Blog Archives
[Book Review] Maharani by Pearl S. Buck
Judul: Maharani (The Imperial Woman)
Penulis: Pearl S. Buck
Alih bahasa: Lily Wibisono
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Web Penerbit: klik
Terbit: Agustus 1993, cetakan kedua
Tebal: 800 halaman (Buku 1 & 2)
ISBN: 979-511-563-4
Format: paperback
Kategori: Fiksi
Genre: Romance, Historical Fiction
Beli di: Second OLshop
Harga: IDR 30,000
Kalimat Pembuka:
Suatu hari di bulan April, di kota Peking, pada bulan keempat tahun Masehi 1852, bulan ketiga perhitungan Cina, tahun kedua ratus delapan Manchu, pada zaman Dinasti Ch’ing yang agung.
Maharani merupakan kisah yang banyak menggambarkan intrik-intrik khas timur, serta kekejaman yang tersembunyi di balik kemegahan dan kemewahan istana kekaisaran Manchu di Cina. Novel ini juga menyajikan kisah yang romantis dan mendebarkan tentang seorang wanita ambisius yang rela mengorbankan ikatan kekeluargaan serta pria yang dicintainya demi meraih kekuasaan. Ia berhasil selamat dari usaha-usaha untuk menyingkirkan dirinya serta percobaan-percobaan pembunuhan yang ditujukan terhadapnya, hingga dapat mempertahankan kedudukannya sebagai penguasa suatu negeri yang amat besar. Wanita cantik dan cerdas ini adalah Tzu Hsi, selir favorit seorang kaisar yang lemah, ibu sang Pewaris, wanita terakhir dan terbesar yang memerintah Cina. Ia adalah Sang Ratu Takhta Naga.
Ketika saya mengetik blurb, saya membacanya dengan suara Maria Oentoe. Siapakah beliau? Googling ya, adik-adik 😁.
Ok, sekarang pendapat saya tentang buku ini. Karena saya membaca buku edisi jadul, buku ini terasa panjang. Bayangkan saja, buku 1 dan 2 digabungkan jadi 800 halaman. Lumayan tebal. Saya juga agak lama membaca buku ini, karena selingkuh dulu dengan buku yang lain.
Bukan karena buku ini jelek (malah sebaliknya, saya suka banget sama buku ini), tapi karena saya butuh selingan ketika membaca buku ini.
Maharani bercerita tentang Orchid yang dipanggil ke istana untuk menjadi selir kaisar. Di istana, selir juga ada tingkatan. Orchid terpilih menjadi selir kelas 3, yang paling rendah. Seiring waktu, karena ia memiliki tubuh yang molek, wajah yang cantik, juga kepandaian yang bahkan melebihi calon istri kaisar, Orchid diangkat menjadi selir kelas satu dan menjadi kesayangan kaisar.
Sepupu Orchid, Sakota, yang dipilih kaisar untuk menjadi istrinya, posisinya tergeser karena Orchid lebih disayang oleh kaisar.
Sebenarnya, Orchid sudah dijodohkan dengan Jung Lu, pengawal istana. Keduanya saling mencintai. Namun Orchid memilih untuk menjadi selir istana demi meraih kekuasaan. Orchid (atau Ci Xi) mengandung dan melahirkan seorang putra, membuat kedudukannya semakin kuat di kerajaan.
Ci Xi adalah tipe wanita yang rela melakukan apa saja demi mencapai tujuan. Ia pintar mengambil hati ibu suri, kaisar, hingga kasim istana. Ia juga lihai dalam melakukan strategi politik untuk menjatuhkan lawannya.
Ketika puteranya menduduki tahta kaisar, Ci Xi masih berkuasa. Ia juga merasa insecure saat kaisar memiliki istri yang dicintainya, membuat Ci Xi ketakutan menantunya ingin merebut kekuasaan. Dan yang membuat Ci Xi cemburu adalah kaisar dan istrinya saling mencintai, tidak seperti dirinya yang harus berpisah dengan kekasihnya, Jung Lu, dan menikah dengan almarhum kaisar yang ia benci.
Buku ini alurnya tidak terlalu lambat walau cukup panjang. Saya juga suka dengan pemikiran Ci Xi yang praktis, tidak seperti kebanyakan wanita. Ia juga pintar berdiplomasi, suka membaca buku politik, pintar melukis, dan lihai membaca kelemahan lawan. Sedikit banyak saya jadi membandingkan Ci Xi dengan Empress Ki.
Maharani pertama kali terbit tahun 1956. Bayangkan bagaimana jadulnya bahasa yang digunakan Pearl S. Buck. Namun, saya tidak terganggu sama sekali. Gaya bercerita Pearl S. Buck tidak manis dan puitis, tapi lebih straight to the point dan menghentak-hentak penuh luapan emosi. Apalagi latar waktu Maharani di era dinasti Qing yang penuh gejolak di mana bangsa Barat datang untuk ‘mengacau’ dan terjadi perubahan pandangan terhadap budaya dan tradisi Tiongkok karena pengaruh bangsa Barat. Pada masa itu perdagangan opium juga marak di Cina, membuat banyak orang Cina jadi pecandu.
