Blog Archives

Kid Reads: The Little Engine that Could

image

Welcome to our new segment. Starting this month, I’m going to review children’s books, and perhaps, give some recommendations. Kid’s books are fun to read. It’s full colors, lightweight, and easy to absorb. The message is clear too. Each book has a purpose and, I feel a bit nostalgic everytime I read it. It always gives a good feeling. That’s what it’s all about, right?

And, our first book is:

image

The Little Engine That Could by Watty Piper
Illustrator: Cristina Ong
Published: March 28th 1991 by Grosset & Dunlap
Format: Board Book, 32 pages
ISBN: 9780448401010
Price: $5.98 (20% discount)
Purchased at: Better World Books
Age: 4 – 6
Goodreads Link: here

Designed especially for toddlers, this large die-cut board book features an intriguing locomotive shape, bright, cheery illustrations, and a simple retelling of the original story just right for reading aloud.

I bought this book merely because I was given a list of readings that teach about The 7 Habits of Highly Effective Kids. It’s not compulsory to buy the books, but I think teaching kids through reading is very effective.
Since AJ’s school implements the 7 habits daily, it’s good to prolong the learning at home.

I love this book. It teaches kids to empower them to overcome difficulties.

My favorite quote:

image

What AJ thinks about the book:

I like the book. I want to be like the little blue engine.

Creds: here and here

Enjoy this rainy Wednesday!

image

[Winner Announcement] International Book Giving Day 2015

image

Selamat pagi semua. Di akhir Februari ini saya akan mengumumkan pemenang International Book Giving Day. Sesuai janji saya, hadiahnya berupa buku yang bisa dipilih sendiri judulnya seharga IDR 100,000.

image

Sesuai penghitungan kalkulator random, keluar angka 39. Peserta no. 39 yang meninggalkan komentar di sini adalah Utiie.

image

Kirim email berisi data lengkap ke:
raining.lin77@gmail.com

Ditunggu paling lambat 2×24 jam setelah pengumuman ini. Jika dalam waktu 2×24 jam saya belum mendapat kabar, maka saya akan memilih pemenang yang lain.

Terima kasih banyak untuk semua peserta yang sudah berpartisipasi. Sampai bertemu di Giveaway berikutnya.

Update:
Pemenang sudah menerima hadiahnya. Terima kasih ya 🙂

image

image

[Opini Bareng] Karakter Tokoh Utama

image

Postingan pertama Opini Bareng ini disponsori oleh cuaca mendung dan flu. Setelah bulan lalu nggak sempat menulis, kali ini saya ingin sharing tentang tokoh utama.

Apakah kamu menyukai karakter utama yang serba sempurna dan mirip dengan kepribadianmu?

Saya nggak suka tokoh utama yang serba sempurna atau tipe Mary Sue. Malah rasanya pengen nimpuk atau mencekik lehernya gitu deh kalau mememukan karakter serba sempurna nan innocent-angelic baik hati, kaya raya, disukai tua muda dengan wajah cantik menawan, kulit bening yang bikin cowok klepek-klepek. Menurut saya, tokoh seperti itu tidak memiliki karakter (yang kuat) dan mudah dilupakan pembaca.
Dan tokoh yang mirip kepribadian saya? Lebih baik jangan deh, hehehe. Salah satu tujuan saya membaca adalah ingin keluar dari dunia nyata, jadi saya berharap bertemu dengan tokoh yang memiliki kepribadian yang jauh berbeda dengan saya.

Apakah kamu menyukai karakter tokoh utama yang hidupnya penuh dengan masalah dan ketidaksempurnaan?

Saya lebih suka tokoh dengan karakter yang realistis, believable. Nggak ada manusia yang sempurna, dan, menurut saya, nggak ada juga manusia yang sial terus dalam hidupnya. Realistis. Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang bijak, kadang impulsif. Perpaduan antara baik dan jahat, punya kekurangan dan masalah yang bisa diselesaikan di akhir cerita.

Apakah kamu menyukai tokoh utama yang cerewet atau pendiam?

