Blog Archives
[Bookish Sunday] How to Stop Hoarding Books
Halo,
Ketemu lagi di segmen Bookish Sunday. Kali ini saya akan membahas topik sensitif di kalangan bookworms, yaitu tentang bagaimana caranya menghentikan kebiasaan mengoleksi menimbun buku.
Beberapa kali saya menanyakan hal ini kepada para book blogger, baik blogger luar maupun dalam negeri. Tidak ada yang bisa memberi tips. Jawabannya rata-rata cuma nyengir atau we don’t have the answer. Saya belum pernah bertemu dengan hoarder yang sudah sembuh, jadi berikut adalah beberapa tips yang bisa membantu mengingatkan diri sendiri untuk tidak menumpuk buku:
1. Plan Your Reading
Buat target membaca untuk satu bulan. Jangan membeli buku sebelum selesai membaca (juga jangan membuat wishlist sebelum timbunan habis dibaca).
Misalnya: baca 5 buku dulu baru beli 1 buku.
Jika cara ini berhasil, kamu bisa lanjut sampai timbunanmu benar-benar habis.
2. Save Money To Buy Books
Ini yang sedang saya terapkan (walau seringkali dilanggar juga sih).
Siapkan celengan atau bisa juga memanfaatkan stoples atau box sepatu yang tidak terpakai untuk dipakai menabung. Saya memasukkan uang minimal Rp. 20,000 per minggu. Anggap saja uang hilang. Jangan dipakai sebelum celengan penuh.
Kalau sudah penuh, hitung aja ada berapa tabunganmu. Habiskan sesuka hati untuk memborong buku. Setelah uang celengan habis, mulai lagi menabung untuk membeli buku.
3. Stay Away From Internet
Ini paling susah. Biasanya bookworm sering membuka situs buku, online shop buku, atau blog buku tetangga untuk membaca review dan book haul. Nah, itu setannya yang memicu kita untuk membeli banyak buku.
Coba tahan diri untuk tidak membuka situs-situs penggoncang imanmu. Kalau sudah kuat iman, boleh buka-buka lagi tapi kendalikan diri untuk tidak membeli buku. Tanyakan pada diri sendiri, apa kamu bakal suka dengan buku yang kamu taksir, kapan kamu bisa membaca buku tersebut kalau kamu berhasil membelinya. Jangan lupa untuk melirik timbunanmu. Dengar suara buku-bukumu itu, apa mereka berteriak ingin dibaca? Jika kamu punya perasaan, kamu bakal menghabiskan timbunan terlebih dahulu sebelum membeli buku baru.
Apakah tips di atas berhasil saya terapkan? Tentu saja belum. Tapi saya niat kok untuk tidak menimbun lagi. Doakan ya semoga saya berhasil.
Happy Sunday and happy reading.
[Bookish Sunday] Finding Time To Read
Hello,
Ketemu lagi di Bookish Sunday setelah beberapa bulan vakum. Akhir-akhir ini saya sangat sibuk, terutama setelah kembali terjun di dunia kerja. Selama beberapa bulan ini, selain masih beradaptasi mengurus pekerjaan dan urusan rumah, saya juga mencoba mencari celah waktu untuk membaca. Jujur, saya sempat kelelahan hingga tidak sempat membaca. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai bisa mengikuti ritme kesibukan dan akhirnya ketemu juga waktu yang pas untuk membaca.
How to find time to read?
Manage Your Time
Seperti halnya keuangan, waktu juga harus di-manage. Saya termasuk orang yang payah dalam hal ini dan saat ini masih belajar untuk mengatur waktu dengan baik.
Simpelnya, tentukan skala prioritas. Setelah pulang kerja, mengurus rumah tangga, anak dan suami, makan dan mandi, di sela waktu rehat sebelum tidur, saya sempatkan untuk membaca. Awalnya sulit karena saya cepat lelah dan mengantuk. Tidak masalah. Membaca 2-5 halaman sudah cukup. Bahkan, membaca sebelum tidur membantu kita untuk cepat tidur.
Set Your Goal
Setelah kamu bisa mencuri waktu secara teratur untuk membaca, tentukan goal. Awalnya saya hanya sanggup membaca 5-10 halaman per hari. Lalu meningkat jadi 20, 30, 50 hingga 100 halaman. Sekarang saya mampu membaca 100 halaman per hari (weekdays), dan 200 halaman per hari (weekends).
