Blog Archives
[Book Review] Simply Sinful by Carly Phillips @Gramedia
Judul: Simply Sinful (Simply Series #1)
Penulis: Carly Phillips
Penerjemah: Iing Liana
Penerbit: GPU
Terbit: Maret 2012
ISBN: 978-979-22-9123-0
Tebal: 236
Kategori: Novel Fiksi Terjemahan
Genre: Romance, Contemporary, Suspense
Beli di: Bukabuku harga Rp. 28,000
Kalimat pertama: Buat dia terpesona! Masuk dan berubahlah.
Kane McDermott detektif yang selalu mempertahankan ketajamannya dalam pekerjaan. Tak satu hal pun dapat mengganggu pekerjaan dan prinsip yang dianutnya. Begitu juga ketika ia ditugaskan menyelidiki sekolah etiket yang diduga merupakan kedok jaringan prostitusi. Dan itu berarti menyelidiki pemiliknya, wanita muda yang sangat memesona dan cerdas bernama Kayla Luck.
Kane mati-matian berusaha menjaga penyamaran, sekaligus perasaannya yang sesungguhnya terhadap wanita itu. Namun jelas itu tak mudah, karena hasil penyelidikan awal justru membuat Kane semakin ingin mengawasi Kayla—dan melindungi wanita itu dari bahaya yang mengancam…
Akhirnya, lengkap juga Simply Series gue, walaupun belinya di dua OL shop berbeda, karena stocknya Bukabuku terbatas. Setelah selesai membaca dan mereview Simply Sexy yang merupakan buku terakhir dari Simply Series, gue malah mulai membaca buku pertamanya ini. Kalau Simply Sexy lebih chicklit dengan latar belakang dunia media, Simply Sinful lebih berbau suspense dengan tokoh utama seorang detektif yang menyelediki kasus sekolah kepribadian yang memiliki bisnis underground.
Simply Sinful dibuka dengan adegan Kane, seorang detektif yang menyamar menjadi sales suatu perusahaan dengan dandanan geeky, mendatangi kantor Charmed!, pusat kursus etiket untuk businessman. I bertemu dengan Kayla, pengelola Charmed! yang charming dan merobohkan pertahanan Kane yang biasanya selalu profesional.
Mereka berkencan dan panas…panas…panas deh pokoknya. Belum apa-apa adegannya sudah melibatkan whipped cream *LOL*
Terjadi drama di kamar hotel, karena memang Kane menyelidiki Charmed! Yang menurut informan merupakan usaha prostitusi berkedok sekolah etiket. Tentu saja Kayla berang dan meninggalkan Kane di kamar hotel.
Baru melangkah masuk ke kantornya, Kayla didatangi tamu tak diundang yang mengenakan topeng. Catherine, kakaknya, datang dan menemukan Kayla terbujur di lantai. Suasana kantor juga kacau, berantakan habis digeledah oeh si garong tak dikenal.
Catherine menelepon kantor polisi. Mudah ditebak, Kane datang dengan identitas aslinya, membuat Kayla marah. Namun keadaan tidak memungkinkan Kayla untuk protes berlama-lama karena ia membutuhkan perlindungan Kane. Apalagi Kayla mendapat telepon ancaman dari si garong yang menginginkan uang tersebut.
Sebenarnyw Reid, atasan Kane, mengatakan bahwa Kayla tak perlu dijaga. Namun Kane bersikeras dan ia yakin Kayla berada dalam bahaya. Bersama-sama mereka memecahkan misteri di balik Charmed!
OK, novel ini banyak adegan ranjang, jadi tidak cocok dibaca oleh anak dibawah umur 18 tahun. Premisnya menarik, namun hubungan cinta Kayla dan Kane terkesan terburu-buru. Dibandingkan dengan Simply Sexy, gue lebih suka Simply Sexy yang lebih chicklitish dan hubungan cinta Colin dan Rina bertahap, lebih terasa chemistry-nya walau premisnya mirip dengan Simply Sinful.
Agak ganggu juga kalau tokohnya horny all the time. Bukannya menyelesaikan kasus penyerangan Kayla, detektif malah sibuk jelalatan memelototi lekuk tubuh Kayla lah, aroma shampo lemon yang membangkitkan gairah. Gue cuma bisa geleng-geleng kepala.