Saya lebih suka tokoh yang pendiam dan pemikir, apalagi yang agak-agak psycho. Karena dalam kehidupan nyata saya capek dengar orang bawel, saya berharap tidak menemukan tokoh yang cerewet di dalam buku yang saya baca.

Beberapa tokoh utama wanita yang nempel di ingatan saya:

1. Ci Xi (The Imperial Woman by Pearl S. Buck)

Novel ini diangkat dari kisah nyata Ratu Ci Xi yang berkuasa pada era Dinasti Mancu. Walau novel ini versi fiksinya, tokoh Ci Xi yang cerdas, ambisius, dan kejam terasa nyata. Sampai saya mencari buku biografi Ci Xi untuk crosscheck. Ci Xi dikisahkan begitu haus akan kekuasaan. Di sisi lain, seperti wanita pada umumnya, dia juga lemah jika berurusan dengan perasaan. Menurut saya, Ci Xi tidak bisa dikategorikan sebagai protagonis atau antagonis, karena dia merupakan perpaduan keduanya.

2. Linda (Adultery by Paulo Coelho)

Ketika saya membaca buku Adultery, Gwyneth Paltrow yang saya bayangkan sebagai sosok Linda. Linda adalah seorang jurnalis yang sudah menikah dan memiliki 2 anak. Kehidupan yang sempurna tidak membuatnya puas. Ia main gila dengan mantan pacarnya. Tokoh Linda sangat jauh dari sempurna, bahkan cenderung rapuh. Dan jika Linda adalah wanita Indonesia, saya yakin dia pasti jadi bulan-bulanan cemoohan publik.

Bagaimana denganmu? Tokoh seperti apa yang kamu sukai?

Sampai bertemu di Opini Bareng berikut ya. Have a great day.

image

100 Days of Asian Reads Challenge

image

Hey Ho!

Ketemu lagi sama Reading Challenge yang saya adakan dengan tujuan untuk membabat timbunan. Tadinya saya nggak mau buat challenge resmi, tapi seru juga kalo kita baca buku berjamaah dengan tema yang lebih spesifik.

Buku-buku yang boleh dibaca untuk challenge ini adalah:
Buku yang ditulis oleh penulis Asia atau buku yang setting-nya di negara Asia (Indonesia juga boleh). Bukunya juga boleh fiksi atau non fiksi, format bebas.

Periode challenge ini cukup 100 hari saja, mulai 1 Maret sampai 8 Juni 2015.

Dan saya juga ingin kasih hadiah untuk 1 orang pemenang di akhir periode. Hadiahnya berupa buku yang bisa dipilih sendiri seharga IDR 150,000 (atau USD 15 kalau beli di olshop luar). Ongkos kirim ditanggung oleh saya.

Syarat ikut undiannya gampang aja kok. Kamu harus membaca minimal 1 buku yang sesuai dengan kategori dan buat resensinya di blog, FB note, atau Goodreads. Linknya cukup dimasukkan di kolom komentar. Jangan lupa cantumkan nama dan alamat email agar memudahkan saya untuk menghubungi kamu kalau kamu menang undian.
Boleh reread asal resensinya ditulis ulang ya.
Crossover dengan challenge lain juga boleh aja, asal masih nyambung temanya.

Format posting di kolom komentar:
Nama:
Email:
Link resensi:

Jangan lupa untuk saling berkunjung ke blog peserta lain. Siapa tahu ada review dari buku incaranmu.

Happy reading and good luck 💜

Link review peserta
1. Yuska @ Lustandcoffee – Peach Blossom Pavilion link
2. Sari Widiarti @ resensibukublog – First Love link
3. Rizky Mirgawati @ Ky’s Book Journal – Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik Untuk Bunuh Diri link
4. Wardah @ Melukis Bianglala – Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh link
5. Wardah @ Melukis Bianglala – Rengganis Altitude 3088 link
6. Wardah @ Melukis Bianglala – Mimpi Bayang Jingga link
7. Ziyy @ Faraziyya’s Book Shelf – Bunga Nararya link
8. Hafizhah (Fia) – Atap link
9. Ade Delina Putri @ Delina Book – The Miracle of Enzyme link
10. Ade Delina Putri @ Delina Book – Be a Great Muslimah link
11. Ade Delina Putri @ Delina Book – Salon Kepribadian link
12. Yuska @ Lustandcoffee – Maharani link

Note: Bagi yang sudah setor link dengan menulis di kolom komentar tapi belum ada di list, mohon untuk mengirim email.

image

Wishful Wednesday 41: Bookish Books

20130403-124544

Bonjour!