Stay Away From Gadgets
Ini distraksi yang paling sulit dihindari, terutama bagi pengguna aktif media sosial.
Saya masih mengalaminya juga. Satu-satunya cara adalah meninggalkan gadget di ruangan yang berbeda dengan lokasi membaca. Dengan kata lain: letakkan gadget sejauh mungkin sehingga kamu bisa membaca dengan khusuk tanpa gangguan. Dijamin kamu bisa melahap beberapa halaman tanpa terasa.
Read What You Like
Saat ini saya tidak menerima pesanan review dari pihak mana pun karena ingin berkonsentrasi menghabiskan timbunan. Dan saya memilih bacaan yang saya suka sesuai mood. Membaca tanpa beban itu sangat menyenangkan dan ketika menulis resensi, saya jadi lebih jujur dan tulus.
Join Reading Challenges
Coba cek komunitas membaca, Goodreads, atau iseng cek tagar #readingchallenge di Twitter atau Instagram. Reading Challenge memicu kita untuk menghabiskan timbunan yang nggak kelar-kelar. Tapi, sebaiknya ikuti 1 saja karena saya punya pengalaman mengikuti banyak reading challenge tapi akhirnya ga ada yang selesai. One challenge at a time. Selain memicu untuk menghabiskan TBR, kita jadi punya banyak teman baru sesama bookworm
Have fun and happy reading.
[Bookish Sunday] Reading With Kids
Halo.
Udah lama saya nggak posting Bookish Sunday karena kesibukan di dunia nyata. Sebenarnya saya sedang terjangkit reader’s and writer’s block super parah. Hampir setengah tahun saya tidak menyentuh buku karena kehilangan gairah. Tapi akhir-akhir ini saya mampu menyelesaikan bacaan dan saya kembali bersemangat untuk membaca.
Cukup dulu curhat pribadi saya.
Postingan kali ini berhubungan dengan pengalaman saya membaca bersama anak saya, AJ.
Sejak masih bayi, AJ memang sudah tertarik dengan buku. Mungkin karena tampilan fisik buku bayi yang super menarik dengan warna-warna cerah. Buku pertama yang dimiliki AJ adalah buku kain tentang hewan laut.
Dia suka sekali memegang buku tersebut sambil meremas-remas pinggirannya. Saya pikir buku kain bagus juga untuk melatih fine motor skills.
Setelah AJ berusia 1-2 tahun, dia mulai mengenal tokoh-tokoh kartun dari channel Disney Junior. Saya membelikan AJ majalah Playhouse Disney dan dia suka sekali membuka lembar demi lembar sambil ngoceh-ngoceh menirukan perkataan tokoh favoritnya.
Pada fase ini, AJ tidak suka jika saya yang membacakan cerita. Dia lebih suka membaca sendiri sambil melatih imajinasinya. Dia juga sangat choosy dalam memilih buku bacaan. AJ hanya ingin membaca buku-buku dengan gambar tokoh kartun yang ia kenal. Saya pernah menyodorkan dia buku dengan cover binatang atau buku religi anak. AJ tidak mau menyentuh buku-buku tersebut.
Menginjak usia 3 tahun, AJ sudah memiliki tokoh kartun favorit dan spesifik. Dia sangat suka dengan Lightning McQueen dan Thomas the engine. AJ juga hanya mau membaca buku atau majalah yang berhubungan dengan kedua tokoh tersebut. Dia mulai meminta saya untuk membacakan buku dan mulai fokus mempelajari adegan dan narasi.
Setelah AJ duduk di kelas TKA, dia mulai membaca buku-buku selain Cars dan Thomas. Di sekolah, AJ belajar tentang 7 Habits of Highly Effective Kids. Setiap habit, gurunya memberikan referensi buku untuk dibaca di rumah. AJ sering meminta saya untuk membacakan buku-buku yang dulu tak mau ia sentuh. AJ juga sering memberi laporan kepada saya tentang kegiatan yang ia lakukan bersama teman-temannya di sekolah. Ia suka ke perpustakaan sambil browsing buku anak.