Karena saya suka dengan sejarah, mau tidak mau saya jadi membandingkan buku ini dengan sejarahnya. Dan saya menemukan buku ini:
Nanti saya akan baca dan tulis resensinya sebagai bahan perbandingan.
Satu pepatah yang mewakili cerita ini adalah “You can’t always get what you want.” Selalu harus ada yang dikorbankan dalam hidup.
Apakah seorang yang berjiwa besar akan menyombongkan jasanya?
Aku tidak mengerti mengapa kita harus menerima agama asing, sementara kita sendiri telah mempunyai tiga agama yang baik.
Wanita yang berkuasa tak pernah punya orang kepercayaan.
[Book Review] Under the Jeweled Sky by Alison McQueen
Title: Under the Jeweled Sky
Author: Alison McQueen
Publication date: Feb 2014
Publisher: Sourcebooks
Format: eARC
ASIN: B00FM31ZFY
Genre: Historical fiction
Age group: Adult
Source: Publisher via Netgalley
Buy it: The Book Depository
London 1957. In a bid to erase her past, Sophie Schofield accepts a wedding proposal from ambitious British diplomat, Lucien Grainger. When he is posted to New Delhi, into the glittering circle of ex-pat society, old wounds begin to break open as Sophie is confronted with the memory of her first, forbidden love and its devastating consequences. This is not the India she fell in love with ten years before in a maharaja’s palace, the India that ripped out her heart as Partition tore the country in two. And so begins the unravelling of an ill-fated marriage, setting in motion a devastating chain of events that will bring her face to face with a past she tried so desperately to forget, and a future she must fight for. This is a tender story of love, loss of innocence, and the aftermath of a terrible decision no one knew how to avoid.Purchase this book
I received a copy from the publisher via Netgalley.
Under the Jewelled Sky by Alison McQueen is a beautiful novel about India, where the country is one of the integral characters. Set at the time of Partition and a decade or so later, the author brought us back to the mid 1900s, when the British was about to leave.
Besides telling about vibrant India , the author was successfully portray a realistic character through Sophie. Her father is a physiscian at the palace. She builds a friendship with Jag (one of my favorite characters as well), the son of a servant. In that era, such relationship was kind of forbidden.
Ten years later, Sophie was involved in an ill-fated marriage. She found India a different place, unlike the place that she loved when she was younger.
When she came back to England, she felt strange. Meeting her distant mother and found out about her grandmother’s passing. All I can say that this story is about Sophie’s journey in finding happiness. Some parts made me cry. This novel was beautifully crafted. The way she writes about India, the details and everything, makes me want to go there, maybe someday.
Overall, I love this book to pieces. I want to reread it and I will definitely read other books by the same author.
Need a second opinion?
Find the excerpt here
Until next time ^^
[Book Review] The Fifth Mountain by Paulo Coelho @Gramedia
Judul: The Fifth Mountain (Gunung Kelima)
Penulis: Paulo Coelho
Penerjemah: Tanti Lesmana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: September 2013
Tebal: 320 halaman
ISBN: 978-979-22-9838-3
Edisi: 25th Anniversary
Kategori: Novel
Genre: Sastra, Spiritual, Historical Fiction
Beli di: Bazaar Gramedia @ Giant Bintaro Sektor 7
Harga: IDR 20,000
Kalimat pertama:
Pada awal tahun 870 S.M., negeri bernama Fenisia, yang oleh bangsa Israel disebut Lebanon, telah hampir tiga abad berdiri dalam damai.
Buku ini mengisahkan percobaan-percobaan yang dialami Nabi Elia yang ketika itu berusia 23 tahun. Merasa terancam oleh Ratu Izebel yang hendak membunuhnya, Elia melarikan diri dari Israel ke kota Akbar yang indah, menumpang di rumah seorang janda dan anak laki-lakinya. Ketika kota itu terancam peperangan, Elia berseru pada Tuhan agar menyelamatkan kota itu dan penduduknya, tapi Tuhan seakan tidak mendengar. Ketika dia meminta Tuhan menyelamatkan perempuan yang dicintainya, Tuhan pun seakan memalingkan muka tak peduli. Segala pencobaan ini membuat Elia mempertanyakan kasih dan kemurahan hati Tuhan, dan mendorongnya mengambil satu keputusan: menentang Tuhan sampai Dia memberikan jawaban.