Menjelang Natal biasanya saya semangat, tapi nggak tahu kenapa tahun ini terasa agak sepi dan mellow.
Dan tahun ini saya ngga kepincut dengan buku berbau natal.

Setelah browsing ke blog tetangga, saya jadi kepengin punya 2 buku ini:

image

The Novel Cure:
From Abandonment to Zestlessness: 751 Books to Cure What Ails You
By Ella Berthoud, Susan Elderkin

“The Guardian” (UK) “An exuberant pageant of literary fiction and a celebration of the possibilities of the novel.” A novel is a story transmitted from the novelist to the reader. It offers distraction, entertainment, and an opportunity to unwind or focus. But it can also be something more powerful–a way to learn about how to live. Read at the right moment in your life, a novel can–quite literally–change it. “The Novel Cure “is a reminder of that power. To create this apothecary, the authors have trawled two thousand years of literature for novels that effectively promote happiness, health, and sanity, written by brilliant minds who knew what it meant to be human and wrote their life lessons into their fiction. Structured like a reference book, readers simply look up their ailment, be it agoraphobia, boredom, or a midlife crisis, and are given a novel to read as the antidote. Bibliotherapy does not discriminate between pains of the body and pains of the head (or heart). Aware that you’ve been cowardly? Pick up “To Kill a Mockingbird “for an injection of courage. Experiencing a sudden, acute fear of death? Read “One Hundred Years of””Solitude “for some perspective on the larger cycle of life. Nervous about throwing a dinner party? Ali Smith’s “There but for The “will convince you that yours could never go “that “wrong. Whatever your condition, the prescription is simple: a novel (or two), to be read at regular intervals and in nice long chunks until you finish. Some treatments will lead to a complete cure. Others will offer solace, showing that you’re not the first to experience these emotions. “The Novel Cure “is also peppered with useful lists and sidebars recommending the best novels to read when you’re stuck in traffic or can’t fall asleep, the most important novels to read during every decade of life, and many more. Brilliant in concept and deeply satisfying in execution, “The Novel Cure “belongs on everyone’s bookshelf and in every medicine cabinet. It will make even the most well-read fiction aficionado pick up a novel he’s never heard of, and see familiar ones with new eyes. Mostly, it will reaffirm literature’s ability to distract and transport, to resonate and reassure, to change the way we see the world and our place in it. “The Economist” “Astute and often amusing . . . a charming addition to any library. Time spent leafing through its pages is inspiring – even therapeutic.”

Saya nggak perlu intip Goodreads untuk ngecek rating buku ini. Saya yakin pasti keren dan memuaskan ingin tahu saya tentang buku-buku yang belum saya baca.

Nah, buku satunya yang ini:

image

The Bookshop Book
By Jen Campbell

We’re not talking about rooms that are just full of books.

We’re talking about bookshops in barns, disused factories, converted churches and underground car parks. Bookshops on boats, on buses, and in old run-down train stations. Fold-out bookshops, undercover bookshops, this-is-the-best-place-I’ve-ever-been-to-bookshops.

Meet Sarah and her Book Barge sailing across the sea to France; meet Sebastien, in Mongolia, who sells books to herders of the Altai mountains; meet the bookshop in Canada that’s invented the world’s first antiquarian book vending machine.

And that’s just the beginning.

From the oldest bookshop in the world, to the smallest you could imagine, The Bookshop Book examines the history of books, talks to authors about their favourite places, and looks at over two hundred weirdly wonderful bookshops across six continents (sadly, we’ve yet to build a bookshop down in the South Pole).

The Bookshop Book is a love letter to bookshops all around the world.

“A good bookshop is not just about selling books from shelves, but reaching out into the world and making a difference.”

