Blog Archives
[Book Review] The Moon Opera by Bi Feiyu @Elexmedia
Judul: The Moon Opera
Penulis: Bi Feiyu
Penerjemah: Indrayati Soebakdi J.A.
Penerbit: Elex Media Komputindo
Web Penerbit: klik
Goodreads: klik
Terbit: 30 Oktober 2013
Tebal: 144 halaman
ISBN: 9786020224084
Kategori: Fiksi
Genre: Budaya, Chinese Literature
Beli di: Mbak Maria
Harga: Rp. 15,000 (Clearance Sale)
Kalimat pembuka:
Bagi Qiao Bingzhang acara makan malam itu seperti kencan buta, dan dia baru menyadari setelah separuh acara berlangsung, bahwa lelaki yang duduk di seberangnya adalah seorang pengusaha pabrik rokok.
Bi Feiyu—seorang pujangga muda dari Cina yang berbakat—mengangkat kehidupan opera Cina dan bintangnya, menciptakan kembali segala godaan dan kesuksesan yang dihasilkan dari pementasan itu.
Seorang diva yang iri hati, Xiao Yanqiu, bintang dari Opera Rembulan—sebuah opera Cina yang sukses di zamannya—mencelakai pemeran penggantinya dengan air mendidih hingga cacat wajah seumur hidup. Dengan alasan itulah dia dikucilkan oleh anggota rombongan sandiwaranya, dan beralih menjadi seorang pengajar di sebuah akademi drama.
Dua puluh tahun kemudian, seorang bos pabrik rokok menawarkan diri untuk menanggung semua biaya pementasan ulang opera terkutuk itu, namun hanya jika Xiao Yanqiu yang memerankan peran Chang’e. Maka dia pun melakukannya, dan percaya bahwa dia adalah seorang dewi bulan yang hidup dalam keabadian.
Kisah yang dipenuhi dengan intrik, drama, dan kecemburuan di belakang panggung sebuah opera Peking, The Moon Opera menyajikan gambaran mengagumkan tentang seorang wanita dengan dunia yang secara tidak sadar telah menjunjung sekaligus membatasinya.
Editor’s Note
Kisah ini dituliskan dengan singkat namun dramatis oleh sang penulis. Sang penulis menampilkan emosi yang mengena dalam tulisannya. Membawa kita masuk ke dalamnya sehingga kita dapat mengikuti aliran emosi yang dibawa sang penulis ke dalam kisah itu. Dinominasikan dalam Independent Foreign Fiction Prize tahun 2008.
(Chinese Proverb)
Di mana wanita berkumpul, di situ ada iri hati. Mungkin perempuan memiliki kadar iri dan cemburu yang lebih besar daripada pria. Entahlah. Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemui kasus pencemaran nama baik hingga kriminal yang pelakunya wanita atas dasar iri hati atau cemburu.
Xiao Yanqiu, tokoh sentral dalam The Moon Opera, dikisahkan berparas cantik, memiliki tubuh indah dan lentur, serta suara merdu yang mampu memukau penonton opera. Di usia sembilan belas, Yanqiu tampil sebagai Chang’e (pemeran utama wanita dalam pertunjukan opera Cina). Dalam setiap pertunjukan opera, selalu ada pemeran pengganti untuk mendukung pemeran utama. Li Xuefen, aktris tersohor pada zamannya, bertugas sebagai pemeran pengganti dalam Opera Rembulan. Yanqiu yang tidak mau berbagi dengan Xuefen, memonopoli peran dalam panggung dan tidak memberi kesempatan pada Xuefen untuk unjuk kebolehan di depan penonton.
Konflik tak terelakkan. Yanqiu menyiram wajah Xuefen dengan air panas. Opera Rembulan tidak jadi dipentaskan.
Waktu berlalu dan Yanqiu bertambah usia. Pemilik pabrik rokok ingin agar Opera Rembulan kembali dipentaskan. Yanqiu bersemangat ingin kembali naik pentas, tapi kemampuan yang dulu ia miliki telah hilang. Chunlai, Chang’e baru yang masih muda didapuk untuk menggantikan Yanqiu. Sadar akan kemampuannya, Yanqiu melatih Chunlai agar penampilannya sempurna. Namun dalam hati, Yanqiu masih belum rela untuk mundur sebagai pemeran pengganti.