Akhir-akhir ini AJ paling suka membaca buku tentang opposites and sorting out. Ia meminta saya untuk membacakan buku tersebut berulang-ulang. Kadang saya lelah juga harus read aloud. Kalau saya sedang capek, saya minta AJ untuk membacakan buku tersebut untuk saya.
Yang saya pelajari dari kegiatan membaca bersama anak ini adalah:
1. Anak biasanya tertarik dengan tema spesifik. Sama dengan pembaca dewasa yang memiliki genre favorit. Keponakan saya suka dengan binatang dan ia selalu memilih buku binatang untuk dibacakan.
2. Anak lebih suka dibiarkan daripada didikte. Saya pernah sok tahu membacakan buku untuk AJ tapi temanya ia tidak suka. AJ marah lalu menutup buku tersebut.
3. Membiarkan anak membacakan cerita untuk orangtua itu sangat menyenangkan. Secara tidak disadari, anak melatih kepercayaan dirinya dan orangtua biasanya bakalan surprised dengan kemampuan anak yang tidak disangka.
4. Membaca adalah cara ampuh untuk melatih bicara juga memperkaya kosakata baru. Biasanya saya biarkan AJ menunjuk gambar objek asing di buku. Jika ia tidak tahu benda tersebut lalu bertanya pada saya, saya baru beritahu.
5. Mengulang-ulang cerita membuat anak lebih matang dalam memahami konsep. Ada beberapa adegan favorit AJ yang saya bacakan berulang kali. Dia jadi lebih memahami esensi adegan tersebut. Saya suka mengulang-ulang adegan yang berhubungan dengan good habits termasuk menyayangi sesama dan suka bekerjasama.
6. Anak-anak suka cerita lucu. Saat mereka tertawa, orangtua juga tertular virus tawa. Perasaan saya sulit dilukiskan dengan kata-kata.
7. Sesi yang paling saya sukai adalah review. Saya biasanya bertanya pada AJ sambil menunjuk gambar atau adegan dalam buku. Kadang saya sengaja salah-salahkan dan membiarkan AJ menerangkan seolah ia adalah gurunya.
8. Bonding through reading. Membaca bersama anak membuat hubungan orangtua dengan anak jadi lebih dekat dan anak biasanya lebih bisa mendengarkan orangtua setelah selesai membaca.
9. Rasa ingin tahu anak juga tersalurkan dengan membaca. Biasanya semakin banyak membaca, rasa ingin tahu anak juga semakin besar.
10. Untuk kasus AJ (anak super aktif), membaca juga membuatnya jadi lebih tenang. AJ, yang biasanya melompat kesana-kemari sambil berteriak-teriak, mau duduk tenang saat membaca. Ia juga belajar untuk bisa mendengarkan orang lain, konsentrasi, dan melatih thinking skillsnya.
Saya masih dalam proses menjadikan membaca sebagai kebiasaan dan kebutuhan untuk AJ. So far ia sangat menikmati sesi membaca. Menurut saya, membaca membuat anak dan orangtua saling belajar dan dampak positifnya bisa terlihat dalam waktu singkat.
Reading is super fun.
Happy Sunday
[Bookish Sunday] Prints vs Ebooks
Nggak kerasa sudah hari Minggu dan besok pasti kita semua kembali harus menjalankan rutinitas. Sebelum menginjak fase I don’t like Monday, kita bersantai-santai hari ini sambil membahas topik yang nggak pernah bosan untuk dibahas bookaholic yaitu Books vs Ebooks.
Kemarin Dinoy, sesama member BBI, menyentil masalah Ebooks vs Prints di timeline Twitter-nya. Saya sempat nyamber dengan memberikan link bargain ebooks dan beberapa situs untuk mendapat ebook gratisan. Banyak banget bookaholic yang lebih suka dengan prints alias buku fisik.
Sebagai seorang bookaholic akut, jujur saja saya juga lebih suka memegang buku fisik. Sensasinya memang berbeda dibanding membaca ebook. Tapi, sebagai pembaca keduanya, saya memiliki alasan kenapa saya menyukai buku fisik dan ebook.
Reasons Why I Love Prints
Selain merasa ‘memiliki’ buku karena ada bentuk fisiknya, memajang koleksi buku fisik (terutama hardcover) juga memiliki kepuasan tersendiri. Saya masih bercita-cita untuk memiliki rak minimalis berwarna putih yang tersebar di rumah saya, termasuk rak buku yang menempel di dinding dan dihiasi pigura yang isinya postcard cover buku terbitan Penguins seperti ini:
Kebayang gambar di atas bakalan cakep banget di taro di tengah-tengah rak dinding.
