[Book Review] Some Girls, Some Hats and Hitler by Trudi Kanter
Posted by lustandcoffee
Title: Some Girls, Some Hats and Hitler: a Love Story
Author: Trudi Kanter
Publisher: Virago
Published: April 12th, 2012
No. Of Pages: 242
ISBN: 978-1-84408-808-9
Category: Non Fiction
Genre: Memoir, autobiography, war, Holocaust
Format: Paperback
Bought at: Bookdepository for $5.64 (Bargain Bin)
Opening sentences: Of course I’d seen him before. Many times. In the cafes, restaurants, theatres, concert halls and beautiful shops of a small city like Vienna, everyone knew who was who, and everyone knew who might one day be more than that.
A true story. Vienna, 1938: Trudi Miller, young, beautiful and chic, designs hats for the smartest women in the city. She is falling in love with Walter, a charming and charismatic businessman. But their idyll is about to end. Trudi and Walter are Jewish, and as Hitler’s tanks roll into Austria, they know they have to flee. Some Girls, Some Hats and Hitler is an incredible true story that moves from Vienna to Prague to blitzed London, as Trudi desperately seeks a safe place for her and Walter amid the horror engulfing Europe.
Holocaust is Lust & Coffee’s topic of the year. Masih belum puas membaca buku-buku bertema Holocaust, kali ini gue iseng membeli satu memoir masa Holocaust di Wina. Setelah iseng browsing sana-sini, ternyata banyak fakta menarik tentang buku ini. Rilisan pertama diterbitkan secara self-published dan kurang mendapat tanggapan. Seseorang menemukan versi out of print-nya dan menerbitkan ulang. Versi terbitan Virago yang sudah diedit ini yang kembali hadir dan berada di tangan. Hingga kini, pihak penerbit masih mencari pemegang copyright karya Trudi ini.
Tidak seperti kebanyakan cerita di masa Holocaust yang suram dan penuh kesedihan, memoar Trudi agak berbeda. Trudi yang berprofesi sebagai perancang topi (kebayang kan topi-topi vintage yang kerap dipakai perempuan tahun 1930-an?) bertemu dengan Walter di luar apartemen Trudi. Seperti kejadian di film-film romantis nan klise, mereka bertubrukan, dan Walter meminta maaf. Setelah itu, mereka menyesap champagne, and the rest is history. Trudi menjelaskan tempat kencannya dengan Walter. Salah satunya Vienna Opera House. Membaca bab awal Trudi seperti membaca novel STPC versi bule π Asli, jadi pengin ngedate ke Wina. Kafe-kafenye juga gak kalah romantis dibandingkan Paris.
Lalu, keromantisan suasana pacaran Trudi dengan Walter terusik dengan berita yang membuat warga Yahudi ketakutan. Pasukan SS menduduki Wina. Bendera Nazi dipasang, membuat suasana tegang dan mencekam. Pergolakan politik tak dapat dicegah. Hitler sudah mengumumkan bahwa Austria adalah bagian dari Jerman. Sebagai pasangan berdarah Yahudi, Trudi dan Walter takut mendapat siksaan dan dibawa ke kamp konsentrasi. Mereka memutuskan untuk pergi keluar dari Austria.
Trudi pada saat itu masih proses cerai dengan suaminya, Pepi. Karena keadaan mendesak maka pengadilan dan sinagog mengabulkan permohonan cerai tanpa proses berlarut-larut.
Trudi yang sering bepergian ke Prancis, Belanda, dan beberapa negara lain karena pekerjaannya, mengajukan visa untuk keluar dari Austria. Beruntung, permohonannya dikabulkan. Demikian juga dengan Walter, yang dibantu oleh pamannya, berhasil mendapatkan visa Inggris. Jaman itu belum ada Schengen, jadi memang agak ribet untuk mengurus visa ke sesama negara Eropa.