David Almond
(The Bookshop Book includes interviews and quotes from David Almond, Ian Rankin, Tracy Chevalier, Audrey Niffenegger, Jacqueline Wilson, Jeanette Winterson and many, many others.)

Who doesn’t love bookshop? Buku ini selain covernya cute, isinya pasti bikin saya senyum-senyum sambil ngiler.

Itu saja wishlist saya minggu ini, semoga suatu hari bisa terkabul.

Yang mau ikutan pamer wishlist-nya langsung aja klik Perpus Kecil

image

Treesofreverie Read-A-Thon

image

Hello,

It’s been awhile since I last joined the read-a-thon. I’ve been abandoning my books (sorry, dear books). Honestly, I miss the joy of reading. So, to feel the sparks again, I decided to join this read-a-thon to close 2014.

Hosted by TreesofReverie, this event will start on Saturday, Nov 6 until Sunday, December 14.

For the complete FAQs and any other tidbits, please visit TreesofReverie.

Here’s a list of book that I’m planning to read during the event:

1. The Silent Sister by Dianne Chamberlain
2. The Book of Mormon Girl by Joanna Brooks
3. The Moon Opera by Bi Feiyu

Have fun and happy reading.

image

2015 Reading Challenges

Hola Canasta!

Just received a note from WordPress thanking me for flying with WP for 4 good years! Just realized my wedding anniversary and my blogoversary are one day apart (ahem).

Thank you, WordPress. And, of course, thank you, readers, for dropping by and leaving your comments.

Another year, another challenge. I was thinking about hosting a challenge but not so sure. I already saved the draft but … may the force be with you. I decided to put it on hold until I’m ready.

I think I’m going to join some challenges this year. My aim is to reduce my TBR piles. I didn’t read much this year. Hopefully I can finish 75 books next year (fingers crossed).

The first challenge I’m going to sign up is:

image

Birthday Month Reading Challenge

Readers are challenged to read a book each month by an author whose birthday is in that month. And it’s cool to pay tributes to authors by reading their works. I’m so excited :mrgreen:

Here’s my (temporary) list:
January: Howard’s End by E.M. Forster (January 1, 1879)
February: The Heart is a Lonely Hunter by Carson McCullers (February 19, 1917)
March: A Streetcar Named Desire by Tennessee Williams (March 26, 1911)
April: Therese Raquin by Émile Zola (April 2, 1840)
May:The Storyteller by Jodi Picoult (May 19, 1966)
June: Shantaram by Gregory David Roberts (June 1952)
July: Wuthering Heights by Emily Brontë (July 30, 1818)
August: The Odessa File by Frederick Forsythe (August 25, 1938)
September: The Shining by Stephen King (September 21, 1947)
October: She’s Come Undone by Wally Lamb (October 17, 1950)
November: The Stranger by Albert Camus (November 7, 1913)
December: Seven Deadly Sins by Corey Taylor (December 8, 1973)

image

Another personal challenge. The aim is to cut down my TBR, of course.
Here’s my list:
Here’s my list:
1. Afterlife: The Lovely Bones by Alice Sebold
2. Scream: Carrie by Stephen King
3. Gunslinger: Night by Elie Wiesel
4. So Far Away: Looking For Alaska by John Green
5. Dear God: The Five People You Meet in Heaven by Mitch Albom
6. Warmness on the Soul: The Pilgrimage by Paulo Coelho
7. Second Heartbeat: Sister by Rosamund Lupton
8. Bat Country: Fear and Loathing in Las Vegas by Hunter J. Thompson
9. The Beast and the Harlot: Seven Deadly Sins by Corey Taylor
10. I Won’t See You Tonight Part 1: 13 Reasons Why by Jay Asher
11. Nightmare: Go Ask Alice by Anonymous
12. Unholy Confessions: Saman by Ayu Utami

I’m doing a fun tag for #ChapterFour on Instagram. Post your Chapter Four of your current read, TBR, fave book, or whatever. Tag as many people as you like.

image

Wishful Wednesday 36: Teatime for The Firefly

20130403-124544

Nggak kerasa sudah menginjak bulan Maret, dan saya sudah 2 bulan hiatus Wishful Wednesday.