Lalu, buku fisik juga bisa dipinjamkan. Saya tidak memiliki akses perpustakaan luar negeri dan tidak bisa meminjam ebook. Dan, buku fisik bisa disumbangkan, sedangkan ebook tentu saja tidak bisa, kecuali disumbangkan beserta gadget-nya.
Saya juga berniat menyimpan beberapa koleksi buku saya untuk saya wariskan kepada AJ.
Saya juga bisa tahan lama membaca buku fisik dibandingkan membaca ebook. Baru membaca satu jam saja, mata saya sudah lelah dan terasa kering.
Namun, yang saya sebelin dari buku fisik adalah kertasnya yang cepat menguning (kecuali kertas HVS ya, tapi kurang enak dibaca juga dan membuat mata cepat lelah). Saya sudah berusaha merawat buku sebaik mungkin (sampai saya beli serap lembap segala). Buku-buku yang saya simpan di kontener tertutup memang lebih awet, tapi berapa banyak kontener yang harus saya beli untuk menyimpan buku-buku saya? Saya tidak punya cukup tempat untuk menampung koleksi saya yang lumayan banyak. Dengan terpaksa, banyak buku yang sehabis saya baca saya lego untuk menghemat tempat.
Reasons Why I Love Ebooks
Selain praktis, ebook juga murah. Saya langganan Bookperk yang beralamat di sini. Setiap hari, ada saja Bargain Ebook yang harganya kurang dari $2.00.
Ebook juga tidak membutuhkan space yang banyak. Saya hanya perlu menyimpannya di gadget yang saya bisa bawa kemana-mana. Saya nggak perlu membawa buki fisik yang berat. Tinggal baca saja via Blackberry atay iPad.
Saat malam tiba, di mana lampu kamar sudah dimatikan, saya juga masih bisa baca ebook untuk menemani saya sebelum tidur.
Saya daftar menjadi member Netgalley dan Edelweiss di mana saya bisa request Advance Reader’s Copy. Buku-buku yang belum beredar bisa kamu baca lebih dulu. Gratis dan legal karena langsung diberikan oleh penerbitnya. Syaratnya cuma satu, kalian harus menulis resensi buku yang kalian baca.
Baik buku fisik dan ebook memiliki keunggulan dan kekurangan. Seiring perkembangan zaman, maka buku pun juga berkembang. Saya belum pernah tamat mendengarkan audio book. Mungkin harus dicoba lagi sampai selesai.
Sekarang saya nggak mau fanatik dengan salah satu format. Apa pun formatnya, yang penting isinya. Selama saya masih bisa membaca, format tidak jadi masalah.
Bagaimana dengan kamu? Format apa yang paling kamu suka?
Happy Sunday and keep reading ^^
[Bookish Sunday] Not My Cup of Tea
Halo, ketemu lagi di segmen Bookish Sunday yang sudah cukup lama saya tinggalkan. Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan, sempat melancong ke Bali bersama keluarga, kemudian terkapar dengan sukses selama beberapa hari, akhirnya saya sempat merenungkan tentang topik hari ini yaitu buku atau genre not my cup of tea.
Kebetulan saya mengikuti reading challenge-nya Astrid di sini, ada satu kategori dimana peserta harus membaca buku not my cup of tea.
Agak icky juga waktu mikirin harus membaca buku-buku bukan bacaan saya. Misalnya, buku fantasi (OK, saya bukan penggemar fantasi, tapi beberapa buku fantasi ada yang saya suka), romance ala Harlequin, buku motivasi, bisnis, dan non-fiksi yang terkesan seperti text book. Oh, dan saya juga tidak suka dengan Sci-Fi. Saya suka mistery dan thriller, tapi njelimetnya Sci-Fi bikin kening saya berdenyut. Pokoknya udah ilfil duluan deh dengar kata Sci-Fi.
Beberapa buku genre yang saya suka aja ada yang bikin kening berkerut, bikin saya menguap kebosanan, sampai ingin melempar buku saking kesalnya dengan tokoh utama. Apalagi membaca buku yang bukan cangkir teh saya.