Meski cerita ini diambil dari cuplikan episode di Alkitab, temanya bersifat universal, yakni membahas hubungan antara manusia dengan Tuhannya, dan betapa pentingnya iman serta harapan. Seperti Elia, saat kemalangan datang silih berganti, kita pun sering kali bertanya-tanya, “Kenapa ini terjadi pada saya?” “Kenapa Tuhan tidak mendengar doa saya?”Ada orang-orang yang menjadi lebih kuat setelah mengalami kemalangan, ada pula yang langsung menyerah dan tak mau bangkit lagi. Ada yang jadi meninggalkan Tuhan, Ada pula yang jadi lebih dekat dengan Tuhan.
Tema itulah yang diangkat oleh Paulo Coelho dalam The Fifth Mountain dengan sangat menyentuh. Seperti buku-buku Coelho lainnya, The Fifth Mountain adalah buku yang memberikan inspirasi bagi para pembacanya dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Setelah membaca buku Mitch Albom, saya seperti diseret untuk membaca lagi buku spiritual. Pilihan saya adalah buku The Fifth Mountain, yang menurut banyak anak BBI bagus.
Bab dibuka dengan adegan Elia bersama orang Lewi yang bersembunyi di kandang kuda selama dua hari. Saat itu awal tahun 870 S.M. di Fenisia (Lebanon). Raja Ahab memperistri putri Izebel dari Tirus yang menyembah Baal. Setelah ratu naik tahta, ia menginginkan semua rakyat Fenisia menyembah Baal untuk menggantikan Allah Israel. Hadiah diberikan kepada orang-orang yang mau meninggalkan Tuhan untuk mrnyembah Baal. Orang-orang yang menolak tawaran tersebut diburu lalu dibunuh, termasuk Elia.
Sejak kecil, Elia dapat mendengar suara malaikat dan diberikan penglihatan. Ketika ia bekerja di bengkel tukang kayu, tiba-tiba pandangannya gelap. Ia mendengar suara kuasa yang besar yang mengatakan bahwa Fenisia akan mengalami kekeringan yang panjang, namun semua akan berubah kalau orang-orang berhenti menyembah Baal.
Elia, seorang nabi, memberitahukan kabar tersebut kepada raja. Ketika Elia memyampaikan hal tersebut pada raja, yang mendengarkan dengan saksama adalah ratu Izebel.
Setelah itu, Izebel meminta raja Ahab untuk memburu nabi dan membunuhnya karena dianggap berbahaya.
Ketika prajurit utusan Ahab diperintahkan untuk membunuh Elia, Tuhan tidak mengijinkan adanya pembunuhan tersebut. Sebanyak empat ratus lima puluh nabi tewas terbunuh, sementara busur yang ditujukan kepada Elia nyasar. Elia selamat, namun ia harus meninggalkan desa Gilead untuk menyelamatkan diri.
Dalam pelariannya, Elia bertemu dengan gagak dan janda miskin yang menjadi penolongnya. Menurut perkataan malaikat, jika janda tersebut menolong Elia, maka janda tersebut tidak akan kekurangan makanan hingga turun hujan.
Berita tentang kedatangan Elia terdengar hingga ke telinga imam agung kota Akbar. Elia dipersilahkan untuk tinggal di sana setelah mendengar bahwa Elia adalah penyembah Allah Yang Esa yang sedang diburu oleh ratu Izebel. Menurut mereka, harga kepala Elia sangat mahal, jadi mereka akan menyerahkannya pada pemimpin Fenisia itu suatu hari nanti.
Ketika anak si janda miskin jatuh sakit, penduduk Akbar berpendapat itu gara-gara si janda yang menerima kehadiran Elia. Dewa-dewa penunggu puncak Gunung Kelima murka. Elia berdoa tiada henti, memohon kesembuhan anak itu. Namun, anak tersebut tak kunjung pulih.
Si janda memohon kepada Elia agar ia memyembuhkan anaknya. Si janda tahu bahwa kepala Elia sangat mahal dan ia bersumpah akan meloloskan Elia melalui rute rahasia yang diketahuinya. Si janda juga berjanji jika Elia berhasil menyembuhkan anaknya, ia akan ikut menyembah Tuhan. Keajaiban datang, anaknya mulai bergerak. Tak lama kemudian anak itu mati.
Penduduk kota Akbar membawa Elia ke hadapan Imam Agung untuk diadili. Elia dianggap membawa kutuk bagi anak si janda. Elia diminta untuk menaiki Gunung Kelima untuk memohon kepada dewa-dewa di sana. Jika dewa tidak memurkainya dan Elia berhasil turun gunung, maka Imam Agung yang akan menghakiminya. Sesuai tradisi, jantung Elia akan direnggut dan kepalanya akan dipenggal. Menurut kepercayaan kuno, orang yang jantungnya direnggut tidak bisa masuk surga.