Pasukan SS sudah mengobrak-abrik apartemen, rumah tinggal, dan merampas semua harta milik penduduk Austria keturunan Yahudi. Bahkan rekening milik warga Yahudi dibekukan, membuat Trudi tidak sempat membayar pajak tertunggak karena uangnya tidak bisa dicairkan.
Berbekal visa Inggris, Trudi melakukan perjalanan via laut sehubungan dengan pekerjaannya. Ia sempat kembali ke Austria. Karena keadaan di Austria sudah dalam taraf siaga 4 (mungkin), Trudi dan Walter berangkat ke London. Salah satu faktor yang menyebabkan Trudi ingin minggat karena ia yakin ada rekan yang berkhianat. Seseorang mencari Walter, dan orang tersebut kembali lagi untuk mencarinya. Hati Trudi dan Walter tidak tenang. Mereka berhasil keluar dari Austria, bahkan Pepi ikut membanty kepergian mereka (Pepi adalah tokoh favorit gue di buku ini. He’s such a gentleman.)
Tak lama, Trudi dan Walter mendapatkan PR di London. Topi-topi Trudi yang sempat ditahan, sampai juga di London. Sebuah butik membantu Trudi untuk menjual topi-topi tersebut dan karya Trudi laris manis diborong oleh para sosialita London yang hadir di trunk show butik tersebut.
Trudi adalah perempuan yang insecure. Setelah bercerai dari Pepi, ia masih tidak rela jika ada perempuan yang dekat dengan mantan suaminya itu. Belum lagi perempuan yang berbicara dengan Walter, dianggapnya sedang flirting. Sikap Trudi yang cemburuan agak annoying menurut gue, but I guess that’s the flavor of the book.
Buku ini memiliki potensial untuk menjadi salah satu buku tema Holocaust terbaik, namun gaya bertutur Trudi yang terkesan terburu-buru dan switching dari Walter menjadi you di luar dialog membuat gue bingung. Dialognya juga masih kurang rapi. Kalau saja buku ini diedit lagi, mungkin akan lebih enak dibaca. Namun, gue menikmati buku ini, membacanya dengan cepat. Gue membayangkan jika memoir ini difilmkan dan berfokus pada hubungan cinta Trudi dan Walter, mungkin akan jadi rom-flick yang keren.
Hitler isn’t even here, but suddenly everyone is a Nazi. (p. 26)
We are like tiny ants whose nest has been disturbed, running in all directions, trying to find a hole, a blade of grass, somewhere – anywhere – to hide. (p. 33)
There was no sun, just swastika flags. No sky, just swastika flags. There was no God. (p. 37)
Buku ini pernah dibahas di website Oprah sebagai Book of the Week
Need a second opinion?
Independent Review here
Booking Mama here
Book Reporter here
Submitted for:
A Year Long Memoir Reading Challenge here
New Authors Reading Challenge here
Baca Bareng BBI Tema Perang here
Books in English Challenge here
Until next time:)
About lustandcoffee
Hello, my name is Rachael and welcome to my blog. I'm a reader, as well as a book reviewer on various social media platforms. I love thriller, historical fiction, literature, a little bit of fantasy should be ok but mostly I read realistic fiction. I love traveling with my family and sitting near by the window on a rainy day with a cup of tea.Posted on August 30, 2013, in Uncategorized and tagged Baca Bareng BBI, book review, History, Holocaust, memoir, non fiction, TBR 2013, true story, war. Bookmark the permalink. 5 Comments.
pingin juga ke Winna #eh
Mari, Mas π
Sent from my iPad
aaahhh gue sempet liat buku ini di bargain bin dan sempet tergoda ahahaha, judulnya catchy banget deh. kayanya bakal suka juga sama setting ceritanya π
Errr, kalo baca sih rada2 bete gara2 writing stylenya yang kurang pro walau isinya bagus. Kayaknya lebih bagus yang satunya (A Spoonful of Sugar).
Sent from my iPad
Pingback: Baca Bareng BBI Januari – Desember 2013 | Mia membaca