Yang saya ingat waktu tahun lalu book club Reight mengadakan baca bareng The Ocean at the End of the Lane. Hanya dua member yang nggak suka buku ini, salah satunya saya. Entahlah, seluruh isi buku tersebut tidak menarik bagi saya. Beberapa bagian di buku itu mengingatkan saya pada Twilight dan serial American Horror Story. Selama membaca buku tersebut, saya tersiksa, tapi saya paksakan membaca sampai habis.
Saya belum kapok membaca karya Gaiman. Saya membeli beberapa buku beliau, siapa tahu ada yang saya suka. Jika setelah saya baca saya tidak suka, maka saya akan menyerah dan tidak akan membaca buku karya Gaiman lagi.
Begitu juga dengan genre yang bukan cangkir teh saya. Jika kita bergabung dalam suatu kelab buku atau ikut reading challenge, kadang kategorinya tidak sesuai dengan kesukaan kita. Mau nggak mau kita membaca genre yang tidak kita sukai.
Apa sih keuntungan membaca buku not my cup of tea?
Seingat saya, mulai saya duduk di bangku SMP, saya benci dengan angka dan pelajaran yang mengharuskan saya berhitung. Saya menghindari kelas IPA waktu SMA karena saya benci hitungan, padahal waktu itu guru pembimbing saya agak memaksa saya untuk masuk kelas IPA. Hell no, I wanted to learn things I enjoy the most.
Sekarang setelah saya menikah dan punya anak, saya ingin membimbing anak saya. Saya agak menyesal kenapa dulu saya nggak berusaha lebih keras untuk belajar matematika. Setidaknya, saya punya sedikit ilmu untuk mengajari anak saya.
Math is definitely not my cup of tea, but now I realize that I need to learn again to teach my son. Bisa saja saya mendaftarkan anak saya kursus matematika, tapi saya pikir saya akan memiliki lebih banyak waktu bersama dengan mengajar matematika di rumah.
Demikian juga dengan membaca buku not my cup of tea. Mungkin sekarang saya sebal dan menghindari beberapa genre, tapi saya yakin suatu saat pasti ada yang saya butuhkan dari bacaan tersebut, entah untuk kepentingan apa.
Seperti mama saya pernah bilang, semua buku pasti ada gunanya.
Jadi, sedikit demi sedikit saya mulai melonggar dengan membaca buku-buku not my cup of tea (tapi saya masih keukeuh nggak mau baca buku motivasi). Walau saya tahu bakal menyiksa, siapa tahu ada sesuatu yang belum saya temukan di sana.
Bagaimana dengan kamu?
Happy Sunday and keep reading ^^
Bookish Sunday: The Joy of Being in a Book Club
Hari Minggu ini agak spesial untuk saya karena sesiangan tadi hingga petang saya menghadiri Sunday Meeting Reight Book Club yang membahas buku pemenang arisan bulan November. Judulnya “Aku Tahu Kamu Hantu” karya Eve Shi.
Untuk laporan meetingnya nanti akan diposting di blog-nya Reight.
Saya hanya ingin sharing kesan-kesan saya menjadi anggota klub buku.
Belum genap setahun saya menjadi anggota BBI dan Reight Book Club. Selama menjadi member kedua klub ini, saya mendapat banyak hal yang (hampir) semuanya positif.
Pertama, kecintaan saya akan membaca semakin meningkat.
Gila baca itu menular, itu yang terjadi pada saya. Karena interaksi dengan sesama blogger/Reight clubbers yang tentu saja pembahasannya nggak jauh dari buku, saya ikut tergoda untuk membaca buku yang (bukan) genre kesukaan saya. Sadar telah kehilangan beberapa tahun karena sempat vakum membaca, sekarang saya membaca seperti kesetanan.
Kedua, membahas buku itu sangat menyenangkan.
Selain membicarakan plot, POV, karakter, setting dan tema, bahasan mengenai penulis juga seru banget. Kadang kita mengaitkan tokoh dengan penulisnya. Tidak ketinggalan membandingkan buku yang ditulis oleh penulis yang sama. Seperti perbincangan saya dengan Bee tadi sore. Bee suka banget dengan tulisan Nora Roberts dan nggak suka J.D. Robb, sedangkan saya suka sekali dengan In Death series dan belum tertarik membaca novel Nora Roberts.