Seperti novel lainnya dalam Simply series bersetting di kota Boston. Novel ini ringan banget dan bisa habis dibaca dalam satu kali duduk. Bacaan menghibur di sela-sela kesibukan mengurus anak. Dan yang jelas, Simply series lebih berisi daripada the infamous 50SoG. Nggak sabar untuk melahap 3 buku lainnya dari Simply Series. Cover Simply Series simple namun terkesan sexy and sassy. Me likey! Nggak malu-maluin kalau dibawa-bawa ke tempat umum 😀
Oiya, masih ditemukan typo nih.
kalalu – seharusnya kalau (hal. 62)
pegangann – seharusnya pegangan (hal. 112)
Orang bodoh macam apa yang membutuhkan sekolah pesona untuk merayu wanita? (hal. 6)
Ibuku selalu berkata kalau kau tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar, lebih baik tak usah sekalian. (hal. 55)
Until next time
[Book Review] Simply Sexy by Carly Phillips @Gramedia
Judul: Simply Sexy (Simply Series #5)
Penulis: Carly Phillips
Penerjemah: Nur Aini
Penerbit: GPU
Terbit: Januari 2013
ISBN: 978-979-22-9123-0
Jumlah Halaman: 240
Kategori: Novel Fiksi Terjemahan
Genre: Romance, Chicklit, Contemporary
Beli di: http://www.rumah-buku.net harga Rp. 28,000
Kalimat pertama: Emma Montgomery berdiri di dekat jendela kantor redaksi koran sambil mengetukkan kuku-kukunya yang terawat dengan tak sabar.
Setelah sekian lama, Colin Lyons akhirnya pulang karena mendengar kabar ayah angkatnya sakit. Namun ia juga mendapati bahwa perusahaan koran milik sang ayah terancam bangkrut dan malah jadi mirip tabloid wanita—semua karena istri kedua ayahnya. Colin terpaksa memikirkan cara agar perusahaannya tidak hancur sekaligus mengembalikan koran tersebut ke jalur yang benar.
Hanya saja Colin dihadapkan pada masalah lain yang juga tak mudah, yaitu dalam wujud Rina Lowell, kolumnis hubungan asmara. Wanita itu telah menarik perhatiannya sejak hari pertama dan begitu bersemangat melakukan riset untuk kolomnya. Awalnya Colin berniat memanfaatkan Rina demi menyelamatkan koran milik ayahnya, namun kini ia sadar ia malah terlibat terlalu jauh dengan wanita itu…
Harlequin… Gue sempat alergi mendengar nama penerbit yang identik dengan novel romance yang ‘dangkal’ dengan plot yang tidak greget. Kenapa sih kok gue kaya gitu? Karena gue punya pengalaman buruk dengan novel Harlequin. Waktu masih kerja (kalau nggak salah waktu itu gue sedang hamil AJ), ada bursa buku murah Gramedia di ITC Permata Hijau. Gue ke sana sama seorang teman, dan seperti beli kucing dalam karung, gue membeli beberapa novel Harlequin yang dibandrol harga 15 ribu. Teman gue bilang, kakaknya dia fans berat HQ. Banyak yang bagus.
Dengan riang gembira, gue menenteng kira-kira 5 novel HQ bersegel dengan judul yang romantis dan hot khas HQ. Pas gue membaca satu novel berjudul Kesatria Idaman Sang Pustakawati karya Cindy Gerard, gue bengong, karena novel itu nggak ada konflik yang berarti.
Foto milik Rumah-Buku.net
Sejak saat itu, gue kapok membaca Harlequin. Semua buku HQ yang gue punya (termasuk 5 pararom yang gue beli di Periplus), gue hibahkan pada teman. Pokoknya, no Harlequin novels at home. Jauh-jauh dah sana.
Empat setengah tahun berlalu, gue iseng browsing di OL shop. Gue menemukan obralan Simply Series-nya Carly Phillips. Wait a sec, that name sounds familiar. Tentu saja, gue melipir ke Madame Goodreads untuk mencari tahu sinopsis dan review dari para pembaca. Not bad,agak chicklit-ish jadi sepertinya gue bakal tahan bacanya. Yep, I found my guilty pleasure, hihihi. *siap-siap dikepruk temen-temen yang anti HQ.
Jadi, ceritanya dibuka dengan adegan Emma, nenek tua berumur 80 tahunan yang bekerja di Ashford Times sebagai kolumnis. Colin menyelamatkan Emma dari rumah jompo. Di kantor, Emma bersahabat dengan janda yang suaminya meninggal, Rina. Emma yang hobi menjadi comblang, mulai berpikiran untuk menyomblangi Rina dengan Colin, si lelaki berambut hitam dengan mata biru mempesona (langsung terbayang Ian Somerhalder).
Colin adalah anak angkat Joe dan Nell (almarhum istri Joe). Joe yang sakit keras, menyerahkan perusahaan pada Corrine, istri barunya (yang mengingatkan gue dengan Nicole Kidman). Di tangan Corrine, Ashford Times berubah menjadi koran gosip, menyebabkan para donatur dan pemasang iklan mengeluarkan ultimatum bahwa mereka tidak akan mengucurkan dana jika Ashford Times tidak kembali seperti semula.
Dalam misi penyelamatan kantor, Colin ingin memikat Rina agar ia berpihak padanya, sedangkan Rina melakukan test drive observasi terhadap perilaku pria jika wanita melakukan make over.
Sudah bisa ditebak ke mana arah cerita ini. No spoiler, gue akan berhenti sampai di sini.