Bertepatan dengan Rabu Abu, saya juga sekalian ingin mengucapkan selamat menjalankan ibadah menyambut pra-Paskah untuk teman-teman yang merayakannya ya.

Saya sedang ngidam karya sastra Asia, terutama India, setelah terkesan dengan karya Chitra Divakaruni, yaitu Arranged Marriage yang review-nya ada di sini.

Saya juga lagi kesengsem dengan buku-buku terbitan Harlequin yang bukan genre romance yang biasanya bertebaran di rak pajang Gramedia atau di website Harlequin. Salah satunya adalah ini:

20140305-040516.jpg

Description

Layla Roy has defied the fates.

Despite being born under an inauspicious horoscope, she is raised to be educated and independent by her eccentric grandfather, Dadamoshai. And, by cleverly manipulating the hand fortune has dealt her, she has even found love with Manik Deb—a man betrothed to another. All were minor miracles in India that spring of 1943, when young women’s lives were predetermined—if not by the stars, then by centuries of family tradition and social order.

Layla’s life as a newly married woman takes her away from home and into the jungles of Assam, where the world’s finest tea thrives on plantations run by native labor and British efficiency. Fascinated by this culture of whiskey-soaked expats who seem fazed by neither earthquakes nor man-eating leopards, she struggles to find her place among the prickly English wives with whom she is expected to socialize, and the peculiar servants she now finds under her charge.

But navigating the tea-garden set will hardly be her biggest challenge. Layla’s remote home is not safe from the powerful changes sweeping India on the heels of the Second World War. Their colonial society is at a tipping point, and Layla and Manik find themselves caught in a perilous racial divide that threatens their very lives.

Saya tertarik ingin memiliki buku ini selain coverlust juga judulnya yang bikin saya kepingin baca. Sebagai seorang tea addict, saya selalu penasaran dengan novel dengan latar budaya minum teh.

Yang ingin berpartisipasi posting meme Wishful Wednesday, langsung aja klik blognya Astrid. Jangan lupa untuk memasang logo, follow blognya, dan masukkan link postingan di Mr. Linky yang ada di bawahnya.

Happy Wednesday

20130622-091605.jpg

[Book Review] Larasati by Pramoedya Ananta Toer

posting bareng BBI 2014

https://lustandcoffee.files.wordpress.com/2013/06/book_info.jpg

20140225-043207.jpg

Judul: Larasati

Penulis: Pramoedya Ananta Toer

Penerbit: Hasta Mitra

Terbit: Juli 2000, cetakan kedua

Tebal: 178 halaman

Kategori: Novel Fiksi

Genre: Historical Fiction, Classics, Sastra Indonesia
Beli di: pinjam punya almarhum mertua
Harga: Rp. 23,000

Kalimat pembuka:
Setelah mendapat tempat di pojok, kapten itu mendekatkan bibirnya pada kupingnya, berbisik perlahan penuh perasaan “Aku memang banyak bersalah, Ara,” ia tak begitu yakin akan suaranya.

book_blurb

LARASATI – sebuah roman revolusi semasa perjuangan bersenjata 1945-1950. Kisah tentang pemuda-pemuda Indonesia yang rela membaktikan jiwa raga demi proklamasi kemerdekaan, kisah-kisah tentang para pahlawan sejati dan pahlawan munafik, pertarungan di daerah republik dan daerah pendudukan Belanda – antara yang setia dan yang menyeberang, antara uang ORI dan uang Nica, dengan wanita sebagai tokoh utama – bintang film tenar yang dengan caranya sendiri memberikan diri dan segalanya untuk kemenangan revolusi. Potret revolusi semasa yang menghidupkan kembali sepenggal sejarah di tahun-tahun awal proklamasi kemerdekaan, sebuah potret jujur gaya Pramoedya tentang kebesaran dan kekerdilan, kekuatan dan kelemahan revolusi. Sebuah fiksi yang menghanyutkan kita seakan menghayati kembali suatu dokumentasi non fiksi Indonesia semasa romantika pertempuran berkecamuk di “jaman bersiap!”

thoughts

Lega banget bisa menyelesaikan Larasati dalam dua hari. Saya pikir saya nggak bakal sanggup menyelesaikan novel ini.