Selain konflik dalam grup opera, rumah tangga Yanqiu dengan suaminya, Miangua, juga mengalami turbulensi. Pada akhirnya, saya sebagai pembaca merasa kasihan pada Yanqiu.
Novel ini pendek dan sebenarnya bisa dibaca dalam sekali duduk. Namun saya tidak menemukan greget seperti saat membaca Farewell, My Concubine yang juga berkisah tentang pemain opera Cina dan rasa cemburu yang memicu konflik. Beberapa bagian The Moon Opera membuat saya bosan, terutama bagian Yanqiu dan Miangua. Novel ini singkat tapi kurang padat. Tokoh Yanqiu juga sangat menyebalkan. Airmata penyesalan seolah palsu dan tetap tidak menimbulkan rasa simpati.
Mungkin jika membaca bahasa aslinya, buku ini akan lebih enak dibaca. Sayang saya tidak bisa bahasa Mandarin.
Yang saya sukai dari buku ini adalah kutipannya. I’m a sucker for beautiful quotes. Gara-gara membaca buku ini, saya jadi kepikiran ingin punya 1 notebook khusus berisi kutipan.
Saya masih punya 1 buku karya Bi Feiyu lagi yang mengantri di timbunan. Semoga lebih seru dari The Moon Opera.
Ada saat ketika seorang wanita seakan memang terlahir untuk menjadi milik pria yang ditangisinya. (hal. 37)
Lelaki berkelahi dengan lelaki lain, tetapi perempuan menghabiskan seluruh hidup mereka untuk memerangi diri sendiri. (hal. 46)
Need a second opinion?
Juushika
[Book Review] For One More Day by Mitch Albom
Judul: For One More Day (Satu Hari Bersamamu)
Penulis: Mitch Albom
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Desember 2007
Tebal: 248 halaman
ISBN: 978-979-22-3433-6
Kategori: Novel Fiksi
Genre: Family, Death, Sports
Beli di: Lotte Mart Bintaro
Harga: Rp. 15,000
Kalimat Pembuka:
“Biar kutebak. Kau ingin tahu kenapa aku mencoba bunuh diri.”
For One More Day adalah kisah tentang seorang ibu dan anak laki-lakinya, kasih sayang abadi seorang ibu, dan pertanyaan berikut ini: Apa yang akan kaulakukan seandainya kau diberi satu hari lagi bersama orang yang kausayangi, yang telah tiada? Ketika masih kecil, Charley Benetto diminta untuk memilih oleh ayahnya, hendak menjadi “anak mama atau anak papa, tapi tidak bisa dua-duanya.” Maka dia memilih ayahnya, memujanya—namun sang ayah pergi begitu saja ketika Charley menjelang remaja. Dan Charley dibesarkan oleh ibunya, seorang diri, meski sering kali dia merasa malu akan keadaan ibunya serta merindukan keluarga yang utuh. Bertahun-tahun kemudian, ketika hidupnya hancur oleh minuman keras dan penyesalan, Charley berniat bunuh diri. Tapi gagal. Dia justru dibawa kembali ke rumahnya yang lama dan menemukan hal yang mengejutkan. Ibunya—yang meninggal delapan tahun silam masih tinggal di sana, dan menyambut kepulangannya seolah tak pernah terjadi apa-apa.
For One More Day adalah buku ketiga karya Mitch Albom yang saya baca, dan buku fiksi pertama karya beliau yang saya baca. Beruntung saya berhasil menemukan buku ini di boks obralan Gramedia Lotte Mart, Bintaro. Ternyata, buku ini diobral karena penerbit merilis ulang dengan cover baru yang lebih cantik.
For One More Day bercerita tentang Chick Benetto yang menghabiskan satu hari bersama almarhum ibunya, Posey. Chick adalah mantan atlet bisbol pro yang pernah masuk World Series. Hidupnya hancur setelah ia cedera dan tidak bisa lagi bermain bisbol. Lalu, hubungannya dengan istrinya, Catherine, dan putrinya, Maria, juga tidak baik. Ia bahkan tidak diundang untuk menghadiri pernikahan Maria. Chick mencoba untuk mematikan rasa sakit dengan minum-minuman keras, dan ia bertekad untuk mengakhiri hidupnya karena ia sudah merasa tidak berguna lagi. Sebuah kecelakaan membuatnya kembali ke rumah masa kecilnya, dan ia menghabiskan satu hari bersama ibunya.
