Meet the Author: Okky Madasari – Pasung Jiwa

meet_the_authokkym

Setelah membaca dan meresensi novel Pasung Jiwa disini dan seperti janji saya kemarin, kali ini Lust and Coffee berhasil mewawancarai penulisnya, Okky Madasari.
Okky adalah seorang jurnalis dan penulis yag sudah menelurkan beberapa karya, antara lain: 86, Entrok yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul The Years of the Voiceless, Maryam yang memenangkan Khatulistuwa Literary Awards 2012, dan yang terbaru, Pasung Jiwa. Karya-karya Okky mengusung tema kemanusiaan dan hak asasi, juga kebebasan individu.

Berikut petikan wawancara singkat Lust and Coffee dengan Okky Madasari:

Kapan mulai suka menulis?

Lulus dari kuliah, saya memutuskan untuk menjalani profesi sebagai jurnalis. Keinginan ini sudah memendam sejak lama,dan sejak itu saya mulai suka menulis. Bedanya, kalau sebagai jurnalis, kita nulis fakta, saat menulis novel saya bebas mengembangkan imajinasi. Namun tetap dalam koridor yang saya jaga, supaya bisa membuat pembaca merasakan apa yang ingin saya tulis.

Darimana Mbak Okky mendapat ide untuk menulis novel Pasung Jiwa?

Gagasan untuk setiap novel, berasal dari apa yang ada di sekitar. Saya hanya menuangkan apa yang saya lihat dan kemudian saya dalami setiap karakternya. Untuk Pasung Jiwa, itu lebih pada kebebasan individu, lebih personal bagaimana seseorang menghadapi masalah yang timbul di masyarakat, dengan periode cerita sebelum dan sesudah reformasi.

Berapa lama proses penulisan Pasung Jiwa, mulai riset hingga selesai? Punya waktu khusus untuk menulis?

Pasung Jiwa ditulis kurang lebih satu tahun. Saya tidak punya waktu khusus, tapi diatur antara siang sampai malam hari. Pokoknya tidak sampai begadang, seperti apa yang dibayangkan banyak orang pada para penulis, sesekali saya juga selingi olahraga. Kadang, saya juga tidak punya rancangan atau outline, yang penting ada ide atau gagasan besar. Berhenti ketika kisah itu sudah dirasa cukup.

Karakter dalam novel Pasung Jiwa terasa nyata, saya seperti tidak membaca novel namun menyaksikan tokoh-tokoh berbicara di depan mata. Bagaimana cara Mbak Okky menciptakan karakter-karakter tersebut? Apakah ada riset khusus atau ada tokoh nyata seperti Sasana atau Cak Jek yang Mbak Okky kenal?

Banyak membaca. Saya terinspirasi dari novel-novel yang saya baca. Untuk membuat karakter lebih hidup saya membuatnya berkembang seperti apa adanya. Perlu usaha untuk masuk dalam setiap karakter yang berbeda, namun sekali karakter itu punya nyawa, ia akan berkembang dengan sendirinya. Dan, saya juga mendapat gambaran dari setiap orang yang ada di sekitar, yang saya amati.

Pasung Jiwa memuat berbagai isu, seperti LGBT, bullying, dan hubungan anak dengan orangtua. Apa yang hendak Mbak Okky sampaikan melalui novel ini?

Kebebasan individu. Setiap orang punya ketakutan masing-masing. Apakah kita sudah terbebas atau masih terpasung? Nah, itu kembali pada diri masing-masing bukan? Tema itu kemudian saya kembangkan lewat empat tokoh; ada yang merasa terpasung karena aturan yang dibuat orangtua, norma di masyarakat, atau agama. Bagaimana setiap kita menghadapi ini, begitulah Pasung Jiwa.

Ada pesan untuk pembaca novel Pasung Jiwa?

Semoga lebih peka dan tidak mudah menghakimi orang lain. Lebih meghargai setiap individu dan pilihan yang mereka jalani.

Terima kasih banyak untuk waktunya. Saya nantikan karya Mbak Okky selanjutnya.

More articles on Pasung Jiwa:
here, there, and everywhere.

Temui Okky Madasari di:
BlogTwitterFacebookGoodreads

Until next time ^^

20131128-083529.jpg

About lustandcoffee

Hello, my name is Rachael and welcome to my blog. I'm a reader, as well as a book reviewer on various social media platforms. I love thriller, historical fiction, literature, a little bit of fantasy should be ok but mostly I read realistic fiction. I love traveling with my family and sitting near by the window on a rainy day with a cup of tea.

Posted on February 8, 2014, in Uncategorized and tagged , , , . Bookmark the permalink. 1 Comment.

  1. Pingback: #316 Pasung Jiwa |

Leave a comment