Monthly Archives: April 2012
[Review] Hitam Putih Dunia Angel: Dan Pelangi Diantaranya
Senang banget rasanya mendengar novel perdana Angeline Julia, yang akrab dipanggil Angel, akhirnya diluncurkan. Saya sudah lama mendengar Angel akan merilis kisah hidupnya yang luar biasa ini, dan tentu saja, saya juga ikut deg-degan menunggu telur itu pecah.
Setelah mbak Dewi, bos Stiletto Book, mengabarkan via BBM bahwa beliau ingin mengirimkan buku ini kepada saya untuk direview, saya tambah double lagi girangnya. Merasa tersanjung dipercaya untuk mereview buku ini.
Novel ini ditulis Angel berdasarkan kisah nyata yang dialaminya. Ia dijual oleh orang tua kandungnya karena mereka tidak mampu membayar biaya rumah sakit. Orang tua angkat Angel kemudian mengadopsinya. Karena perceraian demi perceraian yang dialami oleh ibu angkat Angel, ia mengalami gangguan psikis dan sering menyiksa anak semata wayangnya baik secara fisik maupun verbal.
Di usia rawan dimana seorang anak membutuhkan kasih sayang, bimbingan dan pembentukan karakter, Angel mengalami goncangan batin. Ia juga dilecehkan secara seksual oleh ibunya, sehingga Angel mulai mengalami disorientasi seksual. Belum lagi doktrin dari sang ibu yang mengatakan bahwa laki-laki hanya mengincar tubuh wanita dan ingin melampiaskan nafsu saja. Angel yang berusia 13 tahun merasa dirinya seorang lesbian dan ia menjalin cinta dengan guru wanita di sekolahnya.
Hubungan terlarang tersebut akhirnya kandas. Angel pindah ke Bandung dan menjalani kehidupan hedon bersama komunitasnya. Takdir mempertemukan Angel dengan pria yang mau menerima dan mencintainya secara tulus. Cobaan demi cobaan datang menghadang, tapi Angel mampu menjalani hidupnya dan menebas semua duri tajam yang menyakitinya.
Novel ini sangat jujur dan Angel menuturkan kisahnya seperti bercerita kepada sahabat. Beberapa kali saya ikut merasakan emosi Angel dan menitikkan air mata.
Angel juga menemukan kedamaian secara spiritual setelah diberi petunjuk lewat penglihatan.
Buku ini banyak sekali memberi pelajaran berharga bagi pembacanya. Salah satu kutipan yang saya suka,
“Luka dan sakit adalah tanda bahwa kita masih hidup.”
Beberapa masukan dari saya:
1. Masih ditemukan beberapa typo.
2. Ketidak konsistenan pemakaian huruf kapital dan huruf kecil dalam memanggil mama, nenek, kakek, dsb.
3. Di halaman 191, paragraf ke-3, ada kalimat seperti ini:
Seketika, Lia begitu panik ketika mengetahui bahwa Mama akan datang menemuiku, dia curiga dan berpikir bahwa Mama datang untuk membawaku kembali ke Medan.
– sebaiknya tanda koma itu diganti dengan titik, menjadi dua kalimat.
– saya agak bingung di bagian tersebut, karena sebelum Angel ke Yogyakarta, ia tinggal bersama ibunya di Jakarta. Tidak dijelaskan tentang kepindahan ibunya kembali ke Medan.
Tapi, kesalahan tersebut minor. Sama sekali tidak mengurangi nilai ceritanya.
Buku ini sangat layak untuk dikoleksi, terutama untuk yang penasaran dengan kehidupan LGBT.
Pesan saya: sedia Kleenex sebelum membaca dan biarkan emosimu larut dalam kisah Angel.
3.8 out of 5
[Review] Joker – Ada Satir Dalam Watir ala @vabyo
Joker sebenarnya pertama kali terbit tahun 2007. Iya, gue telat tahu dan baca buku ini. Setelah membaca Kedai 1001 Mimpi, gue akhirnya tahu ada penulis yang namanya Valiant Budi, terus dia nekat jadi TKI ke Arab. Yang belum baca buku tersebut, baca deh. Gue rekomendasiin kalo lo mau tahu tentang kelakuan orang Arab.