Setelah membaca tiga buku, saya berkesimpulan bahwa Mitch Albom suka mengangkat tema kematian dalam buku-bukunya. Mitch seolah ingin menekankan bahwa hidup sangat singkat, jadi jangan sia-siakan kesempatan untuk melakukan sesuatu sehingga jika orang tersebut/kita pergi meninggalkan dunia, tidak ada penyesalan yang tertinggal.
Sama seperti buku-buku terdahulunya, buku ini ditulis dengan apik dan membuat pembaca berkaca-kaca. Setelah melahap buku ini, saya jadi ingin memeluk orangtua saya dan mengucapkan terima kasih kepada mereka.
Bacaan yang recommended jika kamu ingin berderai-derai dan memboroskan tisu.
“Aku melakukan apa yang penting bagiku,” katanya. “Aku menjadi seorang ibu.” (hal. 165)
Percaya, kerja keras,cinta—kalau kau punya hal-hal ini, kau bisa melakukan apa pun. (hal. 202)
Need a second opinion?
Bacaan Bzee
Crazy in Books
Membaca Buku
Until next time ^^
[Book Review] The Vampire Diaries: The Awakening by L.J. Smith
Title: The Awakening (The Vampire Diaries Series #1)
Author: L.J. Smith
Publisher: Harper Collins
Date of Published: March 1st, 2010
ISBN: 978-0-06-199075-5
No. of Pages: 302
Format: Mass Market Paperback
Category: Fiction
Genre: Horror, YA, Vampires, Supernatural, Fantasy
Bought at: Bookdepository for $6.95
Opening sentence: Dear Diary,
Something awful is going to happen today. I don’t know why I wrote that. It’s crazy.
Elena: beautiful and popular, the girl who can have any guy she wants.
Stefan: brooding and mysterious, desperately trying to resist his desire for Elena . . . for her own good.
Damon: sexy, dangerous, and driven by an urge for revenge against Stefan, the brother who betrayed him.
Elena finds herself drawn to both brothers . . .
who will she choose?
I read this book because I’m a huge fan of TVD TV Series. I’m #TeamDamon by the way.
Beberapa nama dan ciri-ciri fisik tokoh di buku berbeda dengan yang ada di TV. I prefer non-blond Elena. It’s hard to portray new faces for the characters, so just be it. I’m happy with TVD Cast and they’re the characters that I pictured in my head while reading this novel.
Adegan dimulai dengan Elena yang merasa asing ketika kembali ke rumah yang ia tinggali ketika ia kecil dulu. Elena baru kembali dari Paris menghabiskan liburan musim panas, dan ia kembali ke rumahnya di Fell’s Church, Virginia (di serial TV namanya Mystic Falls). Elena merasa semuanya serba asing, bahkan warna langit pun tidak secerah dulu. Ia merasa diikuti. Elena melihat seekor gagak besar dan mengkilat yang sedang menatapnya seolah menelanjanginya.
Stefan Salvatore yang sebelumnya tinggal di Italia, bosan dengan kegelapan dan kesendirian. Ia kembali ke Fall’s Church untuk mencicipi kehidupan sebagai siswa SMA. Tak ada yang pernah melihatnya mengisap darah binatang di balik pohon sewaktu break.
Elena adalah salah satu gadis populer di Robert E. Lee High School. Sahabatnya yang termasuk dalam gank cewek populer adalah Caroline (yang ingin menyaingi Elena dalam hal apa pun termasuk jadi queen bee), Bonnie yang memiliki bakat supranatural (karena ia keturunan witch) dan Meredith, gadis bubbly yang berada di tengah-tengah.
Mata keempat cewek populer tersebut takjub melihat Stefan yang keluar dari mobil Porsche-nya di tempat parkir. Namun, Stefan memakai kacamata hitam yang menutupi matanya. Elena penasaran dengan sosok Stefan yang misterius namun memiliki pesona yang dahsyat.
Masalahnya, ia masih berstatus pacarnya Matt. Elena kesulitan untuk memutuskan Matt. Perasaannya sudah berubah. Elena merasa ia dan Matt tak ubahnya seperti kakak-adik.
Sebaliknya, Stefan juga penasaran dengan sosok Elena. Ketika Elena berbalik dan wajahnya bisa dilihat dengan jelas, Stefan terkejut bukan main. Wajah Elena seperti kembaran Katherine, pacar Stefan di masa lalu. Namun, tentu saja Elena bukan Katherine.