Jujur, gue suka dengan penuturan Carly Phillips yang simpel dan menggelitik. Beberapa bagian terasa kocak, membuat gue tertawa. Bagian lain membuat gue tersipu. Novel ini adalah novel HQ kedua yang membuat gue betah membaca sampai akhir. Ada satu novel HQ bahasa Inggris yang gue baca dan sangat chicklitish. Judulnya Suddenly Single dari Harlequin Flipside. Review here
Karakter di Simply Sexy yang paling gue suka adalah Emma. Pengen kaya dia kalau tua nanti, hahaha. Walau sudah berumur, Emma cerdas dan elegan. Mengingatkan gue akan Helen Mirren.
Oiya, masih ditemukan typo nih. Gue menemukan 3 diantaranya.
Simply Sexy seru untuk dinikmati tanpa berpikir. Bacaan yang menghibur sarat dengan adegan sexy. It’s pure entertainment. Just sit back, relax and enjoy it with a hot drink.
Oiya, Simply Sexy adalah buku kelima dari Simply Series. Tidak perlu dibaca berurutan. Ceritanya sebenarnya stand alone namun para tokoh dalam seri ini saling berhubungan.
I’ll definitely read the whole series.
Quote yang paling gue suka adalah:
Penampilan yang cantik tidak berarti apa-apa jika wanita itu sendiri tidak merasa dirinya cantik. (hal. 122)
Until next time
[Book Review] The Ocean at the End of the Lane by Neil Gaiman @Gramedia
Judul: Samudra di Ujung Jalan Setapak (The Ocean at the End of the Lane)
Penulis: Neil Gaiman
Penerbit: GPU
Terbit: Agustus 2013, Cetakan Pertama
ISBN: 978-979-22-9768-3
Jumlah halaman: 264
Kategori: Novel Fiksi Terjemahan
Genre: Fantasi, Horror, Supernatural
Beli di: Bukabuku.com seharga Rp. 42.500
Kalimat pertama: Aku memakai jas hitam dan kemeja putih, dasi hitam dan sepatu hitam, semuanya licin mengilap: biasanya pakaian begini membuatku tidak nyaman, aku serasa memakai seragam curian, atau pura-pura menjadi orang dewasa.
Samudra di Ujung Jalan Setapak adalah fabel yang membentuk ulang kisah fantasi modern: menggugah, menakutkan, dan puitis—semurni mimpi, segetas sayap kupu-kupu, dari pencerita genius Neil Gaiman.
Kisahnya dimulai empat puluh tahun silam, ketika pemondok di rumah keluarga sang Pencerita mencuri mobil mereka dan bunuh diri di dalamnya. Peristiwa ini membangkitkan kekuatan-kekuatan purba yang seharusnya dibiarkan tak terusik. Makhluk-makhluk gelap dari dunia seberang kini lepas, dan sang Pencerita harus mengerahkan segala daya upayanya agar bisa bertahan hidup: ada kengerian yang nyata di sini, dan kuasa jahat yang terlepas—di dalam keluarganya dan dari kekuatan-kekuatan yang bersatu untuk menghancurkannya.
Yang bisa melindunginya hanyalah tiga perempuan yang tinggal di pertanian ujung jalan. Perempuan yang paling muda menyatakan kolam bebeknya adalah samudra. Perempuan yang paling tua mengaku pernah menyaksikan peristiwa Ledakan Besar.
Gue membeli dan membaca buku ini karena buku ini adalah bacaan bulan Agustus Reight Book Club.
Mengintip WW anak-anak BBI, banyak banget yang menginginkan buku ini. Terus terang, gue penasaran juga. People rave about this book, so I think it must be something. Hingga akhirnya gue berkesempatan untuk membaca buku ini. Sejujurnya, membaca The Ocean at the End of the Lane adalah pengalaman yang tidak terlupakan. Tidak terlupakan karena I was tortured while reading it, seriously. Setiap adegan di mana si John Doe (<the unnamed boy from the book) disiksa atau tersiksa, begitu juga perasaan gue saat membacanya. Yep, gue tersiksa membaca buku ini. Bukan karena buku ini jelek, bukan karena genrenya fantasy/horror/supernatural, juga bukan karena keabsurdannya, tapi buku ini benar-benar menyiksa gue.
Adalah John Doe, pria yang tidak disebutkan namanya, atau aku (I prefer calling him John Doe), menghadiri pemakaman entah siapa (yang pasti orang dekat karena dia memberikan eulogy), menyetir mobilnya secara impulsif ke tempat di mana ia menghabiskan masa kecilnya yang suram.
Ia berhenti di depan jalan setapak menuju rumah Lettie Hempstock, teman masa kecilnya yang aneh, karena ia suka berhubungan dengan makhluk-makhluk supernatural.
Setelah itu, John Doe teringat akan kejadian-kejadian aneh yang dialaminya ketika kecil. John Doe yang menemukan koin tiba-tiba bangun tersedak koin dan memuntahkan darah. Lalu, telapak kakinya kemasukan cacing. Setelah cacing itu dikeluarkan, muncul perempuan jahat yang melamar kerja sebagai pengasuh John Doe dan adiknya. Ibu John Doe berkata, Ursula hanya meminta upah tempat tinggal dan makan saja, which is odd. Ketika John Doe menolak untuk makan makanan yang dibuat oleh Ursula Monkton, ayahnya murka hingga menenggelamkan John Doe di bath tub yang dingin. Seolah-olah ayahnya dirasuki oleh pengaruh Ursula yang tidak suka John Doe.
