Monthly Archives: November 2013
[Book Review] Kartini Nggak Sampai Eropa by Sammaria @Gagasmedia
Judul: Kartini Nggak Sampai Eropa
Penulis: Sammaria
Penerbit: Gagasmedia
Terbit: 2008
ISBN: 978-979-780-271-4
Tebal: 238 halaman
Kategori: Novel Fiksi
Genre: Travel, Romance, Contemporary
Beli di: Gramedia Bintaro Plaza. Harga: IDR 15,000
Penghargaan: Nominasi KLA kategori Penulis Muda Berbakat (2009)
Kalimat pembuka:
Je suis a Paris. Et rendezvous?
Anti dan Tesa sudah tidak saling bertemu sejak lulus sekolah. Keduanya adalah cewek-cewek Indonesia yang mencoba menaklukan dunia—khususnya Eropa. Anti melanjutkan studinya ke Perancis, sedangkan Tesa mengambil kuliah di Jerman.Bagi mereka, jarak bukanlah hambatan untuk tetap saling berbagi cerita. Melalui e-mail, mereka bertukar ide, pendapat, dan argumentasi tentang banyak hal. Tentang pengalaman cintanya dengan para cowok, tentang kebudayaan barat dan timur, tentang realitas sosial, tentang seks, dan bahkan tentang kepercayaan terhadap Tuhan.
Anti dan Tesa adalah dua dari sekian banyak cewek Indonesia pintar. Sambil mencoba menaklukkan Eropa, kedua cewek ini juga terus memperdalam pengetahuannya seraya menikmati masa muda. Meski terkadang memiliki pemikiran yang berbeda, tapi mereka justru menjadi dua orang sahabat yang saling melengkapi.
Tidak hanya pintar, Anti dan Tesa juga sama-sama cewek Indonesia yang haus akan tantangan, memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, hobi berpetualang, berkebudayaan tinggi, dan berprinsip. Meski tinggal di Eropa, mereka tidak lantas meninggalkan adat timur yang selama ini mereka jalankan.
Hal itu terlihat jelas saat mereka mempertahankan prinsip ‘having sex after marriage’—meski di sana segala sesuatunya memungkinkan dan sex before marriage adalah hal yang biasa.
Mereka berdua memang luar biasa. Semangat mereka pun tidak kalah tingginya dengan semangat Kartini di zaman dulu. Ya, mereka adalah Kartini zaman modern. Kartini masa kini yang haus akan rasa ingin tahu. Kartini yang tidak takut untuk mempertanyakan apapun, meski pada akhirnya tidak semua pertanyaan memiliki jawaban.
Sebenarnya sudah lama saya pengin baca buku ini namun sulit banget didapat. Sekitar tahun 2011-an Jakarta Book Club yang ngadain baca bareng buku ini. Salah satu membernya kenalan saya di Twitter. Tadinya saya pengin ikutan book club ini, namun saya sulit sekali keluar (yes, saya masih tahanan rumah di Bintaro, wkwkwkwkwk) jadi saya pendam keinginan bergabung dengan book club.
Beruntung saya menemukan BBI dan Reight. Walau saya masih sulit keluar rumah, saya masih diberi waktu dan kesempatan untuk membaca dan meresensi buku-buku yang saya suka.
Dan, akhirnya, saya menemukan buku ini di rak sale di Gramedia Bintaro Plasa yang jaraknya cuma sejengkalan dari rumah *praise the Lord, Hallelujah*
Saya cukup surprised dengan gaya penulisan a la email ini. Saya pernah tahu ada buku bahasa Inggris dengan metode serupa, yaitu dua orang sahabat pena yang belum pernah bertemu dan mereka saling curhat via email. Saya lebih nyaman membaca buku dengan format email darioada twit yang membuat mata saya sakit.
Adalah Anti dan Tesa, dua mahasiswi Indonesia yang menempuh pendidikan di Eropa, saling bertukar email dan menceritakan kisah masing-masing dengan berbalas email.
Gaya bertutur Sammaria sangat santai, menggunakan bahasa sehari-hari. Novel ini terkesan ceria.
Anti digambarkan boycrazy walau masih menjaga keperawanannya. She’s a serial dater, kira-kira begitulah penjelasan singkatnya. (Bahasa Indonesianya serial dater itu apa ya? Tukang kencang berantai?)
Di dalam emailnya, Anti curhat tentang cowok Turki yang brengsek, terus dia juga punya pacar yang udah tiga tahun namanya Ical. Namun, Anti masih ngedate dengan Lukas di Prancis.