Kejadian-kejadian aneh mulai terjadi seiring kemunculan Stefan di Fall’s Church. Pesta prom, Elena dicium paksa Tyler, lalu muncul Stefan yang menolong Elena. Ok, sedikit banyak, novel ini mengingatkan gue dengan Twilight. Namun, sebenarnya serial The Vampire Diaries sudah ada jauh sebelum Twilight Saga beredar.
Balik lagi dengan Stefan dan Elena. Ada flashback tentang hubungan cinta segitiga antara Stefan-Katherine-Damon. Damon adalah kakak Stefan yang memiliki personality berbeda jauh dengan Stefan. Damon adalah pemberontak dan ia selalu menyuarakan kehendaknya dengan lantang, walau harus menentang orangtuanya.
Karena gue sudah menonton serinya terlebih dahulu, gue jadi ikut flashback ke TVD Season 1.
Gue sangat berterima kasih kepada Kevin Williamson yang menciptakan karakter Jeremy, karena kalau nggak ada Jeremy, TVD nggak seru. Dan Jeremy tidak ada di novel.
Karakter Elena di novel agak berbeda dengan di serial TV. Di novel Elena digambarkan sebagai mean girl berambut blond yang bossy dan selalu mendapat apa yang ia inginkan. A high school bitch that you’d like to slap.
Sedangkan Stefan dan Damon tidak jauh berbeda dengan di serial TV.
Aunt Judith di serial TV bernama Jenna. I like Jenna better, terdengar lebih modern.
Nggak sabar pengin baca buku kedua, yaitu The Struggle.
Until next time
[Book Review] Madame Wu by Pearl S. Buck
Judul: Pavillion of Women: Madame Wu
Penulis: Pearl S. Buck
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Juni 2007, Cetakan kelima
Jumlah halaman: 520
Kategori: Fiksi terjemahan/Klasik/Sastra Cina/Fiksi Sejarah
Book Blurb:
Betulkah perkawinan merupakan prestasi terbesar bagi wanita?
Sesuai adat Cina, Madame Wu menikah dengan laki-laki pilihan orangtuanya. Mereka dikaruniai empat putra. Di rumah suaminya yang kaya raya itu, Madame Wu menjalankan tugas-tugasnya sebagai istri dan ibu. Dia istri yang sempurna dalam segala hal.
Pada hari ulang tahunnya yang keempat puluh, Madame Wu memutuskan untuk melepaskan diri dari keeajiban melayani suaminya. Sekarang dia hanya akan mencari kepuasan jiwa. Dia akan membeli gundik untuk melayani kebutuhan suaminya…Inilah novel cemerlang yang mengungkapkan perasaan hati manusia. Kisah seorang wanita yang nasibnya diubah oleh cinta yang agung.
Pertama kali dengar nama Pearl S. Buck waktu duduk di bangku SMP. Waktu itu, guru Bahasa Indonesia pernah bertanya tentang penulis favorit anak-anak. Dengan mata berbinar, beliau bercerita tentang betapa indahnya buku-buku karya Pearl S. Buck. Baru sekarang gue ngerti perasaan guru Bahasa Indonesia gue itu. Memang sangat indah. I was blown away. Sayang, nyokap gue bukan penggemar Pearl S. Buck, jadi gue baru sekarang bisa mencicipi buku-bukunya. Waktu sekolah duluk biasanya gue melalap buku di rak nyokap.
Mengambil latar waktu sebelum perang dunia kedua di Cina, novel ini berkisah tentang pencarian cinta sejati dan makna hidup. Bahwa sesungguhnya banyak aturan atau adat yang mengkungkung kebebasan dan bertentangan dengan kata hati yang sesungguhnya.
Tokoh sentral dalam novel ini adalah Madame Wu (yang memiliki nama kecil Ailien). Ia adalah penghubung dari semua tokoh-tokoh yang ada di buku ini. Biasanya gue nggak terlalu suka dengan novel yang tokohnya agak banyak, tapi tidak dengan novel ini. Karena tiap tokoh punya peranan, bukan asal tempel saja.
Mr. Wu adalah suami Madame Wu. Lalu, ada keempat anak laki-laki beserta menantunya, ibu dan bapak mertuanya (kadang diceritakan secara flashback). Selain itu, ada asisten pribadi Madame Wu, Bruder Andre yang mengajarkan filosofi hidup, Madame Kang, Suster Hsia, dan dua gundik Mr. Wu.