Semua kejadian aneh itu terjadi setelah seorang pria penambang opal yang menyewa kamar di rumah keluarga John Doe ditemukan tewas bunuh diri di mini van milik ayah John Doe. Lettie berkata, peristiwa itu adalah ignition dari kejadian mengerikan yang akan terjadi.
Memang benar, gue dibawa ke tempat gelap dan suram di mana wujud asli Ursula terlihat. Lalu, John Doe juga bisa menikmati alam samudra ketika Lettie mengajaknya ke sana. Lalu, ribuan burung-burung pemangsa datang untuk mencabik-cabik Ursula.
Adegan yang paling bisa gue nikmati adalah ketika John Doe lari dari rumah menuju kediaman Hempstock. Terasa sekali cara bertutur Gaiman yang lugas dan rangkaian kalimatnya bisa membawa gue ke tempat itu, ikut lari bersama John Doe.
Di luar keabsurdannya, yang gue tangkap dari novel ini adalah tentang pemikiran anak-anak yang kerap tidak dipahami orangtua. Dan orangtua yang selalu merasa benar sering memaksakan kehendak kepada anak. Well, at least ada yang bisa gue petik dari novel ini.
Selain itu, gue juga menyukai banyak quotes Gaiman dari buku ini.
Baru membaca setengah buku ini, tadi malam gue bermimpi tentang orang yang mati tenggelam, lalu bangun lagi dengan pribadi yang sangat berbeda. Apakah gara-gara membaca buku ini gue bermimpi seperti itu? I don’t know.
The Ocean at the End of the Lane mengingatkan gue akan:
Twilight
Ketika Joe Dohn bertanya pada Lettie, berapa lama kamu berumur sebelas tahun, exactly like Bella asked Edward about his age. You know that famous quote ‘how long have you been seventeen’ right?
American Horror Story Season 1
Ketika Ursula, yang notabene adalah pengasuh, bergenit ria dengan ayah John Doe, hingga ayah John Doe menidurinya. Mirip dengan adegan hantu pelayan tua bermata picek bernama Moira yang di mata si peran utama pria, Ben, adalah wanita cantik berambut merah dan mereka bercinta, kemudian dipergoki oleh istri Ben, Vivien.
The Ocean at the End of the Lane is about your childhood’s worst nightmares, your fears, and strenght to get the courage to fight it.
I’ve tried so hard to like the book, unfortunately, my dislike overshadows my like. Can’t help it. No offense, Gaiman’s fans. I know your leader is a genius, but he fails to impress me.
Biar bagaimana pun, buku-buku lebih aman daripada manusia. (hal. 8)
Rasanya aku tidak pernah bertanya tentang apa pun pada orang dewasa, kecuali kalau sangat terpaksa. (hal. 72)
Maka kularikan anganku ke dalam buku. Ke sanalah aku pergi kalau kehidupan nyata terasa sangat berat, atau tidak fleksibel. (hal. 88)
Buku-buku adalah para guru dan penasihatku. (hal. 113)
Ayah-ibuku merupakan satu kesatuan, tak terpisahkan. (hal. 117)
Kalau orang dewasa bertarung dengan anak-anak, orang dewasa selalu menang. (hal. 128)
Kalimat yang agak aneh setelah diterjemahkan:
“Oh, puding-dan-pai-yang-manis, kau dalam masalah besar.” (hal. 122)
Mungkin aslinya “Oh, my sweet-pudding-pie, you’re in a big trouble.” Cmiiw 🙂
Gue jadi inget lagu Georgie Porgie yang liriknya kaya gini:
Georgie Porgie puddin’ and pie, kiss the girls and made them cry.
Kebetulan nama asli John Doe adalah George.
OK, let’s go to the points of discussion:
First Impression
Suka dengan covernya yang mewakili judulnya. Namun font judul dan nama penulis keriting bikin lieurbacanya. Mungkin maksudnya ingin menggambarkan isinya yang disturbing dan absurd. Judulnya juga OK banget. Biar panjang kalimatnya, namun catchy
How did you experience the book?
Below my expectations. I was tortured like hell. I couldn’t enjoy it at all. Well, perhaps only 20% of it.
Characters
John Doe masih tetap linglung ketika digiring ke rumah Hempstock ketika ia dewasa. Gue nggak mau menebar spoiler di sini. Namun, kurang lebih ya begitu deh. Nggak ada perubahan berarti.
Plot
John Doe bercerita tentang pengalaman masa kecilnya yang tidak terlupakan. Menggunakan alur flashback, ia berkisah tentang the Big Bang yang terjadi pada saat itu. Dua hari yang gue perlukan untuk membaca buku ini.