Iring-iringan Elia menuju Gunung Kelima mengingatkan saya akan peristiwa iring-iringan Yesus menuju bukit Golgota. Ia menerima hinaan, demikian juga Elia. Ia dilempari batu dan dihina oleh penduduk kota Akbar.
Elia bertanya kepada Tuhan tentang kemalangan yang dideritanya. Ia telah melaksanakan perintah-Nya, namun Tuhan masih mengambil nyawa anak itu. Ketika Elia mendaki menuju puncak, seberkas cahaya turun ke arahnya. Cahaya tersebut adalah malaikat utusan Allah. Ia menyuruh Elia untuk turun gunung dan meminta kepada Tuhan untuk menghidupkan anak itu sebanyak tiga kali.
Sesuai janji malaikat tersebut, anak itu membuka matanya dan menemui ibunya. Pelayat di rumah si janda beserta pengawal takjub, lalu mereka semua berlutut. Namun mereka tidak percaya bahwa Tuhan yang menghidupkan anak itu, melainkan para dewa penghuni Gunung Kelima.
Elia kembali mengalami dilema. Ia tidak tahu caranya untuk memberitahu orang-orang tentang mukjizat dan kekuasaan Tuhan. Malaikat kembali berbicara kepadanya untuk bertahan dan tetap memuliakan Tuhan walau hingga ia kembali ke ke desanya, tidak akan ada keajaiban yang akan terjadi lagi karena Tuhan membutuhkan Elia untuk membangun Israel kembali.
Buku ini sarat perenungan. Orang suci seperti Elia bisa ragu, takut, frustrasi, menyumpahi, galau, dan meninggalkan Tuhan karena Elia merasa Tuhan hanya memberikan penderitaan padanya dan orang-orang disekitarnya. Elia bahkan merasa Tuhan meninggalkannya, apalagi ketika kota Akbar hancur berkeping-keping karena serangan bangsa Asyur.
Saya sempat bertanya apakah semua nabi galau? Reaksi teman-teman di Twitter rata-rata mengatakan iya. Nabi adalah manusia juga yang merasakan fase keragu-raguan, apalagi menyangkut kepentingan umat manusia. Seperti halnya Elia, yang kadang kurang peka terhadap perkataan dan perintah Allah.
Buku ini membuat saya belajar untuk menerima semua cobaan yang diberikan Tuhan. Saya mencoba untuk melihat cobaan tersebut bukan dari kacamata penderita atau korban, tetapi dari sisi yang memberikan cobaan tersebut. Ada kalanya teguran keras dan cobaan justru malah membuat kita menjadi ‘runcing’ dan ‘halus’, seperti pensil yang diraut. Prosesnya menyakitkan, namun setelahnya kita menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
Rangkaian kata yang disusun Coelho juga indah, sangat indah. Iman adalah hal yang luar biasa, dan Coelho mampu merangkainya jadi lebih indah lagi.
Doa-doa yang dipanjatkan juga hendaknya bukan doa-doa yang egois. Saya tersentuh dengan Elia yang berdoa tiada henti demi kesembuhan anak si janda dari kota Akbar. Tuhan menyukai doa-doa tulus.
Saya jadi ingin membaca semua buku karya Paulo Coelho dan mengoleksinya. Kelak saya akan mewariskan buku-buku tersebut kepada AJ.
Hampir semasa hidupnya, manusia tidak berkuasa membuat keputusan. (hal. 36)
Jiwa manusia, seperti halnya sungai dan tanaman, juga membutuhkan hujan, meski dari jenis berbeda: harapan, keyakinan, alasan untuk hidup. (hal. 38)
Sering kali nasib manusia tidak ada kaitannya dengan keyakinannya ataupun ketakutan-ketakutannya (hal. 83)
Memang tidak ada seorang pun yang mempunyai kekuatan. Tapi semua orang memiliki kekuatan dari Tuhan, dan tidak menggunakannya. (hal. 87)
Dari segala macam senjata penghancur ciptaan manusia, yang paling berbahaya-dan paling kuat-adalah kata-kata. (hal. 92)
Adat-istiadat gunanya untuk mengatur dunia ini. Kalau kita mengotak-atiknya, dunia ini akan berantakan. (hal. 111)
Tuhan mendengarkan doa orang-orang yang minta dijauhkan dari kebencian. Tapi Dia menulikan diri dari orang-orang yang hendak melarikan diri dari cinta. (hal. 125)
Need a second opinion?
Until next time ^^
[Book Review] The Imposter Bride by Nancy Richler
A NATIONAL BESTSELLER
SHORTLISTED FOR THE SCOTIABANK GILLER PRIZE
A young, enigmatic woman—Lily Azerov—arrives in post-war Montreal expecting to meet her betrothed, Sol Kramer.
When Sol sees Lily at the train station, however, he turns her
down. His brother, Nathan, sees Lily and instantly decides to
marry her.But Lily is not who she claims to be, and her attempt to live a quiet life as Nathan Kramer’s wife shatters when she disappears, leaving her baby daughter with only a diary, an uncut diamond and a need to discover the truth.