Dengan segala perbedaan selera, kita tidak sampai bertengkar, malah makin seru membahas hal lainnya.
Ketiga, membahas satu buku beramai-ramai itu juga sangat menyenangkan.
Salah satu alasan saya menyukai reading challenge adalah saling menanggapi resensi dan membahas suatu buku. Reight Book Club selalu menentukan satu buku untuk dibaca dan direview oleh anggotanya. Pada saat meeting, beragam komentar bermunculan. Ada yang suka, ada yang nggak suka dengan buku A. Kita mengeluarkan pendapat tentang kesukaan/ketidaksukaan kita terhadap suatu buku. Saya selalu menyukai sesi ini. Satu buku, satu cerita bisa dipersepsikan macam-macam dan berbagai pendapat bermunculan dari member.
Keempat, book club memberi semangat baru untuk membaca.
Saya sedang mengalami book fatigue minggu ini. Selain lelah membaca, saya juga sedang mengerjakan hal lain yang mendesak. Setelah meeting dengan anggota klub buku, energi saya seperti direcharge dan saya jadi semangat untuk membaca buku baru.
Terakhir, menjadi anggota klub buku membuat saya jadi book hoarder.
Siapa yang nggak tergoda dengan kata sale?
Saya salah satu orang yang sulit menahan diri jika mendengar kata itu. Dan, hampir tiap minggu selalu ada info obralan buku. Memang harganya murah, namun jika keseringan beli, dompet bisa jebol.
Tapi herannya, saya belum kapok juga ngeborong obralan buku ya?
Saya kaul, kalau Avenged Sevenfold jadi manggung di Jakarta tahun depan, saya bakal puasa nggak beli buku 3 bulan. *moga-moga kuat iman*
Walau menjadi penggila baca membuat dompet saya kering-kerontang, saya harus berterima kasih sama member BBI dan Reight yang sudah memberi inspirasi membaca. Thank you, guys. Hope our bookish friendship will last forevah *pake logat Nicklaus-nya The Vampire Diaries*
Happy Sunday ^^
Bookish Sunday: Weekend Readathon
Nggak kerasa udah ketemu lagi dengan hari Minggu. Sebelum saya berangkat untuk melakukan aktivitas pribadi, mumpung masih sempat, saya ingin sharing tentang pengalaman saya akhir minggu ini.
Terinspirasi dari postingan Astrid tentang personal readathon-nya, saya iseng mencoba untuk melakukannya sendiri weekend ini.
Saya mulai membaca Lisey’s Story dari hari Jumat. Hari itu saya cuma dapat 40-an halaman saja dari 700-an halaman (memang Lisey’s Story buku bantal, hehehe).
Hari Sabtu saya membaca lebih intens, sambil menemani AJ main laptop. Sampai malam hendak tidur, saya berhasil membaca sampai 340an halaman. Lumayan banget. Dan hari ini rencananya saya akan membaca Lisey’s Story lagi sampai menjelang tidur. Moga-moga bisa selesai.
Ternyata membaca nonstop itu sangat menyenangkan. Pertama, saya membaca buku dari penulis favorit saya, Stephen King. Walau bukunya tebal, saya nggak merasa terbebani atau terintimidasi dengan ketebalan buku ini.
Kedua, memang ceritanya seru dan bikin saya nggak bisa berhenti baca. Asli penasaran banget sama Lisey yang diteror dan menemukan petunjuk-petunjuk aneh.
Ada cerita lucu waktu hari Jumat. Ceritanya saya mampir ke PIM untuk mencari taksi yang nauzubilah susahnya sore itu. Saya membaca Lisey’s Story (yeah, ditamba gembolan hasil jarahan dari IBF), di line antrian taksi PIM 1. Ada tiga orang mbak-mbak kantoran yang ngeliatin saya sampai bingung. Lalu dia mulai bertanya-tanya, kok bisa sih belanja buku banyak banget, apalagi untuk dibaca sendiri. Saya cuma bisa nyengir, bingung mau jawab apa, heheheh. Terus, pandangan matanya mengarah pada buku Lisey’s Story yang saya pegang. Kalau bisa saya ngakak mungkin saya akan lakukan di situ, tapi ya sudahlah. Saya lebih happy memegang buku tebal daripada kantong cap Marks & Expensive itu :p
Ceritanya, saya berniat untuk mengurangi timbunan dengan merancang program #weekendreadathon yang moga-moga bisa saya lakukan setiap minggu. Kalau ada yang mau gabung, colek saya di Twitter @yuska77 yuk. Kita bisa rehat baca sambil diskusi tentang buku yang kita baca 🙂
Happy Sunday. God bless you ^^
Bookish Sunday: Ranting About Books
Ketemu lagi di segmen Bookish Sunday yang sudah cukup lama belum diupdate.