Larasati merupakan buku karya Pram kedua yang saya baca. Sebelumnya, saya pernah membaca Dongeng Calon Arang yang saya baca waktu kuliah dalqm bahasa Inggris. Jadi, saya cukup terkejut dengan gaya bahasa Pram.

Larasati bercerita tentang perempuan bernama Larasati (dipanggil Ara), seorang bintang panggung yang kemudian menjadi bintang film ternama, yang harus pergi meninggalkan Yogya ke Jakarta dengan kereta. Saat itu paska kemerdekaan, di mana kondisi politik tak menentu karena Belanda yang ditunggangi sekutu datang kembali ke Indonesia, menduduki beberapa tempat, dan melakukan agresi militer melawan tentara pemuda independen.

Ara yang terbiasa lari dari satu pelukan pria ke pelukan pria lain akhirnya sampai ke Jakarta, bertemu dengan pejabat inlander, kolonel Belanda, dan kenalannya, Mardjohan, yang sudah naik pangkat menjadi sutradara. Ara diminta untuk membintangi film dokumenter tentang pengungsian. Tak sudi menjadi anjing Belanda, Ara kabur ke rumah ibunya, Lasmidjah, yang bekerja sebagai babu di rumah orang Arab. Sersan supir NICA yang membantu Ara melarikan diri.

Ara bertemu dengan pemimpin pemuda di kampung itu. Bersama-sama mereka melakukan penyerangan terhadap pasukan NICA yang suka membunuhi pemuda Republik.

Saya sempat kebosanan membaca buku ini, terutama di bagian awal. Saya juga masih meraba gaya bahasa Pram. Terus terang, saya jarang membaca sastra, apalagi sastra jadul. Ternyata saya dibuat puyeng dengan tat bahasa jadul yang seenaknya. Dalam satu kalimat/paragraf, sah-sah saja memuat 2 POV yang berbeda tanpa adanya tanda baca berarti. Seperti ini misalnya:

Tapi ia berjanji dalam hatinya, tidak bakal aku main untuk propaganda Belanda, untuk maksud-maksud yang memusuhi Revolusi. (hal. 2)

Kini mendadak saja ia merasa lapar. Aku mesti berbuat apa sekarang? Di rumah ini tidak ada makanan. Tidak ada orang selain aku. Ia turun dari ambin ke luar, di beranda duduk nenek yang kemarin. (hal. 112)

Syukurlah, seiring perkembangan zaman, EYD juga semakin disempurnakan. Kalau sampai hari ini aturan penulisan boleh seperti itu, saya mungkin akan jambak-jambak rambut orang yang ada di sebelah saya setiap kali baca buku.

Dalam buku ini juga terlihat jelas Pram sangat benci dengan pemerintah boneka. Beliau menuliskan, orang-orang yang berpura-pura revolusioner terlihat seperti banteng dungkul. Perundingan-perundingan di Belanda semakin menunjukkan kelembekan mereka.

Saya kurang paham politik dan tidak terlalu mengerti politik. Namun, buku ini membuka pandangan saya tentang masa-masa paska kemerdekaan, di mana rakyat semakin menderita dan miskin. Dari dulu hingga kini, banyak pejabat yang mencuri dari rakyat sehingga keadilan tidak dapat ditegakkan.

Buku ini lebih cocok dibaca menjelang hari kemerdekaan di bulan Agustus karena bisa membangkitkan rasa kebangsaan. Tapi, dari sisi emosi, saya tidak tergerak atau bersimpati pada Ara walau ia ikut berjuang dengan laskar pemuda. Hubungan Ara dengan prianya, pemimpin laskar pemuda, atau ibunya tidak membuat saya tersentuh. Seperti kurang greget, entahlah. Mungkin buku lain Pram bisa menggugah emosi.