Who is Lily and what happened to the young woman whose identity she stole? Why did she leave and where did she go? It is up to the daughter Lily abandoned to find the answers to these questions as she searches for the mother she may never find or truly know.
I got mixed feelings about this book. The first part is very interesting, the middle part is boring *yawn*, and the last chapters are just okay.
I picked this book to get more in depth with holocaust. It’s about a woman who stole one’s identity during war. She was involved in an arranged marriage, gave birth to a baby girl, then disappeared.
Faux Lily wrote letters to her daughter, Ruth, and sent her stones. One day, they reunited just for a moment. Lily/Yanna didn’t tell her husband about Ruth, so that’s it.
I don’t understand why Faux Lily left her baby (with no remorse).
Having sadness doesn’t mean you can’t have happiness too.
What begins in deception continues in deception.
Did he not even know that curiosity about our own origins is what defines us as human?
1. Everytime We Say Goodbye – Ella Fitzgerald
2. Brown Eyed Handsome Man – Chuck Berry
3. Satin Doll – Duke Ellington
4. Take the A Train – Duke Ellington
5. These Foolish Things – Artie Shaw
6. All The Things You Are – Charlie Parker
7. You Send Me – Sam Cooke
8. I Only Have Eyes on You – The Flamingos
9. Blueberry Hill – Glenn Miller
10.Why Do Fools Fall in Love – Frankie Lymon & The Teenagers
[Book Review] The Boy in the Striped Pyjamas by John Boyne
Kisah tentang Anak Lelaki Berpiama Garis-Garis ini sulit sekali digambarkan. Biasanya kami memberikan ringkasan cerita di sampul belakang buku, tapi untuk kisah yang satu ini sengaja tidak diberikan ringkasan cerita, supaya tidak merusak keseluruhannya. Lebih baik Anda langsung saja membaca, tanpa mengetahui tentang apa kisah ini sebenarnya.
Kalau Anda membaca buku ini, Anda akan mengikuti perjalanan seorang anak lelaki umur sembilan tahun bernama Bruno (Meski buku ini bukanlah buku untuk anak kecil). Dan cepat atau lambat, Anda akan tiba di sebuah pagar, bersama Bruno.
Pagar seperti ini ada di seluruh dunia. Semoga Anda tidak pernah terpaksa dihadapkan pada pagar ini dalam hidup Anda.
Suatu hari, Brun0 mendapati Maria, pelayan keluarganya, mengepak barang-barangnya. Sejak saat itu, garis hidup Bruno berubah. Ayahnya adalah ‘orang penting’ di dunia militer Jerman, bahkan The Fury (Hitler) beberapa kali datang menemui orangtuanya di rumahnya.
Keluarga Bruno pindah ke Out-With (Auschwitz), tempat orang Yahudi ditempatkan di kamp konsentrasi. Awalnya Bruno sedih, dan mengalami homesick. Ia teringat ketiga sahabatnya, Karl, Martin, dan Daniel. Tetapi, tentu saja Bruno tidak bisa kembali ke Berlin karena ayahnya adalah komandan tentara yang bertugas di Auschwitz.
Bruno yang menyukai petualangan, mulai berani menjelajah daerah yang membuat ia penasaran: pondok-pondok dengan kumpulan orang berpiyama garis-garis yang kerap ia perhatikan dari jendela kamarnya. Karena sangat penasaran, ia menelusuri jalan hingga sampai di daerah gersang yang dihadang oleh pagar kawat berduri. Di sana ia berkenalan dengan Shmuel, seorang anak Yahudi yang lahir pada tanggal, bulan dan tahun yang sama dengan Bruno.
Persahabatan backstreet mereka berlangsung hingga suatu saat, karena ibu Bruno tak tahan dengan suasana mencekam di Auschwitz, Bruno, Gretel (kakak Bruno) dan ibunya diminta untuk kembali ke Berlin. Bruno sedih karena ia mulai bersahabat dengan Shmuel.
Bruno adalah anak yang cerdas dan penuh dengan curiosity. Sedangkan Shmuel adalah anak dengan hati yang tulus. Pagar kawat pemisah antara dunia luar dengan kamp konsentrasi adalah simbol tentang ‘perbedaan’ yang memagari orang-orang untuk ‘berbaur’.
Novel ini sukses membuat gue banjir airmata, memikirkan Bruno dan Shmuel, hingga sampai saat ini masih belum bisa move on ke novel lain. (Damn you, John Boyne).
Gue bakal baca ulang novel ini dan mewariskannya pada AJ.