Di halaman 340-an, mata gue basah. Udah lama nggak nangis waktu baca novel. Gue nggak mau cerita apa yang membuat mata gue basah, karena nanti jadi spoiler.
Gue suka sekali sama novel ini karena perubahan pada tokoh-tokohnya signifikan, endingnya juga memuaskan walau diselipi beberapa kematian tokoh-tokohnya. Banyak perenungan dan pembelajaran dari novel ini, juga quote-quote yang jleb.
Menilik kultur dan sejarah Cina, pada masa itu memang masih berlaku perjodohan. Biasanya, orangtua memilihkan calon pasangan untuk anak memakai jasa Mei Ren atau Mak Comblang. Bahkan, pengantin pria belum melihat wajah pasangannya sebelum malam pertama.
Begitu juga dengan Madame Wu yang menjodohkan anak-anaknya, kecuali Tsemo yang ngotot menikah dengan pilihannya sendiri. Madame Wu pada awalnya kurang suka sehingga pasangan itu agak terasing di rumah mereka. Menurut kepercayaan orang Cina, laki-laki harus mengambil istri yang umurnya lebih muda dan lebih baik kurang pendidikannya. Sedangkan istri Tsemo lebih tua satu tahun dan berpendidikan. Bahkan ia menjadi aktivis memprotes kebijakan pemerintah.
Yang mearik lagi adalah masalah poligami. Sekitar tahun 1930an, praktek poligami seharusnya sudah dilarang karena ada Undang Undang yang menyatakan demikian, tapi tidak dalam prakteknya.
Sewaktu Madame Wu memutuskan untuk mengambil gundik untuk Mr. Wu, Rulan (istri Tsemo) protes dan mengatakan bahwa ada larangan untuk itu, dan poligami itu sudah kolot. Tapi Madame Wu menjawab bahwa pelarangan itu hanya aturan yang tertulis saja. Pada prakteknya, memang masih banyak yang melakukan poligami. Madame Wu melakukan itu untuk mencegah suaminya pergi ke rumah pelacuran, walau ia juga kecolongan karena Mr. Wu pergi ke sana bersama besannya, Mr. Kang.
Hanya satu kelemahan novel ini, terlalu banyak memakai kata ‘insyaf’ yang bisa diganti dengan kata ‘sadar’.
It’s a perfect Chinese New Year reading.
[Review] Hitam Putih Dunia Angel: Dan Pelangi Diantaranya
Senang banget rasanya mendengar novel perdana Angeline Julia, yang akrab dipanggil Angel, akhirnya diluncurkan. Saya sudah lama mendengar Angel akan merilis kisah hidupnya yang luar biasa ini, dan tentu saja, saya juga ikut deg-degan menunggu telur itu pecah.
Setelah mbak Dewi, bos Stiletto Book, mengabarkan via BBM bahwa beliau ingin mengirimkan buku ini kepada saya untuk direview, saya tambah double lagi girangnya. Merasa tersanjung dipercaya untuk mereview buku ini.
Novel ini ditulis Angel berdasarkan kisah nyata yang dialaminya. Ia dijual oleh orang tua kandungnya karena mereka tidak mampu membayar biaya rumah sakit. Orang tua angkat Angel kemudian mengadopsinya. Karena perceraian demi perceraian yang dialami oleh ibu angkat Angel, ia mengalami gangguan psikis dan sering menyiksa anak semata wayangnya baik secara fisik maupun verbal.
Di usia rawan dimana seorang anak membutuhkan kasih sayang, bimbingan dan pembentukan karakter, Angel mengalami goncangan batin. Ia juga dilecehkan secara seksual oleh ibunya, sehingga Angel mulai mengalami disorientasi seksual. Belum lagi doktrin dari sang ibu yang mengatakan bahwa laki-laki hanya mengincar tubuh wanita dan ingin melampiaskan nafsu saja. Angel yang berusia 13 tahun merasa dirinya seorang lesbian dan ia menjalin cinta dengan guru wanita di sekolahnya.
Hubungan terlarang tersebut akhirnya kandas. Angel pindah ke Bandung dan menjalani kehidupan hedon bersama komunitasnya. Takdir mempertemukan Angel dengan pria yang mau menerima dan mencintainya secara tulus. Cobaan demi cobaan datang menghadang, tapi Angel mampu menjalani hidupnya dan menebas semua duri tajam yang menyakitinya.