Di luar hujan cukup deras, langit mendung, dan gue bersantai di atas tempat tidur sambil rehat dari bacaan yang akan segera direview.
Tiba-tiba sekelebat pikiran tentang ‘ngedumelin buku’ terlintas di kepala. Beberapa kali gue bertemu dengan bacaan yang bikin gue menghela napas, bikin gemas ingin garuk-garuk tanah saking nggak sregnya di hati. Jadi, gue ingin mengeluarkan uneg-uneg tentang hal ini.
Ranting about Books
Ada nggak di antara para pembaca sekalian yang merasa puas dan bahagia dengan semua buku yang sudah kalian baca? Jika iya, beruntunglah kalian, karena tidak demikian dengan gue.
Di antara sekian banyak buku yang sudah gue lahap, terselip diantaranya beberapa buku yang bikin gue agak menyesal sudah membacanya. Menyesal karena gue telah membaca buku-buku yang membuat gue emosi jiwa.
Menurut gue, tidak ada namanya buku jelek atau bacaan sampah. Tidak sama sekali. Semua buku/bacaan yang beragam tentu memiliki segmennya masing-masing, punya penggemar dan jodohnya masing-masing. Buku A yang menurut gue nggak banget, bisa mendapat rating tinggi dari orang lain. Sebaliknya, buku B yang ratingnya terseok-seok di Goodreads, mendapat rating tinggi dari gue, bahkan masuk dalam bacaan favorit tahun ini.
Lalu, kenapa buku A dapat rating jelek dari gue?
Bisa jadi karakternya nggak gue sukai. Gue nggak suka karakter Mary Sue. Menurut gue, semua karakter (baik nyata atau fiksi) punya sisi yin-yang. Namun, terkadang ada juga karakter antagonis yang dibikin sedemikian rupa sehingga gue benci dengannya. Atau tokoh utama yang cengeng dan menye-menye. Karena dalam kehidupan nyata gue tidak suka dengan karakter seperti itu, gue menghindari juga bacaan yang ada karakter tersebut.
Hal lain adalah deskripsi dan narasi dengan menggunakan bahasa bertele-tele. Gue lebih memilih tulisan yang straight to the point tanpa kalimat berbunga kayak Taman Wiladatika.
Mengenai genre, gue memang tidak membaca semua genre. Seperti fantasi atau sci-fi, gue sangat selektif membaca buku genre ini karena gue bukan penikmat genre ini. Untuk romance juga tidak semua gue lahap. Gue agak menghindari label Harlequin karena pernah kapok membaca bukunya, namun, serial Simply-nya Carly Phillips cukup menarik dan gue telah membaca dua buku diantaranya.
Ranting about books: is it appropriate?
Ada percakapan antara gue dengan rekan pembaca buku. Kira-kira diskusi kita seperti ini:
Kalau bukunya nggak banget, gimana sih kita nulis reviewnya?
Meresensi buku yang bukan selera kita merupakan tugas berat. Berat karena kita harus bekerja dan meluangkan waktu untuk menulis tentang sesuatu yang tidak kita sukai.
Menulis buku itu tidak gampang. Diperlukan riset, proses berpikir, menulis, lalu revisi yang menguras pikiran, emosi juga tenaga. I know it very well. Lalu, setelah hasil kerja keras kita dirilis, orang-orang memberi review buruk untuk karya kita. Sakit hati? Jelas. Nggak ada penulis yang senang karyanya dicela.