POV
TOATEOTL memggunakan single POV, diceritakan dari sudut pandang John Doe.
Main Idea/Symbolism
Inti ceritanya adalah tentang ketakutan masa kecil. Banyak banget simbol yang digunakan Gaiman. Misalnya: adegan koin adalah simbol dari manusia yang rakus akan uang. Lalu, adegan John Doe yang bisa bernapas di bawah air menurut gue adalah simbol dari segala ketakutan akan sirna jika kita yakin pada diri sendiri. Lalu, seperti yang sudah ditulis di atas, orangtua yang gagal paham dalam mencerna pemikiran anak, dan anak yang takut mengutarakan pikiran dan perasaan pada orangtua. Seperti ada tembok raksasa yang menghalangi kedua kubu.
Ending
Endingnya ya begitulah. Nggak mengecewakan juga sih.
Questions
1. Apa maksud hantu si penambang opal waktu melempari adik John Doe dan teman-temannya dengan uang?
2. Apa juga maksud dari si Ursula menginstall jalan keluar di tubuh John Doe? Kenapa harus dia? Apa salah John Doe kepada Ursula?
Benefits
Sebagai orangtua, gue nggak boleh otoriter. Gue harus mendengarkan maunya anak. Jika ada pertentangan, cari solusi. Itu aja sih yang gue dapat dari novel ini.
Need a Second Opinion?
Astrid. Review here
A Fancy Read. Review here
Submitted for
Reigh Book Club August Read-along here
New Authors Reading Challenge here
Until next time 🙂
*Note: This book is for sale for 35K. Email me at: miss_yuska@yahoo.com if you’re interested.
[Book Review] Perfect Match by Jodi Picoult @Gramedia
Judul Buku: Perfect Match (Pasangan Sempurna)
Penulis: Jodi Picoult
Penerjemah: Julanda Tantani
Penerbit: GPU
Tahun Terbit: 2010 (Mei, Cetakan I)
Jumlah Halaman: 504
ISBN: 9789792257687
Kategori: Novel Fiksi Terjemahan
Genre: Drama, Crime, Family
Harga: Rp. 35,000
Beli di: Bazaar Gramedia @ Lotte Bintaro
Kalimat pertama:
Ketika akhirnya monster itu benar-benar muncul dari balik pintu, dia mengenakan topeng.
Nina Frost, pengacara untuk anak-anak yang dianiaya. Bekerja keras memastikan sistem hukum yang memiliki banyak lubang bisa menahan para pelaku kejahatan di belakang terali. Tapi ketika anak laki-lakinya yang berusia lima tahun, Nathaniel, mengalami trauma karena penganiayaan seksual, Nina dan suaminya, Caleb—seorang pengrajin batu yang tenang dan praktis—hancur, tercabik-cabik dalam amarah dan keputusasaan di hadapan sistem pengadilan yang menggelikan, sesuatu yang Nina kenal dengan baik. Dengan mudahnya kejujuran dan pembelaan absolut Nina dijungkirbalikkan, dan dengan membabi buta dia mencari sendiri keadilan bagi anaknya—apa pun konsekuensinya, apa pun pengorbanannya.
Nathaniel adalah anak dari pasangan Nina dan Caleb Frost. Dulunya ia anak yang periang, walau masih cadel dan kurang bisa melafalkan huruf L dan R dengan baik. Nathaniel juga gemar mendengarkan The Beatles, terutama White Album. Ketika lagu Rocky Racoon tidak lagi membuat Nathaniel riang, Nina mulai bertanya-tanya tentang perubahan drastis pada anaknya.
Nina dan gurunya, Ms. Lydia, mendapati Nathaniel yang berbeda. Ia jadi pemurung, mudah marah, juga mengompol.
Nathaniel juga beberapa kali melakukan tindakan yang membahayakan dirinya, seperti melompat dari monkey bar yang tinggi, juga menenggelamkan dirinya di dalam bak mandi.
Nathaniel juga melakukan aksi diam, membuat orangtuanya bingung dan cemas.
Setelah diperiksa oleh dokter, Nathaniel dirujuk untuk menemui seorang psikiater. Dan ternyata misteri yang terkubur di dalam diri Nathaniel itu terkuak. Nathaniel mengalami pelecehan seksual yang membuatnya trauma. Karena keterbatasan Nathaniel dalam berbahasa, ia sulit mengekspresikannya karena ia sendiri tidak tahu namanya.
Di ruang praktek dokter, ia meraih sebuah boneka laki-laki dan menempelkan sepotong krayon di daerah bokongnya. Seketika itu, Nina yang berprofesi sebagai asisten jaksa wilayah yang biasanya menangani kasus serupa yang dialami anak orang lain, lemas dan menangis sambil memeluk Nathaniel (bagian ini yang bikin airmata gue meleleh).