Novel ini sangat jujur dan Angel menuturkan kisahnya seperti bercerita kepada sahabat. Beberapa kali saya ikut merasakan emosi Angel dan menitikkan air mata.
Angel juga menemukan kedamaian secara spiritual setelah diberi petunjuk lewat penglihatan.
Buku ini banyak sekali memberi pelajaran berharga bagi pembacanya. Salah satu kutipan yang saya suka,
“Luka dan sakit adalah tanda bahwa kita masih hidup.”
Beberapa masukan dari saya:
1. Masih ditemukan beberapa typo.
2. Ketidak konsistenan pemakaian huruf kapital dan huruf kecil dalam memanggil mama, nenek, kakek, dsb.
3. Di halaman 191, paragraf ke-3, ada kalimat seperti ini:
Seketika, Lia begitu panik ketika mengetahui bahwa Mama akan datang menemuiku, dia curiga dan berpikir bahwa Mama datang untuk membawaku kembali ke Medan.
– sebaiknya tanda koma itu diganti dengan titik, menjadi dua kalimat.
– saya agak bingung di bagian tersebut, karena sebelum Angel ke Yogyakarta, ia tinggal bersama ibunya di Jakarta. Tidak dijelaskan tentang kepindahan ibunya kembali ke Medan.
Tapi, kesalahan tersebut minor. Sama sekali tidak mengurangi nilai ceritanya.
Buku ini sangat layak untuk dikoleksi, terutama untuk yang penasaran dengan kehidupan LGBT.
Pesan saya: sedia Kleenex sebelum membaca dan biarkan emosimu larut dalam kisah Angel.
3.8 out of 5
[Review] Joker – Ada Satir Dalam Watir ala @vabyo
Joker sebenarnya pertama kali terbit tahun 2007. Iya, gue telat tahu dan baca buku ini. Setelah membaca Kedai 1001 Mimpi, gue akhirnya tahu ada penulis yang namanya Valiant Budi, terus dia nekat jadi TKI ke Arab. Yang belum baca buku tersebut, baca deh. Gue rekomendasiin kalo lo mau tahu tentang kelakuan orang Arab.
Balik lagi ke Joker. Sinopsisnya dibawah:
Ketika yang kamu kejar ternyata bukan yang kamu inginkan—semua yang klise ternyata tidak biasa—atau batu justru berada di balik udang.
Mungkin kamu baru saja bertemu dengan seorang Joker.
Hati-Hati
Gak semua yang tampak seperti yang terlihat
Gak semua yang bunyi seperti yang terdengar
Joker. Ada lelucon di setiap duka
Joker bercerita tentang Brama yang terobsesi pada Mauri, hingga ia mengikutinya kuliah di kampus yang sama sampai jadi penyiar di Bandung. Lalu ada Alia yang kepalanya berisi ‘kamar tidur’. Ada juga Dimas, pemilik kos di Bandung yang TTM-an sama Alia, dan tokoh-tokoh minor lain yang berkaitan dengan tokoh utama dan menjadikan plot cerita ini menarik.
Bahasa yang dipakai Valiant asik, ringan, gaul, sama sekali nggak berat. Cuma kita sebagai pembaca dituntut untuk jeli dalam setiap clue yang diberikan karena ending buku ini cukup bikin surprise.
Yang gue suka dari buku ini, selain setting-nya di Bandung (my hometown), juga penokohannya. Masing-masing tokoh sentral kuat, punya kepentingan yang juga dideskripsikan dengan jelas. Selama ini, buku-buku yang gue baca kebanyakan lebih memfokuskanndiri pada plotnya, bukan tokoh.
Konflik yang dibuat tidak ekstrim. Banyak kalimat-kalimat kocak, seperti:
Hmm, gue sebenernya gak peduli juga mau dia pegang wine kayak megang bir atau megang bajigur juga.
Nggak perlu ribet atau mikir sampe mumet pas baca buku ini. Alurnya juga cepet, nggak berbelit-belit.
Nyesel kenapa nggak dari dulu-dulu gue baca ni buku.
Kekurangan buku ini hanya beberapa typo yang masih ditemukan dan ketentuan penulisan yg ‘dilanggar’, tapi nggak mengurangi nilai bukunya.
Baca aja deh!
Gue kasih empat gelas dari 5 botol Cabernet Sauvignon.