is definitely one of my favorites.
Salah satu adegan favorit adalah ketika laba-laba membuat tempat tidur untuk James, dan lalu laba-laba berkata, “You are a brave boy.” Kening James dikecup, seperti layaknya ibu kepada anaknya. I was really touched.
Lalu, ketika sampai di New York, kedua bibi James muncul dengan dandanan layaknya kuntilanak. Of course, ketebak seperti apa endingnya.
Tonton aja supaya tahu serunya film ini 🙂
Submitted for:
Books into Movie Challenge
#STPC Interview: Meet the Proofreader Jia Effendie @Gagasmedia
Ketemu lagi di segmen interview bersama salah satu orangdi balik layar novel London: Angel. Maaf banget atas keterlambatan postingannya, karena Lust and Coffee sedang sakit dan meringkuk dengan manis di tempat tidur.
Kali ini, Lust and Coffee berhasil mewawancarai salah satu proofreader (yang juga editor di Gagasmedia). Selain itu, dia juga seorang penulis yang aktif melahirkan karya berupa cerita pendek.
Nama: Jia Effendie
Twitter: @JiaEffendie
Facebook
Penulis favorit: Neil Gaiman, Jostein Gaarder, Seno Gumira Ajidarma, Pramoedya Ananta Toer, Roald Dahl.
Menurut Jia, London itu identik dengan:
Kabut, gerimis, Shakespeare, sihir.
Seandainya Jia diminta untuk menulis novel STPC, di mana lokasi yang menurut Jia paling keren untuk dijadikan setting?
Hmm… di mana, ya? Dari dulu sih aku kepingin nulis yang settingnya di Pantai Selatan #halah. Tapi ga masuk sama konsep STPC
OMG, horror jugaPantai Selatan, hihihi. Satu kata yang mewakili London:
Gloomy
Kita berandai-andai ya ^^. Kalau Jia boleh mengajak satu penulis luar negeri untuk terlibat dalam proyek STPC, siapa yang ingin Jia ajak?
Hmm hmm… ga kepikiran
Apa proyek novel selanjutnya yang akan Jia garap? Apa ada rencana untuk merilis novel sendiri?
Ada proyek serial lainnya setelah STPC dan SCHOOL. Tunggu aja. Rencana merilis novel sendiri? Tentu saja!
Ada tips singkat untuk penulis baru yang ingin mengirim naskahnya ke Gagasmedia? Apa yang harus diperhatikan?
Perhatikan benar kelengkapannya. Formulir harus diisi dengan benar, dan tulislah sinopsisnya semenarik mungkin dengan gaya bahasa lugas (jangan kebanyakan pakai metafor, ya, karena ini sinopsis). Sinopsis adalah bahan jualan kamu. Terus, pastikan naskahmu enggak dimulai dengan kalimat: “Seperti biasa, hariku dimulai dengan suara alarm…” atau “Matahari bersinar cerah.”
Tulis naskahmu dengan EYD yang benar. Minimalisasi kesalahan ketik. Artinya, edit dan edit lagi naskahmu sebelum dikirim ke penerbit.
Terima kasih banyak atas waktunya untuk menjawab pertanyaan dari saya.
Jangan kemana-mana karena masih ada postingan review, wawancara dengan penulis #STPC dan pengumuman pemenang STPC Giveaway.
Kisses,
Wishful Wednesday 30: Call the Midwife
Udah berapa lama ya gue absen Wishful Wednesday? Yang jelas hari ini gue menyempatkan untuk ikut ngewish masal sama teman-teman, hehehe.
Iseng banget kemaren browsing buku lalu ketemu deh satu memoar yang kelihatannya menarik untuk dibaca:
Jennifer Worth came from a sheltered background when she became a midwife in the Docklands in the 1950s. The conditions in which many women gave birth just half a century ago were horrifying, not only because of their grimly impoverished surroundings, but also because of what they were expected to endure. But while Jennifer witnessed brutality and tragedy, she also met with amazing kindness and understanding, tempered by a great deal of Cockney humour. She also earned the confidences of some whose lives were truly stranger, more poignant and more terrifying than could ever be recounted in fiction. Attached to an order of nuns who had been working in the slums since the 1870s, Jennifer tells the story not only of the women she treated, but also of the community of nuns (including one who was accused of stealing jewels from Hatton Garden) and the camaraderie of the midwives with whom she trained. Funny, disturbing and incredibly moving, Jennifer’s stories bring to life the colourful world of the East End in the 1950s.
B uku ini sudah dibuat serial TVnya dengan judul yang sama. Cek reviewnya di sini.
Buku berlatar pasca PD2 ini bikin gue panasaran karena memang profesi midwife alias bidan pasti banyak sekali suka-dukanya pada masa itu. Kebayang dramanya pasti cukup banyak secara midwife dan perawat kan mayoritas cewek.
Yang mau ikutan Wishful Wednesday:
- Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
- Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) atau segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan bookish kalian, yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku/benda itu masuk dalam <emwishlist kalian ya!
- Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr Linky yang ada di akhir postingan. Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
- Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)
Happy Wednesday.