Salah satu ciri anak korban pelecrhan adalah DID (Dissociative Identity Disorder) di mana anak tersebut ingin menjadi orang/pribadi lain, atau mengasosiasikannya dengan tokoh tertentu. Seperti Nathaniel yang tiba-tiba ingin menjadi Batman dan tidak mengijinkan Nina untuk menjadi Robin. Memang wajar sekali anak-anak berpura-pura menjadi Batman atau Spiderman, namun scene Nathaniel yang ingin dipanggil Batman tersebut membuat gue bergidik.
Dua orang pria dewasa dicurigai melakukannya pada Nathaniel. Yang pertama adalah Patrick, teman dekat Nina sejak kecil, yang mencintai Nina secara diam-diam, dan masih dekat dengan keluarga Nina. Yang kedua adalah Caleb, suami Nina yang juga ayah kandung Caleb. Peristiwa itu membuat hubungan antara kedua suami istri itu renggang. Caleb diusir dari rumah, membuat Nathaniel terluka dan menyalahkan diri sendiri.
Nina dan Nathaniel mempelajari bahasa isyarat untuk membantu Nathaniel bicara. Ditengah kefrustrasiannya, Nathaniel menemukan gambar yang ia cari selama ini. Ia merobeknya, dan menunjukkannya pada Nina dan psikiater yang membantunya dalam terapi. Terkuaklah sosok monster yang melakukan kejahatan seksual pada Nathaniel. Nina berhasil menyeretnya ke persidangan. Peristiwa tak terduga pun terjadi. Nina menembak kepala orang yang diduga telah menghancurkan Nathaniel. Mulai detik itu, kehidupan Nina dan keluarganya berubah.
Perfect Match adalah novel karya Jodi Picoult yang gue baca untuk pertama kali. Dulu gue pernah menonton My Sister Keeper namun hanya sekilas. Satu kata untuk mendeskripsikan novel ini adalah disturbing. Beberapa kali gue harus menyeka airmata dan rehat sejenak demi cooling down dari adegan-adegan yang membuat gue ‘terganggu’.
Novel dengan tema pelecehan seksual selalu membuat gue bergidik, namun gue masih suka untuk membacanya. Sadomasochist ya?
Lalu, Jodi juga piawai dalam mendeskripsikan cerita dari berbagai sudut pandang berbeda (multiple POVs). Pada awalnya gue harus membaca dua kali jika sedang berganti POV. Namun, setelah 1/4 buku, gue sudah bisa mengikuti alurnya Jodi dengan lancar.
Kemampuan Jodi mengupas ranah hukum dan kegetiran kisah keluarga patut diacungi jempol. Love it!
Dalam beberapa hal, gue merasa memiliki kemiripan dengan Nina, terutama dalam hal kesabaran menghadapi anak yang sedikit terlambat bicara.
Gue merasakan kecemasan Nina dan Caleb sewaktu mengajari Nathaniel melafalkan kata-kata dengan baik, karena AJ juga seperti itu. Sempat khawatir kalau AJ mengalami speech delay. Tapi, gue meyakinkan diri bahwa setiap anak dibekali kemampuan berbahasa secara alami, jadi gue biarkan saja ia tumbuh demikian adanya. Gue membantu AJ untuk berbicara dengan lafal yang baik. Mungkin karena gue mengajari bahasa Indonesia dan Inggris dalam waktu bersamaan, membuat AJ jadi bingung bahasa. Selama ini, tontonan AJ memang channel berbahasa Inggris, jadi mau nggak mau gue mengajari keduanya. Lambat laun, AJ bisa mengikuti walau masih cadel dan beberapa kata terdengar seperti bahasa alien.
Membaca Perfect Match membuat gue ingin terus memeluk AJ, melindunginya dan tidak ingin lepas. Di titik ini, gue nggak bisa menyalahkan orangtua yang overprotective pada anak. Mungkin gue juga akan seperti itu setelah membaca buku ini.
Satu lagi yang bikin gue parno adalah ketika si pelaku berkata bahwa ia mencintai anak-anak. Pikiran gue langsung tertuju pada Michael Jackson dan kasus-kasusnya dulu.
Kejadian traumatik bisa melekat seperti duri di tenggorokan seorang anak. (hal. 33)
Bagaimana anak orang lain bisa lebih penting daripada anakmu sendiri? (hal. 52)
Pikiran kita bisa membuat tubuh kita sakit. (hal. 58)
Di mana Tuhan waktu peristiwa itu terjadi? (hal. 92)
Patrick pernah berkata mereka sengaja merendahkan suhu di ruang pemeriksaan sepuluh derajat lebih rendah daripada ruang-ruang lainnya di kantor polisi, untuk membuat si terdakwa merasa tidak nyaman. (hal. 123)
Mungkin ada benih kejahatan bahkan dalam diri orang-orang yang paling jujur sekalipun. (hal. 315)
Hubungan antarmanusia seringkali seperti ikatan tali yang rumit, sehingga butuh kehadiran manusia lain yang ahli melepaskan ikatan itu. (hal. 130)
* Berdasarkan statistik, 1 dari 3 anak perempuan dan 1 dari 5 anak laki-laki mengalami kekerasan seksual sebelum menginjak usia 18 tahun.