Sementara Tesa berpacaran dengan Mikhail dan ia berusaha setengah mati untuk tidak melakukan hubungan seks (yang sepertinya sangat jarang ditemui pada anak muda sekarang, apalagi yang kuliah di luar negeri).
Percakapan via email ini tidak melulu membahas isu asmara, namun juga menyinggung budaya Indonesia, cara pemulung mendapat uang lebih, bom Bali, agama, dan lain sebagainya.
Tesa dan Anti juga membahas bahasa. Mereka berdua lebih sering menggunakan bahasa asing dariada bahasa Indonesia. Bahasa memang universal, dan bahasa Indonesua se diri merupakan bahasa serapan. Saya setuju di sini. Suka-suka deh pake bahasa apa aja ^^
Novel ini banyak banget selipan bahasa Inggrisnya.
Dan, karena formatnya saling berbalas email, tidak ada dialog dalam novel ini. Karena bahasanya juga santai, saya nggak merasa terganggu sama sekali. Cuma di beberapa bagian merasa agak bosan karena pembahasannya yang itu-itu juga.
Lalu Anti dan Tesa seperti memiliki suara yang sama. Cara mereka bertutur mirip. Saya agak kesulitan membedakan mana yang Tesa dan mana yang Anti. Untung ada judul email dan dicantumkan nama pengirimnya, jadi saya tau siapa yang berbicara.
Secara keseluruhan, novel ini menghibur dan menjadi penyegaran untuk saya yang sedang mumet dengan kerjaan.
But what is freedom anyway? Just an illusion. (hal. 39)
Kebebasan bisa terjadi kalo semua pihak di dunia gak punya kepentingan akan pihak lain. (hal. 41)
Instead of covering the girls with some veils, why don’t we educate the boys? (hal. 51)
[Book Review] Ghost Knight by Cornelia Funke
Title: Ghost Knight (Originally Geister Ritter)
Author: Cornelia Funke
Translator: Oliver Latsch
Publisher: Little Brown Books for Young Readers
Date of Published: May 1st, 2012
No. of Pages: 352
ISBN: 978-0-316-05614-4
Format: Hardcover
Category: Fiction
Genre: Fantasy, Ghost, Childrens
Literary Awards: Odyssey Award for Excellence in Audiobook Production Honor (2013)
Bought at: Periplus Pondok Indah Mall for IDR 77,500
From international phenomenon Cornelia Funke, the bestselling author of Reckless and Inkheart.Eleven-year-old Jon Whitcroft never expected to enjoy boarding school. Then again, he never expected to be confronted by a pack of vengeful ghosts, either. And then he meets Ella, a quirky new friend with a taste for adventure…
Together, Jon and Ella must work to uncover the secrets of a centuries-old murder while being haunted by terrifying spirits, their bloodless faces set on revenge. So when Jon summons the ghost of the late knight Longspee for his protection, there’s just one question: Can Longspee truly be trusted?
I didn’t plan to buy this book. I just browsed through childrens and fantasy books on sale, and I found this one along with the other book (I’ll read and reviee the other one later).
I haven’t read Cornelia Funke’s book, but I bought the Ink series and Reckless. I didn’t expect anything, just let it flow and hope Ghost Knight didn’t disappoint me. On the contrary, I looooove this book to the core. Let me tell you why I love Ghost Knight:
1. The main character is just an average boy who’s not happy with his mother’s remarriage.
2. His roommates are weird XD
3. He has a quirky sidekick.
4. Yes, he goes to the boarding school. I’m a sucker for boarding-school books. Reminds me of St. Clare.
5. Ghost stories are always compelling. I just can’t get enough, though I’ll most likely chicken out whenever I see them in real life.
6. The story sets in England. Spooky old buildings.
7. The illustrations are beautiful.
8. This book is a serious page-turner.
9. Humors everywhere. I love funny books.
10. The glossary contains historical events and people.
This Jon Hartgill was sent to a boarding school and he started to see ghosts. Not just ordinary ghosts, but vengeful ghosts who were after Jon’s great-great-great grandfather. His name is Stourton.
Jon met Ella, a quirky girl who’s been in touch with supernatural things. Her grandmother is a witch/ghost hunter and together they help Jon who was haunted by this vengeful ghost. Ella taught Jon to ask an old ghost to help him. This led to ghost-fight and bloodshed.
I enjoy every page of it. I gasped many times, even held my breath everytime I read ghost fighting scenes. Totally entertaining.
We make our best friends in dark times because we always remember how they helped us out of the darkness. (p. 210)