Balik lagi ke Joker. Sinopsisnya dibawah:
Ketika yang kamu kejar ternyata bukan yang kamu inginkan—semua yang klise ternyata tidak biasa—atau batu justru berada di balik udang.
Mungkin kamu baru saja bertemu dengan seorang Joker.
Hati-Hati
Gak semua yang tampak seperti yang terlihat
Gak semua yang bunyi seperti yang terdengar
Joker. Ada lelucon di setiap duka
Joker bercerita tentang Brama yang terobsesi pada Mauri, hingga ia mengikutinya kuliah di kampus yang sama sampai jadi penyiar di Bandung. Lalu ada Alia yang kepalanya berisi ‘kamar tidur’. Ada juga Dimas, pemilik kos di Bandung yang TTM-an sama Alia, dan tokoh-tokoh minor lain yang berkaitan dengan tokoh utama dan menjadikan plot cerita ini menarik.
Bahasa yang dipakai Valiant asik, ringan, gaul, sama sekali nggak berat. Cuma kita sebagai pembaca dituntut untuk jeli dalam setiap clue yang diberikan karena ending buku ini cukup bikin surprise.
Yang gue suka dari buku ini, selain setting-nya di Bandung (my hometown), juga penokohannya. Masing-masing tokoh sentral kuat, punya kepentingan yang juga dideskripsikan dengan jelas. Selama ini, buku-buku yang gue baca kebanyakan lebih memfokuskanndiri pada plotnya, bukan tokoh.
Konflik yang dibuat tidak ekstrim. Banyak kalimat-kalimat kocak, seperti:
Hmm, gue sebenernya gak peduli juga mau dia pegang wine kayak megang bir atau megang bajigur juga.
Nggak perlu ribet atau mikir sampe mumet pas baca buku ini. Alurnya juga cepet, nggak berbelit-belit.
Nyesel kenapa nggak dari dulu-dulu gue baca ni buku.
Kekurangan buku ini hanya beberapa typo yang masih ditemukan dan ketentuan penulisan yg ‘dilanggar’, tapi nggak mengurangi nilai bukunya.
Baca aja deh!
Gue kasih empat gelas dari 5 botol Cabernet Sauvignon.
[Review] Madre – Kisah Klasik Tentang Biang Roti
I love good books. Buku yang bagus akan melekat diingatan juga membawa imajinasi berkelana ke tempat yang sebelumnya belum pernah dikunjungi tapi merasa familiar. Seperti dejavu.
Gue suka nulis cerpen dan beberapa kali ikut project kumcer bersama teman-teman. Tapi, terus terang, gue jarang baca kumcer. Lebih sering baca novel. Tapi, Madre membuat gue terpaku di kamar dan menghabiskannya perlahan. Buku ini gurih, segurih roti Tan de Bakker yang diceritakan Dee di buku tersebut.
Karya jagoan di buku ini tentu saja Madre, yang artinya ibu dalam bahasa Spanyol.
Madre adalah kisah tentang bakery jadul yang mati suri karena dilibas bakery modern yang berseliweran di mal. Baca cerpen Madre membuat gue bernostalgia dengan roti Tan Ek Tjoan yang dulu suka dibeli oleh almarhum nenek gue. Gue juga ikut sedih karena banyak pabrik roti jadul yang harus tutup. Lalu, Madre juga bercerita tentang operasional pabrik roti, pentingnya biang roti, sampai kisah cinta Tan dengan Mei.
Gue yang tuna sastra, agak kurang suka dengan puisi sebetulnya. Tapi, gue bersedia meluangkan waktu untuk membaca prosa pendek Dee.
Lalu, cerpen ‘Menunggu Layang-Layang’ tentang sepasang manusia urban yang sama-sama menunggu kejatuhan cinta. Perasaan yang harus melibatkan trust. Che dan Starla yang memulai hubungan sebagai teman dan akhirnya … Nggak mau bocorin spoiler, hehehe.
Gue banyak belajar kosa kata dan cara bertutur Dee dari buku ini. She’s one of the best story-tellers in Indonesia menurut versi gue, selain Fira Basuki tentunya.
Gue kasih 4 bintang dari 5.