[Book Review] Petals From The Sky by Mingmei Yip
Di usia kedua puluh tahun, Meng Ning memutuskan untuk menjadi biksuni (pendeta wanita agama Buddha) dan langsung ditentang keras oleh ibunya. Di mata beliau, kehidupan membiara tak jauh-jauh dari penderitaan: tak ada kebebasan, hidup tanpa cinta dan daging. Tapi, dimata Meng Ning, menjadi biksuni adalah kesempatan berharga untuk memegang kendali penuh atas takdir hidupnya, dan menikmati sepuas-puasnya belajar musik, seni, puisi – sesuatu yang tidak ditawarkan oleh ikatan perkawinan.
Ditemani mentornya, Yi Kong, Meng Ning akan menghabiskan sepuluh tahun belajar di luar negeri, membiasakan diri hidup selibat, dan mempersiapkan diri untuk hidup membiara. Namun, sebuah insiden kebakaran membelokkan takdirnya ke situasi yang benar-benar berbeda.
Meng Ning jatuh cinta…
Terinspirasi oleh temannya, Yi Kong, Meng Ning memutuskan untuk menjadi biksuni di usia yang masih muda. Ibunya melarangnya. Ia yang menganggap putrinya berparas cantik, mengharapkannya untuk hidup layak dan menikmati kemewahan yang seharusnya ia dapatkan, selain menikahi pria tampan yang mapan.
Namun keputusan Meng Ning sudah bulat. Ia memutuskan untuk menjadi seorang biksuni. Alasannya, ia ingin terbebas dari kekuasaan pria yang menghancurkan, mendapat spiritualitas, mengendalikan kehidupan dan nasibnya sendiri, juga dapat menjalani kehidupan dalam puisi, kehidupan mistis, dan kedewian.
Musim panas 1987, sebelum terjadi Black Monday, yaitu ketika pasar saham dunia hancur lebur, Meng Ning yang sudah berusia tiga puluh tahun dan calon penerima gelar Ph.D dalam bidang sejarah seni Oriental dari salah satu universitas di Sorbonne, Prancis, mengunjungi Kuil Fragrant Spirit untuk melakukan ibadah menyepi selama tujuh hari dan merasakan pengalaman sebagai biksuni sementara. Sebuah insiden memalukan membuatnya berkenalan dengan seorang pria asing bernama Michael Fuller, dan mereka curi pandang saat makan siang dalam kebisuan.
Teman lama Meng Ning, Yi Kong, menjadi pembicara tamu di kuil tersebut. Setelah sekian lama berpisah, mereka bertemu kembali lewat tatapan mata.
Terjadi kebakaran yang disebabkan oleh seorang anak yatim secara tak sengaja. Michael menyelamatkan Meng Ning dan yang lainnya. Timbul perasaan di hati Meng Ning.
Setelah kejadian itu, Michael mengajak Meng Ning berkencan, namun Meng Ning masih menutupi kedekatannya dengan Michael dari ibunya.
Menggunakan alur maju-mundur, Meng Ning menceritakan tentang orangtuanya yang kerap bertengkar karena ayahnya suka berjudi, lalu Meng Ning yang terjatuh ke dalam sumur. Di situlah ia bertemu dengan Yi Kong, seorang biksuni yang dipercaya oleh penduduk desa sebagai titisan dari dewi Kwan Im. Lalu diceritakan juga bagaimana ayah dan ibu Meng Ning bertemu (yang sesungguhnya menarik jika dibuat novel spin-off-nya).
Sebelum Michael kembali ke New York, ia meminta Meng Ning untuk menemaninya menonton opera Cina. Ditengah-tengah pertunjukan, Michael menyodorkan secarik kertas berisi haiku dan ajakan untuk menikah. Meng Ning yang masih bimbang langsu mengatakan tidak. Michael mendapat kabar bahwa profesor Fulton masuk rumah sakit di Lhasa. Dan ia segera berangkat ke sana.
Untuk beberapa saatm Michael menghilang dari peredaran. Meng Ning diminta Michael untuk menemuinya di New York. Di sana, Meng Ning bertemu dengan Lisa, mantan tunangan Michael, yang juga putri dari profesor Fulton. Dan Philip, mantan kekasih Lisa yang juga teman dekat Michael, memikat Meng Ning dengan pesonanya. Bersama Lisa dan Philip, Meng Ning dibawa untuk berpetualang menjelajahi area tabu yang selama ini tidak pernah dibayangkannya.
Banyak ajaran Buddha yang membuat gue mengerti kenapa seorang penganut agama Buddha tidak mengkonsumsi hewan. Alasannya karena pembunuhan makhluk hidup apa pun akan menghadilkan karma yang buruk. Karena umat Buddha percaya reinkarnasi, dan manusia bisa bereinkarnasi menjadi hewan, bisa saja ayam, sapi, ikan yang kita makan adalah keluarga atau kerabat kita. (Asli jijay banget pas baca bagian ini).