* 90 persen korban kekerasan seksual mengenal pelaku. 68 persennya dilakukan oleh anggota keluarga.
* 13.6 juta kasus kekerasan pada anak dilaporkan setiap tahunnya di US.
* 80 persen dari orang dewasa berusia 21 tahun yang mengalami kekerasan sewaktu kecil menderita setidaknya satu gangguan psikologis.
*14 persen narapidana pria dan 36 persen narapidana wanita mengalami kekerasan seksual maupun fisik sewaktu kecil.
* Children of God, salah satu sekte yang didirikan di Huntington Beach, California, tahun 1968, melakukan ritual persembahan dengan melakukan kekerasan seksual pada anak-anak di bawah umur. Sekte ini pernah dilarang di Indonesia.
* River Phoenix (1970-1993) pernah diwawancarai oleh majalah Detail mengenai kasus kekerasan seksual yang menimpanya. Ia dan keluarganya (yang hippie) pernah menjadi anggota sekte Children of God. Phoenix mengaku ia mengalami kekerasan seksual ketika ia berusia 4 tahun. Pendapat River tentang sekte tersebut, “They’re disgusting. They’re ruining people’s lives”.
* Selain Children of God (yang sekarang sudah berganti nama menjadi Family International), banyak sekte yang melakukan kekerasan kepada anak dibawah umur, seperti Mormon (mantan anggotanya banyak yang merilis buku tentang kejahatan dalam lingkungan keagamaan tersebut). Pemuka agama mainstream juga beberapa kali dilaporkan karena melakukan kekerasan seksual pada anak-anak.
* Bahkan guru sekolah juga ada yang melakukan pelecehan seksual pada murid. Kejadian tragis dan traumatis ini pernah menimpa seorang teman di SD. Ia pernah disangka kesurupan karena berlaku aneh, namun setelah gue sadari, ia mungkin trauma hingga menjadi histeris di sekolah.
Seandainya novel ini difilmkan, aktris/aktor yang cocok untuk mewakili tokoh-tokohnya:
Need a second opinion?
Baca juga resensi dari teman-teman BBI:
Vaan Opan @ Kandang Baca link
B.Zee @ Bacaan B.Zee link
Maria @ Lemari Hobby Bukuku link
Submitted for:
Jodi Picoult Reading Challenge here
New Authors Reading Challenge here
Until next time.
[Book Review] The Rescue by Nicholas Sparks @Gramedia
Dalam badai besar di kota Edenton, Denise Holton mengalami kecelakaan mobil dan kehilangan Kyle, putranya. Para penduduk kota melakukan pencarian yang melelahkan, namun Taylor McAden-lah orang yang menjadi pahlawan penyelamat mereka.
Sejak penyelamatan itu, hubungan Taylor dan Denise berkembang menjadi lebih serius. Ketika hubungan mereka sampai ke tahap yang membutuhkan komitmen dan tanggung jawab dari Taylor, lelaki itu malah menjauh dari Denise.
Kepedihan masa lalu yang tak pernah diceritakannya pada siapa pun membuat Taylor menjaga hatinya agar tidak jatuh cinta pada siapa pun. Itu sebabnya sebagai sukarelawan pemadam kebakaran, Taylor menjalani hidup dengan nekat, melakukan penyelamatan demi penyelamatan yang menantang maut. Sebelum semuanya terlambat, giliran Denise yang harus menyelamatkan hidup Taylor… membuat lelaki itu berani menghadapi kenyataan dan cinta mereka.
The Rescue adalah novel kedua karya Nicholas Sparks yang gue baca setelah The Notebook. Temanya sederhana namun begitu nancap di hati dan meninggalkan kesan yang mendalam. Selama membaca buku ini, gue harus berhenti sejenak untuk menarik napas panjang dan menyeka airmata.
Denise adalah seorang single mother yang memiliki seorang putra berusia empat tahun yang kemampuan bicaranya agak terlambat (mungkin speech delay. Anak gue juga mengalami hal serupa namun tidak separah Kyle. So I really feel Denise). Ia kembali ke Edenton untuk memulai hidup baru. Di sana, ia bertemu dengan Taylor pertama kali ketika ia berhasil menemukan Kyle yang sempat hilang gara-gara kecelakaan di hutan.
Hubungan keduanya terjalin perlahan, namun di tengah-tengah, Taylor seperti ketakutan dan memilih untuk menjaga jarak dengan Denise, membuat Denise bingung.
Drama juga terjadi dalam keluarga Taylor. Ia masih dihantui bayangan masa kecilnya. Suatu peristiwa membuatnya trauma dan menyalahkan diri sendiri, dan mempengaruhi sikapnya terhadap hubungannya dengan Denise, sesuatu yang ia tidak sadari. Gue nggak mau kasih spoiler. Walau novel ini menguras airmata dan emosi, endingnya memuaskan kok.