Lalu, bagaimana dengan kejujuran mereview sendiri? Pembaca berhak memberi kritikan tentang suatu karya. Gue setuju dengan hal ini. Kritikan adalah asupan vitamin untuk penulis agar bisa menulis lebih baik lagi. Jika penulis hanya mendapat pujian saja, tentu tidak baik bagi perkembangannya, nanti malah jadi manja, hahaha. Sama dengan seorang anak yang tidak pernah dimarahi. Jika ia menerima pujian terus sepanjang hidupnya, kebayang kan kelak dia besar seperti apa.
Mengeluarkan uneg-uneg dan pikiran kita tentang suatu karya yang menurut kita kurang bagus wajar-wajar aja. Namun gue menghindari hanya ranting saja. Seburuk-buruknya suatu bacaan, gue berusaha mencari sisi positif dan keunggulan bacaan tersebut agar review menjadi imbang.
Happy Sunday and keep on reading.
Bookish Sunday: Benefits of Being a Book Blogger
Lazy Sunday hari ini sama sekali nggak lazy. Entah kenapa, hari ini lagi musim kondangan. Jalur protokol juga agak padat karena ada pawai salah satu ormas. Ditambah dengan dangdutan yang (biasanya) sampai semalam suntuk dari hajatan belakang rumah, membuat gue nggak bisa tidur siang.
Enough with the rants, bahasan kali ini adalah benefits of being a book blogger. Gue hanya mau share beberapa keuntungan sebagai book blogger yang gue rasakan.
1. Networking
Baru beberapa bulan gabung dengan BBI, jaring pertemanan gue sudah sangat meluas hingga ke luar pulau Jawa. Teman gue bertambah, follower blog dan Twitter juga ikut nambah. Selain menjalin hubungan dengan sesama penggila buku, gue berkesempatan untuk mendapat teman baru dari pembaca blog. Selain itu, sedikit demi sedikit gue juga mulai kenal dengan orang-orang dari penerbit yang menawarkan gue untuk mereview buku-buku new release.
2. Freebies
Siapa sih yang nggak suka dapat buku gratisan? Selama gue ngeblog buku, gue sudah banyak banget mendapat buku gratis dari penerbit, menang kuis, juga hadiah dari teman-teman sesama blogger. Kesempatan untuk swap juga terbuka lebar.
3. Writing exercise
Selain mereview dan ngeblog di Lust and Coffee, gue juga belajar menulis fiksi. Memang di blog ini hue tidak menulis cerpen atau FF, namun latihan menulis rutin seperti sekarang ini, misalnya, adalah latihan yang sangat berguna untuk memgasah kemampuan menulis fiksi. Semakin sering menulis, kita jadi tahu kelebihan dan kekurangan kita.
4. Rise to Fame
Tujuan gue menulis blog bukan untuk mencari ketenaran (lebih baik gue melamar ke rumah produksi Multivision untuk main sinetron aja kalau mau ngetop, hehehe). Namun, menjadi reviewer yang dikenal luas mendatangkan keuntungan juga bagi blogger. Seperti Ijul, misalnya. Ia adalah salah satu blogger buku yang populer di Indonesia. Ijul diajak kerjasama oleh salah satu penerbit raksasa untuk memajukan dunia buku. Ia sering diajak untuk menghadiri launching buku, dan banyak lagi.
5. Sponsorship
Gue beberapa kali mendapatkan sponsor berupa buku-buku untuk dijadikan hadiah kuis dari penerbit. Selain bisa ‘megintip’ bukunya untuk diresensi, gue juga senang bisa merancang event berhadiah buku untuk pembaca di Indonesia, karena tujuan gue adalah melestarikan budaya membaca. Sekali kita mendapat ‘sponsor’, maka untuk ke depannya jika kita akan mengadakan event, pihak penerbit tidak akan ragu untuk memberikan sponsor berupa buku.
6. Challenge
Ngeblog buku bukan hanya menulis review. Supaya blog kita terlihat menarik dan banyak dikunjungi, kita harus kreatif. Banyak sekali bookish meme juga reading challenge yang bisa diikuti untuk mengurangi timbunan di rak. Posting artikel tentang segala yang berbau buku juga sangat menarik dan menantang. Misalnya: mewawancarai penulis/editor, sesama blogger, atau menulis pengalaman kita berburu buku ke berbagai pelosok, hingga ke luar negeri.
So, tunggu apa lagi? Untuk kamu yang suka membaca, kita mulai yuk kebiasaan ngeblog buku 🙂
Happy Sunday!