Lalu, ada adegan Michael dan Meng Ning menonton opera Cina. Tahun lalu gue baca novel Farewell My Concubine-nya Lillian Lee yang kental dengan opera Cina. Satu keinginan gue belum tercapai: nonton opera Cina. Harus kesampean. Selain itu, gue juga pengin nyobain nginep di biara, pengin ngerasain hidup zen.
Petals from the Sky bercerita tentang cinta dari berbagai sudut pandang. Setiap tokoh, baik tokoh utama maupun tokoh minor memiliki jalur cinta yang manis, mengesankan, juga scandalous. Setiap tokohnya juga memiliki rahasia yang bikin shocked. Novel ini untuk konsumsi dewasa, kenapa nggak ada labelnya?
Kesimpulan, Petals from the Sky adalah roman yang manis dan gue suka banget. Alurnya yang maju mundur ditulis dengan apik, tidak ada plot yang bolong. Bukan hanya menyajikan cinta, namun filosofi ajaran Buddha dengan segala kesederhanaannya membuat Petals from the Sky begitu sarat dengan perenungan. Lalu, budaya Cina seperti penghitungan tanggal baik untuk menikah, seserahan dalam pernikahan, juga tata cara pemberian warisan membuat novel ini semakin kaya. Walau masih ada sedikit typo, namun tidak mengurangi keindahan alur kata yang ada di dalamnya.
Gue agak heran kenapa novel ini underrated.
Untuk penggemar Asian Lit, baca deh.
Sebenarnya banyak banget kutipan indah dari buku ini, tapi gue share sebagian aja ya.
Apakah kau ingat pada putri kakek buyutmu, yang masuk biara karena dicampakkan oleh tunangannya? Ia tak lagi memiliki harga diri; tak punya nama, tak punya teman, tak punya rambut. (hal. 3)
Secara logika, apalah bedanya antara kepala yang botak dan kepala yang memiliki tiga-ribu-helai-masalah? (hal. 5)
Sesuai dengan kepercayaan kuno Cina yang menyatakan bahwa jika seseorang mewariskan uang kepada putrinya, maka uang itu pada akhirnya akan hilang di tangan keluarga lain. (hal. 8)
Terkadang melihat dan memercayai sekali pun tak membuatku berhasil menemukan kebenaran. (hal. 37)
Orang Cina menyebut rasa makanan vegetarian sebagai “rasa janda” – seperti mati rasa karena telah kehilangan orang yang disayangi. (hal. 43)
Lepaslah dari cinta manusia. Itu ilusi. (hal. 96)
Masakan Zen memberikan tiga kebaikan: kemurnian, kesegaran, harmoni. Itulah sebabnya kita vegetarian. Karena makanan yang mengandung daging akan mengacaukan hati dan pikiran kita, tidak menyisakan tempat untuk disiplin dan refleksi diri. (hal. 405)
Tomorrow Will Be Better by Various Artist
Don’t Say Goodbye by Alan Tam
Don’t Dream It’s Over by Crowded House
I Knew You Were Waiting (For Me) by Aretha Franklin & George Michael
[Book Review] Girl with a Pearl Earring by Tracy Chevalier + Movie Review
Winner of the 2000 Barnes & Noble Discover Great New Writers Award Alex Award winner Tracy Chevalier transports readers to a bygone time and place in this richly imagined portrait of the young woman who inspired one of Vermeer’s most celebrated paintings. History and fiction merge seamlessly in this luminous novel about artistic vision and sensual awakening. Girl with a Pearl Earring tells the story of sixteen-year-old Griet, whose life is transformed by her brief encounter with genius…even as she herself is immortalized in canvas and oil.
Girl with a Pearl Earring adalah buku kedua karya Tracy Chevalier yang sudah gue baca. Novel karya Chevalier yang pertama kali gue baca adalah The Lady and the Unicorn. Reviewnya ada di sini.
Dibandingkan The Lady and the Unicorn, Girl with a Pearl Earring lebih fokus pada Griet dan Vermeer, walau banyak tokoh yang terlibat. Pendalaman karakter lebih terasa dibanding dengan The Lady and the Unicorn.
Kejadiannya pada abad 17 di Delft, Holland. Masa itu juga disebut Dutch Golden Age, dimana seni lukis (baroque), arsitektur, dan literatur Belanda mengalami masa kejayaan. Adalah Griet, seorang gadis miskin yang harus menjadi tulang punggung keluarga setelah kecelakaan menyebabkan mata ayahnya menjadi buta. Griet akhirnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah keluarga Jan Vermeer, seorang pelukis baroque. Selain Griet, ada seorang pembantu lagi yang bekerja di rumah tersebut, Tanneke, yang mood-nya sering berubah. Catharina, istri Vermeer, sangat cemburu kepada Griet karena suaminya menjadikannya sebagai asisten di studio melukisnya. Catharina sudah lama tidak diijinkan memasuki studio Vermeer karena ia clumsy dan tidak menunjukkan ketertarikan pada profesi suaminya. Selain itu, Catharina lebih fokus memproduksi anak, walau ia juga tidak mengurus anak-anaknya secara full time.