Ciri khas Nicholas Sparks adalah kehidupan keluarga di Selatan, background agama yang kuat dari tokohnya, dan juga suasana kota kecil yang hangat dan membuat jiwa sejuk saat membacanya. Kehangatan dan kesederhanaan keluarga ala Southern Amerika juga begitu terasa. I think I’m officially a fan. Novel ini menurut gue jauh lebih bagus daripada The Notebook.
Kalau kau tahu betapa kerasnya dia harus berusaha bisa mengerti banyak hal… Berapa besar usahanya membuat orang lain bahagia… Betapa besar dia ingin orang lain menyukainya, hanya untuk diabaikan pada akhirnya. (hal. 223)
Belakangan ini, tampaknya banyak orang percaya bahwa semua itu hanya bisa diperoleh dari pekerjaan, bukan dari menjadi orangtua, dan banyak orang yakin mempunyai anak-anak tak ada hubungannya dengan membesarkan anak-anak. (hal. 285)
Ibuku percaya bahwa seseorang memang ditakdirkan untuk orang lain. (hal. 301)
Setiap orang punya masa lalu, setiap orang punya harapan, andaikan mereka bisa mengubah masa lalunya. Tapi kebanyakan orang tidak berkeliling lalu menghancurkan hidup mereka sekarang hanya karena masa lalunya. (hal. 406)
Aku iri pada pandangannya tentang hidup. Dia melihatnya sebagai pertandingan besar, di mana satu-satunya cara untuk menang adalah dengan bersikap baik pada orang lain, agar bisa memandang dirimu sendiri di cermin dan menyukai apa yang kaulihat. (hal. 426)
Kalau gue boleh berandai-andai, gue kepengin banget The Rescue the Movie peran utamanya sbb:
Ryan Reynolds as Taylor McAden, seorang sukarelawan pemadam kebakaran yang memiliki masa lalu suram yang kerap menghantuinya.
Drew Barrymore as Denise Holton, mantan guru yang menjadi single mother yang mencintai Taylor.
Until next time!
[Book Review] The Boy in the Striped Pyjamas by John Boyne
Kisah tentang Anak Lelaki Berpiama Garis-Garis ini sulit sekali digambarkan. Biasanya kami memberikan ringkasan cerita di sampul belakang buku, tapi untuk kisah yang satu ini sengaja tidak diberikan ringkasan cerita, supaya tidak merusak keseluruhannya. Lebih baik Anda langsung saja membaca, tanpa mengetahui tentang apa kisah ini sebenarnya.
Kalau Anda membaca buku ini, Anda akan mengikuti perjalanan seorang anak lelaki umur sembilan tahun bernama Bruno (Meski buku ini bukanlah buku untuk anak kecil). Dan cepat atau lambat, Anda akan tiba di sebuah pagar, bersama Bruno.
Pagar seperti ini ada di seluruh dunia. Semoga Anda tidak pernah terpaksa dihadapkan pada pagar ini dalam hidup Anda.
Suatu hari, Brun0 mendapati Maria, pelayan keluarganya, mengepak barang-barangnya. Sejak saat itu, garis hidup Bruno berubah. Ayahnya adalah ‘orang penting’ di dunia militer Jerman, bahkan The Fury (Hitler) beberapa kali datang menemui orangtuanya di rumahnya.
Keluarga Bruno pindah ke Out-With (Auschwitz), tempat orang Yahudi ditempatkan di kamp konsentrasi. Awalnya Bruno sedih, dan mengalami homesick. Ia teringat ketiga sahabatnya, Karl, Martin, dan Daniel. Tetapi, tentu saja Bruno tidak bisa kembali ke Berlin karena ayahnya adalah komandan tentara yang bertugas di Auschwitz.
Bruno yang menyukai petualangan, mulai berani menjelajah daerah yang membuat ia penasaran: pondok-pondok dengan kumpulan orang berpiyama garis-garis yang kerap ia perhatikan dari jendela kamarnya. Karena sangat penasaran, ia menelusuri jalan hingga sampai di daerah gersang yang dihadang oleh pagar kawat berduri. Di sana ia berkenalan dengan Shmuel, seorang anak Yahudi yang lahir pada tanggal, bulan dan tahun yang sama dengan Bruno.
Persahabatan backstreet mereka berlangsung hingga suatu saat, karena ibu Bruno tak tahan dengan suasana mencekam di Auschwitz, Bruno, Gretel (kakak Bruno) dan ibunya diminta untuk kembali ke Berlin. Bruno sedih karena ia mulai bersahabat dengan Shmuel.
Bruno adalah anak yang cerdas dan penuh dengan curiosity. Sedangkan Shmuel adalah anak dengan hati yang tulus. Pagar kawat pemisah antara dunia luar dengan kamp konsentrasi adalah simbol tentang ‘perbedaan’ yang memagari orang-orang untuk ‘berbaur’.
Novel ini sukses membuat gue banjir airmata, memikirkan Bruno dan Shmuel, hingga sampai saat ini masih belum bisa move on ke novel lain. (Damn you, John Boyne).
Gue bakal baca ulang novel ini dan mewariskannya pada AJ.