Saya penasaran dengan tetralogi Buru. Moga-moga masih mudah untuk dicari.

quotes

Barangsiapa kurang dendamnya akan lebih takutnya. (hal. 112)

Setiap pejuang harus selalu bersedia untuk kalah. (hal. 152)

20140225-050101.jpg

Until next time

20131128-083529.jpg

[Bookish Sunday] Not My Cup of Tea

20131027-015955.jpg

Halo, ketemu lagi di segmen Bookish Sunday yang sudah cukup lama saya tinggalkan. Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan, sempat melancong ke Bali bersama keluarga, kemudian terkapar dengan sukses selama beberapa hari, akhirnya saya sempat merenungkan tentang topik hari ini yaitu buku atau genre not my cup of tea.

Kebetulan saya mengikuti reading challenge-nya Astrid di sini, ada satu kategori dimana peserta harus membaca buku not my cup of tea.

Agak icky juga waktu mikirin harus membaca buku-buku bukan bacaan saya. Misalnya, buku fantasi (OK, saya bukan penggemar fantasi, tapi beberapa buku fantasi ada yang saya suka), romance ala Harlequin, buku motivasi, bisnis, dan non-fiksi yang terkesan seperti text book. Oh, dan saya juga tidak suka dengan Sci-Fi. Saya suka mistery dan thriller, tapi njelimetnya Sci-Fi bikin kening saya berdenyut. Pokoknya udah ilfil duluan deh dengar kata Sci-Fi.

Beberapa buku genre yang saya suka aja ada yang bikin kening berkerut, bikin saya menguap kebosanan, sampai ingin melempar buku saking kesalnya dengan tokoh utama. Apalagi membaca buku yang bukan cangkir teh saya.

Yang saya ingat waktu tahun lalu book club Reight mengadakan baca bareng The Ocean at the End of the Lane. Hanya dua member yang nggak suka buku ini, salah satunya saya. Entahlah, seluruh isi buku tersebut tidak menarik bagi saya. Beberapa bagian di buku itu mengingatkan saya pada Twilight dan serial American Horror Story. Selama membaca buku tersebut, saya tersiksa, tapi saya paksakan membaca sampai habis.

tumblr_inline_myixo4T7Mu1s5mn14

Saya belum kapok membaca karya Gaiman. Saya membeli beberapa buku beliau, siapa tahu ada yang saya suka. Jika setelah saya baca saya tidak suka, maka saya akan menyerah dan tidak akan membaca buku karya Gaiman lagi.

Begitu juga dengan genre yang bukan cangkir teh saya. Jika kita bergabung dalam suatu kelab buku atau ikut reading challenge, kadang kategorinya tidak sesuai dengan kesukaan kita. Mau nggak mau kita membaca genre yang tidak kita sukai.

Apa sih keuntungan membaca buku not my cup of tea?

Seingat saya, mulai saya duduk di bangku SMP, saya benci dengan angka dan pelajaran yang mengharuskan saya berhitung. Saya menghindari kelas IPA waktu SMA karena saya benci hitungan, padahal waktu itu guru pembimbing saya agak memaksa saya untuk masuk kelas IPA. Hell no, I wanted to learn things I enjoy the most.

Sekarang setelah saya menikah dan punya anak, saya ingin membimbing anak saya. Saya agak menyesal kenapa dulu saya nggak berusaha lebih keras untuk belajar matematika. Setidaknya, saya punya sedikit ilmu untuk mengajari anak saya.

Math is definitely not my cup of tea, but now I realize that I need to learn again to teach my son. Bisa saja saya mendaftarkan anak saya kursus matematika, tapi saya pikir saya akan memiliki lebih banyak waktu bersama dengan mengajar matematika di rumah.

Demikian juga dengan membaca buku not my cup of tea. Mungkin sekarang saya sebal dan menghindari beberapa genre, tapi saya yakin suatu saat pasti ada yang saya butuhkan dari bacaan tersebut, entah untuk kepentingan apa.

Seperti mama saya pernah bilang, semua buku pasti ada gunanya.

Jadi, sedikit demi sedikit saya mulai melonggar dengan membaca buku-buku not my cup of tea (tapi saya masih keukeuh nggak mau baca buku motivasi). Walau saya tahu bakal menyiksa, siapa tahu ada sesuatu yang belum saya temukan di sana.

Bagaimana dengan kamu?

Happy Sunday and keep reading ^^

20131128-083529.jpg