Vermeer melihat talenta pada Griet, bahwa ia mengerti seni dan bisa dijadikan asisten. Ayah Griet dan kakaknya, Frans, bekerja sebagai tile painter. Bahkan Griet memberi saran pada Vermeer untuk komposisi pada lukisannya agar lebih sedap dipandang.
Lalu, ada juga Maria Thins, ibu mertua Vermeer, yang bersikap baik pada Griet. Dan anak Vermeer, Cornelia, salah satu dari 5 anak Vermeer, yang tidak suka pada Griet. Cornelia suka mengintip Griet saat bekerja. Mungkin ia memiliki feeling bahwa Griet bisa membahayakan hubungan orangtuanya. Cornelia digambarkan berambut ikal dan merah, tipikal anak badung dalam cerita bule.
Berdasarkan imajinasi Chevalier, Griet adalah inspirasi Vermeer dalam lukisan masterpiece-nya, Girl with a Pearl Earring (Het Meisje met de Parel), bahkan dijuluki Mona Lisa of the North.
Vermeer sendiri digambarkan misterius, sesuai dengan fakta yang ada. Vermeer dan Griet memiliki chemistry namun tidak dideskripsikan secara vulgar, bikin gue geregetan dalam arti positif. Bagaimana hubungan emosional terjalin dengan skinship yang minim, that’s very sensual. Vermeer hanya pernah menyentuh wajah dan telinga Griet ketika proses pembuatan lukisan legendaris tersebut. Griet menyimpan perasaan pada majikannya tersebut, walau akhirnya Griet sadar the feeling wasn’t mutual. Vermeer cared more about his paintings. Griet juga membuat keputusan yang tepat di akhir cerita.
Griet sendiri memiliki pacar bernama Pieter, anak tukang daging langganan Tanneke.
Gue sangat suka dengan novel ini, selain karena genrenya historical fiction. Chevalier suka mengambil tema lukisan dalam tulisannya. Lalu, deskripsi mengenai cara mengolah cat digambarkan secara detil. Juga keadaan sosial politik pada saat itu di Delft, di mana kaum Protestan mendominasi, serta the rise of the bourgeoisie yang menguasai gereja, membuat novel ini terasa hidup.
Ada scene menarik dimana ibu Griet berpendapat bahwa lukisan Vermeer tidak baik bagi jiwa. Griet yang belum pernah memasuki gereja Katolik mengutarakan pendapat ibunya tentang lukisan Katolik. (Keluarga Griet beragama Protestan). Menarik karena dialog-dialog dalam scene ini menyentil. Do not judge something that you don’t know. Ini sering banget terjadi di sekitar kita.
“It’s not the painting that is Catholic or Protestant,” he said, “but the people who look at it, and what theyexpect to see. A painting in a church is like a candle in a dark room – we use it to see better. It is the bridge between ourselves and God. But it is not a Protestant candle or a Catholic candle. It is simply a candle.”
Now, let’s talk about the film.
Film ini merupakan karya pertama sutradara Peter Webber. Film ini juga merupakan salah satu film transisi Scarlet Johanson dari artis remaja menjadi aktris dewasa. Gue nggak keberatan dengan ScarJo sebagai Griet, cuma di film ini ScarJo sering ‘mangap’.
Colin Firth bermain apik sebagai si misterius Vermeer. Yang keren adalah Cillian Murphy sebagai Pieter. Kualitas aktingnya pantas diberi dua jempol, walau dia nggak sering nongol.
Girl with a Pearl Earring versi film agak berbeda dengan novelnya. Beberapa adegan diganti untuk mempersingkat cerita. Di film ini nggak banyak dibahas tentang keluarga Griet, kematian Agnes, juga ‘ending’nya yang berbeda.
Lalu Frans, kakak Griet, yang punya drama sendiri juga nggak dibahas di film. Mungkin untuk mempersingkat cerita atau lebih fokus pada Griet dan Vermeer.
Sinematograginya cantik, walau pace-nya agak lamban. Chemistry antara Colin dengan ScarJo juga cukup kuat. Penggambaran suasana Belanda abad ke-17 juga disajikan apik, lumayan memanjakan mata.
Tapi kalau boleh membandingkan, gue lebih suka bukunya daripada filmnya, karena beberspa detil yang dihilangkan, membuat gue harus 2 kali menonton supaya mudeng.
Overall,, baik buku maupun filmnya berkesan. Recommended untuk penyuka hisfic atau yang baru coba-coba baca/nonton film tema sejarah dan seni lukis.
*3 bintang untuk filmnya*